BAB I
ADMINISTRASI DAN HUKUM ADMINISTRASI
A. Peristilahan
Penggunaan istilah Hukum Administrasi Negara (HAN)
sedikit banyak dipengaruhi oleh Keputusan/Kesepakatan pengasuh mata kuliah
Fakultas Hukum pada pertemuan di Cibulan tanggal 26-28 Maret 1973. Sebelum itu,
dalam kurikulum minimal tahun 1972, istilah yang digunakan dalam SK Menteri P
dan K tanggal 30 Desember 1972 No. 0198/U/1972 adalah Hukum Tata Pemerintahan.
Meskipun istilah Hukum Tata Pemerintahan tercantum dalam SK tersebut diatas,
namun dalam kenyataan penggunaan istilah itu oleh beberapa fakultas hukum –
terutama fakultas hukum universitas negeri (yang kemudian diikuti juga oleh
berbagai fakultas hukum universitas swasta) tidak seragam. Istilah-istilah yang
beranekaragam itu adalah: Hukum Tata Pemerintahan, Hukum Tata Usaha Negara,
Hukum Administrasi Negara.
Soewarno Handayaningrat dalam bukunya Administrasi
Pemerintahan Dalam Pembangunan Nasional antara lain menengahkan sebagai
berikut:
Administrasi Negara merupakan bagian dari administrasi
umum. Ilmu Administrasi Negara merupakan cabang Ilmu Sosial dan (Ilmu Politik).
Pada halaman 2 juga diketengahkan pendapat Leonard D.White bahwa administrasi
negara terdiri atas semua kegiatan Negara dengan maksud untuk menunaikan dan
melaksanakan kebijakan Negara. Pada halaman 3 diketengahkan pendapat Dimock dan
Koening tentang administrasi negara dalam arti luas dan arti sempit. Dalam arti
luas, administrasi negara adalah kegiatan negara dalam melaksanakan kekuasaan
politiknya. Dalam arti sempit, administrasi negara adalah kegiatan eksekutif
dalam penyelenggaraan pemerintahan.
B. Pemerintahan
1. Definisi
dan perumusan – perumusan
Pengertian pemerintahan dapat difahami melalui dua
pengertian: disatu pihak dalam arti “fungsi pemerintahan” (kegiatan
memerintah), dilain pihak dalam arti “organisasi pemerintahan” (kumpulan dari
kesatuan–kesatuan pemerintahan). Apa sebenarnya kandungan dari “fungsi
pemerintahan” itu? Fungsi dari pemerintahan itu dapat ditentukan sedikit banyak
dengan menempatkannya dalam hubungan dengan fungsi perundang-undangan dan
peradilan. Pemerintahan dapat dirumuskan secara negatif sebagai segala macam
kegiatan penguasa yang tidak dapat disebutkan sebagai suatu kegiatan
perundang-undangan atau peradilan. Ada ahli hukum administrasi yang mengatakan
bahwa pelaksanaan kekuasaan yang terdiri atas peraturan-peraturan
perundang-undangan yang lebih lanjut (peraturan-peraturan umum tentang
pemerintahan, peraturan-peraturan dari pihak penguasa yang lebih rendah), tidak
dapat dikategorikan dalam hukum administrasi.
Donner (A.M Donner, Nederlands Bestuursrecht, jilid umum,
Alphen aan den Rijn, Nederland, cetakan ulang kelima tahun 1987 hal. 15-17)
mengutarakan empat macam bentuk dari penguasa :
a).
Pemelihara Ketertiban
Pemeliharaan ketertiban pada tingkat pertama ialah pengawasan supaya dapat
terlaksana secara teratur. Dapat terdiri dari penetapan peraturan bagi
komunikasi timbal balik, yaitu diserahkan pada masyarakat untuk mengadukan
sendiri pelanggaran atas hukum tadi dan membuatnya berlaku melalui suatu proses
(seperti dalam hal lalu lintas). Suatu teknik lain pemeliharaan ketertiban
ialah terikatnya beberapa kegiatan atau keadaan pada suatu perizinan,
pengesahan, persetujuan atau suatu bentuk pemberian kuasa yang lain oleh karena
kegiatan-kegiatan itu pada dasarnya adalah terlarang kecuali jika dilaporkan
dan memperoleh izin.
b).
Pengelola Keuangan
Melalui pajak, pungutan-pungutan lain, pendapatan sendiri umpamanya dari
sumber bantuan kekayaan alam dan kredit luar negeri, pihak penguasa menjadi
yang terkaya dan yang paling boleh dipercaya dalam negara. Dalam hal pemasukan
uang pajak yang terutang, pihak pemerintah (melalui Kantor Inspeksi Pajak =
sekarang Dit.Jen Pajak) memainkan peranan yang penting. Pendapatan pihak
penguasa bertujuan untuk menutup kebutuhan-kebutuhan sendiri, namun juga
mempunyai fungsi dalam hal pengaturan kembali pendapatan negara. Dengan
demikian, penguasa memberi bantuan, menyediakan subsidi, memberi kredit
dan jaminan atau memberi harta milik yang diinvestasikan oleh kelompok-kelompok
tertentu atau masyarakat umum.
c).
Tuan tanah
Sejak dahulu pihak penguasa merupakan tuan tanah. Banyak jalan dan sungai,
pantai, bendungan dan tentu saja bahan-bahan mineral, adalah milik penguasa.
Penguasa juga memiliki kesempatan-kesempatan juridis untuk merampas tanah
ataupun menggunakan tanah itu dengan tujuan membatasi kepentingan umum dan
pungutan pajak.
d).
Pengusaha
Beberapa kegiatan hanya dapat dilaksanakan oleh pihak penguasa mengingat
sifatnya atau karena diharuskan sesuai dengan undang-undang. Maka kita
menyebutkan “jasa-jasa” pihak penguasa: seperti pertahanan, pekerjaan umum,
polisi, pemadam kebakaran, peredaran mata uang, pendidikan, penyediaan air
minum, energi dan saluran air, dll.
Disamping keempat jasa yang diarahkan keluar (ekstern)
itu, masih ada yang diarahkan fungsinya kedalam (intern) yakni pemerintahan
sebagai badan organisasi intern. Pemerintahan intern berbentuk segala macam
aturan-aturan organisasi, keputusan-keputusan pengangkatan dan pemberhentian,
aturan-aturan dan keputusan-keputusan mengenai kedudukan hukum pegawai negeri,
keputusan-keputusan tentang bidang pengawasan para pegawai yang kedudukannya
lebih tinggi terhadap yang lebih rendah dan peraturan mengenai penyelesaian
sengketa diantara para pegawai negeri.
2. Sejarah
Pemerintahan di Indonesia
Organisasi pemerintahan setelah penyerahan oleh Raffles
adalah sebagai berikut: pemerintah pusat membentuk sebuah sekretariat yang
dinamakan “Algemene Secretarie” di Bogor. Pimpinan urusan “oorlog en marine”
diserahkan kepada sebuah departemen; urusan keuangan diserahkan kepada
“Generale Directive van Financien”. Susunan pemerintahan yang sederhana itu
baru dapat dikembangkan lebih luas pada masa Gubernur Jenderal Duymaer van
Twist (1851-1856). Sesudah tahun 1904 susunan departemen adalah sebagai
berikut:
1. Pertanian
2. Perusahaan Negara (gouvernements
bedrijven)
3. Kehakiman (pertama kali didirikan
tahun 1870)
4. Keuangan
5. Pemerintahan (binnenlands bestuur)
6. Pengajaran dan keagamaan (onderwijs
en eeredienst)
7. Perekonomian
8. Perhubungan dan Pengairan (verkeer
en waterstaat)
9. Peperangan (oorlog)
10. Angkatan Laut (marine)
Pada tanggal 18 Agustus 1945 dibentuknya UUD Negara RI
Tahun 1945, yang dapat dipandang sebagai akte kelahiran dari Negara Republik
Indonesia. Selain itu juga diangkat Presiden dan Wakil Presiden. Pada tanggal
19 Agustus tahun 1945 oleh PPKI ditetapkan susunan kementrian negara dan pada
tanggal 2 September 1945 Presiden mengangkat menteri-menteri Negara yang
masing-masing mengepalai satu departemen, yaitu: Dalam negeri, Luar negeri,
Kehakiman, Keuangan, Kemakmuran, Kesehatan, Pengajaran dan Pendidikan, Sosial,
Pertahanan, Penerangan, Perhubungan dan Pekerjaan Umum.
Karena saat itu, sistem pemerintahan belum dapat
dilaksanakn secara penuh. Maka Belanda berusaha kembali untuk menguasai negara
RI akhirnya melahirkan suatu Negara Serikat, yaitu Republik Indonesia Serikat
dengan konstitusinya disebut dengan Konstitusi RIS. Namun pada tanggal 17
Agustus 1950 (kurang dari satu tahun masa RIS) bentuk negara kembali ke bentuk
negara kesatuan dan lahirlah Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950. tugas
pemerintah di bidang eksekutif adalah menyelenggarakan kesejahteraan Indonesia
dan teristimewa berusaha supaya UUD, Undang-undang, dan peraturan-peraturan
lain dijalankan (Pasal 82). Untuk membentuk anggota DPR dan Dewan Konstituante,
dibawah UUDS tahun 1950 telah diselenggarakan Pemilu yang pertama kali tanggal
1 April 1954 hingga tanggal 16 Juli 1956. Pada tanggal 23 Maret 1956 Presiden
mengambil sumpah para anggota DPR di Istana Negara Jakarta dan pada tanggal 10
Nopember melantik anggota Konstituante di fedung Konstituante di Bandung.
Ternyata hasil pemilu itu kemudian menimbulkan masalah
dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia. Kemelut kabinet terus berlangsung dan
akhirnya Presiden Soekarno telah memutuskan menunjuk dirinya sendiri sebagai
Kepala Negara membentukk baru yang dilantik tanggal 9 April 1957 dipimpin oleh
Ir. Djoeanda selaku PM, Mr. Hardi selaku WAPERDAM I, K.H. Idham Khalid selaku
WAPERDAM II, kabinet itu terkenal dengan nama Kabinet karya. Berhubung kabinet
karya disandarkan kepada UUDS 1950 yang dinyatakan tidak berlaku melalui Dekrit
Presiden 5 Juli 1959, pada tanggal 6 Juli 1959 kabinet Djoeanda mengembalikan
mandat kepada Presiden. Pada tanggal 9 Juli Presiden membentuk Kabinet baru,
yaitu Kabinet Kerja. Kabinet Kerja terdiri dari tiga kelompok Menteri, yaitu:
Menteri Inti, Menteri Muda dan Menteri Ex Officio (KASAD, KSAU, KSAL, KKN,
Jaksa Agung, Wakil Ketua DPA dan Ketua Dewan Nasional). Susunan Kabinet Kerja
kemudian dilengkapi dengan Menko, Ketua DPR dan MPRS menjadi Menko, sedangkan
wakil ketuanya menjadi menteri.
Pelaksanaan pemerintahan dengan Demokrasi Terpimpin
ternyata mengarah ke pemusatan kekuasaan di tangan presiden. Keadaan ini
dibonceng oleh PKI dan akhirnya meletus peristiwa G.30 S.PKI tahun 1965.
Peristiwa ini sekaligus menarik garis pemisah masa pemerintahan sebelumnya
dengan sebutan Orde Lama dan Orde Baru. Langkah-langkah pertama pemerintahan
Orde Baru diawali dengan Supersemar tahun 1966. langkah konstitusional ditempuh
melalui siding-sidang umum MPRS pada tahun 1966, siding istimewa tahun 1967 dan
sidang umum V tahun 1968.
Berdasarkan ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966 dibentuk
Kabinet Ampera dengan Kep.Pres No. 163/1966. Program Kabinet Ampera terkenal
dengan nama Dwidharma Catur Karya. Pada tanggal 11 Oktober diadakan perubahan terhadap
Kabinet Ampera. Dalam sidang istimewa, MPRS melalui TAP No. XXXIII/MPRS/1967
kekuasaan Presiden Soekarno ditarik/dicabut dan Jenderal Soeharto diangkat
sebagai Pejabat Presiden. Dalam sidang umum MPRS V dengan TAP No.
XLIV/MPRS/1968 Jenderal Soeharto diangkat sebagai Presiden RI. Melalui TAP
No.XLI/MPRS/1968 telah ditetapkan pembentukan Kabinet Pembangunan. Struktur
Kabinet pembangunan terdiri atas 18 menteri yang memimpin departemen dan 5
menteri Negara.
Pada tanggal 29 Desember tahun 1986 telah disahkan dan
diundangkan Undang-undang No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Lahirnya UU ini telah memberikan penghargaan tersendiri bagi hukum
administrasi.
3. Pemerintahan
dalam zaman modern
Ciri-ciri yang paling penting dari negara ialah
pelaksanaan kekuasaan dalam arti menciptakan suatu ketertiban tertentu dalam
kenyataan. Sebagai kelanjutannya ditemukan “tugas-tugas negara yang lebih
klasik” dan “tugas-tugas negara yang lebih modern”.
Tugas-tugas§ Klasik Negara
adalah:
a. Melindungi bangsa dan wilayah terhadap serangan dari luar
(pertahanan)
b. Melindungi bangsa dan wilayah terhadap kerusuhan dari
dalam (pembentukan dan pemeliharaan hukum; polisi)
c. Penagihan uang pajak dan pengelolaan dana tersebut untuk
kepentingan pembiayaan tugas-tugas negara
Kementerian-kementerian “lama” yang paling terkenal adalah: Departemen Luar
Negeri dan Pertahanan, Dalam Negeri dan Kehakiman, demikian pula Departemen
Keuangan. Hukum Adminaistrasi Modern seringkali merupakan suatu akibat dari
kesukaran dan kebutuhan yang berbagai macam yang kerapkali ada kaitan langsung
dengan pertumbuhan penduduk.
Tugas-tugas§ Modern
Pemerintah adalah:
a. Jalan, sungai, perhubungan,
angkutan, pos, telekomunikasi
b. Pendidikan, Pemeliharaan kesehatan
c. Lingkungan, planologi dan Perumahan
rakyat
d. Perekonomian, pertanian dan
perikanan,perdagangan, industri
e. Urusan tenaga kerja, Jaminan sosial
f. Kebudayaan, Pengembangan masyarakat
C. Definisi dan Deskripsi Hukum
Administrasi
Deskripsi dari J.Oppenheim mengetengahkan perbedaan
terhadap tinjauan Negara oleh hukum tata negara dan oleh hukum administrasi.
Hukum Tata Negara menyoroti negara dalam keadaan bergerak. Pendapat selanjutnya
dijabarkan oleh C.Van Vollenhoven dalam definisi hukum tata negara dan definisi
hukum administrasi. Hukum Tata Negara adalah keseluruhan peraturan hukum yang
membentuk alat-alat perlengkapan negara dan menentukan kewenangan alat-alat
perlengkapan negara tersebut. Hukum administrasi adalah keseluruhan ketentuan
yang mengingat alat-alat perlengkapan negara, baik tinggi maupun rendah,
setelah alat-alat itu akan menggunakan kewenangan-kewenangan ketatanegaraan.
Prajudi Atmosudirdjo dalam bukunya Hukum Administrasi
Negara merumuskan definisi kerja hukum administrasi Negara adalah hukum
yang secara khas mengenai seluk beluk daripada administrasi Negara, dan terdiri
dari dua tingkatan. Hukum Administrasi Negara Heteronom, bersumber pada UUD,
TAP MPR, dan UU adalah hukum yang mengatur seluk beluk organisasi dan fungsi
administrasi Negara. Hukum Administrasi Negara Otonom, adalah hukum operasional
yang dicipta oleh Pemerintah dan Administrasi Negara sendiri.
D. Perkembangan Hukum Administrasi
Hukum administrasi telah berkembang dalam suasana
manakala pihak pemerintah mulai menata masyarakat dan dalam kaitan itu
menggunakan sarana hukum, umpamanya dengan menetapkan keputusan-keputusan
larangan tertentu atau dengan menerbitkan sistem-sistem perizinan. Perkembangan
hukum administrasi umum boleh dikatakan baru saja tumbuh sejak Perang Dunia Kedua
Dapat dikatakan bahwa perkembangan hukum (pemerintahan) administrasi umum
yang sedang giat dilaksanakan di banyak Negara, bergerak dalam tiga taraf
secara berturut-turut.
1. Pada mulanya perkembangan hukum administrasi umum itu
hanya merupakan suatu perkembangan dalam ilmu pengetahuan sendiri.
2. Perkembangan kedua yang penting dimulai dengan
diperkenalkannya peradilan administrasi Negara.
3. Perkembangan yang ketiga timbul manakala pembuat UU
memutuskan dengan tujuan menyelaraskan tindakan-tindakan pemerintah untuk
mengadakan “pembuatan UU umum”,
E. Lapangan Hukum Administrasi Khusus
dan Hukum Administrasi Umum
Yang dimaksudkan dengan lapangan hukum administrasi khusus adalah
peraturan-peraturan hukum yang berhubungan dengan bidang tertentu dari kebijaksanaan
penguasa. Sedangkan hukum administrasi umum adalah peraturan-peraturan hukum
yang tidak terikat pada suatu bidang tertentu dari kebijaksanaan penguasa. Dari
lapangan hukum administrasi khusus itulah kemudian dicari elemen-elemen umum
yaitu elemen yang terdapat dalam tiap lapangan khusus tersebut. Elemen yang
demikian itulah kemudian membentuk hukum administrasi umum.
1. Penelitian Lapangan Hukum Administrasi Khusus
W.F. Prins mengemukakan bahwa
perkembangan hukum administrasi bermula dari lapangan-lapangan khusus karena
kebutuhan untuk mengatur lapangan-lapangan pekerjaan pemerintahan dalam bidang
khusus tertentu. Dalam mengadakan penelitian dan mengembangkan hukum
administrasi disarankan agar dikembangkan bidang-bidang hukum administrasi yang
menunjang Pembangunan Nasional sesuai dengan arah Pembangunan yang digariskan
oleh Garis-Garis Besar Haluan Negara. Dengan demikian dapat dikembangkan
bidang-bidang hukum administrasi yang menunjang pembangunan pertanian,
perindustrian dan bidang-bidang lainnya.
2. Penelitian Lapangan Hukum Administrasi Umum
Untuk memperoleh gambaran dari
keseluruhan aspek hukum administrasi umum itu kita menggunakan cara pemikiran
yang berikut. Hubungan antara pihak pemerintah dengan masyarakat pada
masing-masing bidang urusan pemerintah ditandai oleh dua saluran kegiatan :
pihak pemerintah mempengaruhi masyarakat umum dan masyarakat mempengaruhi
kalangan pemerintah. Pihak pemerintah mempunyai tugas-tugas tertentu terhadap
masyarakat seperti melindungi masyarakat terhadap ancaman luar negeri atau
melaksanakan suatu kebijaksanaan lingkungan.
Beberapa keputusan pemerintah tertentu
mengakibatkan hasil-hasil pemilihan tertentu yang kembali dapat berpengaruh
pada timbulnya keputusan-keputusan pemerintah yang baru. Hukum tata negara dan
hukum administrasi memuat aturan-aturan yang menguasai jalannya lingkaran
politik dan pemerintahan.
F. Kedudukan Hukum Administrasi dalam
Lapangan Hukum
Hukum administrasi materiil terletak diantara hukum privat dan hukum
pidana. Hukum pidana berisi norma-norma yang begitu penting bagi kehidupan
masyarakat sehingga penegakan norma-norma tersebut tidak diserahkan pada pihak
partikelir tetapi harus dilakukan oleh penguasa. Hukum privat berisi
norma-norma yang penegakkannya dapat diserahkan kepada pihak partikelir.
Diantara kedua bidang hukum itu terletak hukum administrasi (hukum antara).
Hukum administrasi juga berhubungan dengan hukum internasional. Hubungan
antara hukum administrasi dengan hukum internasional tidak lepas dari hakekat
hukum administrasi sendiri, yakni hubungan antara penguasa dan rakyat.
Pelaksanaan perjanjian-perjanjian internasional oleh penguasa terhadap rakyat
akan menyentuh lapangan hukum administrasi, karena hukum administrasi merupakan
“instrumenteel recht”. Dalam hal ini sistem hukum kita menganut stelsel
dualisme, artinya suatu perjanjian internasional hanya mengikat negara dan
tidak mengikat rakyat. Untuk dapat mengikat rakyat diperlukan suatu
Undang-undang tersendiri.
G. Hukum Administrasi dan Ilmu
Pemerintahan Lain
Hukum administrasi bukan satu-satunya ilmu pengetahuan mengenai
pemerintahan umum. yang termasuk ilmu pemerintahan ialah ilmu hukum, sosiologi,
ilmu politik, yang objeknya adalah pemerintahan Ilmu pemerintahan yang
terpenting adalah: soal-soal keuangan negara, hukum administrasi, sosiologi
pemerintahan, dan ilmu politik pemerintahan.
Hukum administrasi jadinya hanya merupakan salah satu dari keseluruhan
ilmu-ilmu pemerintahan, yaitu bagian yang membahas aturan-aturan yang tertulis
dan yang tek tertulis dari pemerintahan umum. dalam ilmu pemerintahan dapat
ditemukan dua macam pendekatan: pendekatan empiris dan pendekatan normatif.
Pendekatan empiris bertujuan untuk menelaah pengaruh yang nyata dari
pemerintahan umum, sementara pendekatan normatif menelaah putusan-putusan
normatif.
H. Perkembangan Pemerintahan Umum di
Masa Depan
Hukum Administrasi itu terlibat dengan perkembangan-perkembangan yang
cepat. Sebelum membahas persoalan itu, perlu kiranya diingatkan bahwa hukum
administrasi modern itu bergantung dari dua macam dorongan :
a. Dorongan dari sudut politik dan pemerintahan. Hukum
administrasi tergantung dari apa yang dibayangkan oleh pihak politik sebagai
tugas dari pemerintah. Tentu saja politik itu tidak mengambil keputusan secara
otonom (mandiri) dalam tugas-tugas pemerintah. Perubahan-perubahan dalam
tugas-tugas pemerintah tercermin dalam hukum administrasi terutama dalam
perubahan-perubahan pada bagian-bagian khusus dari hukum administrasi.
b. Perkembangan dalam bidang hukum administrasi otonom. Dengan
tumbuhnya bagian-bagian khusus dari hukum administrasi kebutuhan juga
meningkat. pertumbuhan dan penyempurnaan hukum administrasi adalah suatu proses
otonom yang dapat dicapai dengan bantuan ilmu pengetahuan, peradilan dan
perundang-undangan umum.
BAB
II
SUMBER-SUMBER HUKUM ADMINISTRASI
SUMBER-SUMBER HUKUM ADMINISTRASI
A. Pengertian Sumber Hukum
Hukum dapat ditinjau dari berbagai aspek. Seseorang mampu
menjelaskan hukum positif yang berlaku dan secara bersamaan mampu menjelaskan
dengan tegas sumber-sumber tempat hukum positif itu dikaji. Ketika orang
menulis suatu studi yang bersifat sejarah, maka sumber-sumber hukum kebanyakan
itu adalah sumber-sumber hukum lain seperti hasil-hasil tulisan ilmu
pengetahuan yang lama, notulen dari sidang rapat, dsb.
B. Pancasila Sebagai Sumber Hukum
Dalam Tap MPR No. V/MPR/1973 tentang Peninjauan
Produk-Produk yang Berupa ketetapan-Ketetapan MPRS RI jo. Ketetapan MPR
No.IX/MPR/1978 tentang perlunya penyempurnaan yang termaktub dalam pasal 3 Tap
MPR No. V/MPR/1973, Pancasila Dinyatakan Sebagai Sumber Dari Segala Sumber
Hukum”. Yang artinya bahwa Pancasila adalah pandangan hidup, kesadaran dan
cita-cita hukum serta cita-cita mengenai kemerdekaan individu, kemerdekaan
bangsa, prikemanusiaan, keadilan sosial, perdamaian nasional dan mondial,
cita-cita politik mengenai sifat, bentuk-bentuk dan tujuan negara, cita-cita
moral mengenai kehidupan kemasyarakatan dan keagamaan sebagai pengejawantahan
dari Budi Nurani Manusia.
Dalam Tap MPRS No. XX/MPR/1966, bahwa Pancasila itu mewujudkan dirinya
dalam:
a. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945
(Yang dimaksud adalah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dibacakan oleh
Ir. Soekarno.)
b. Dekrit 5 Juli 1959
(Suatu keputusan Presiden RI, yang isinya:
a) Pembubaran Konstituante
b) Berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak
berlakunya lagi UUDS 1950
c) Pembentukan MPRS dan DPAS)
c. Undang-Undang Dasar Proklamasi, dan
(Adalah UUD 1945 yang terdiri dari Pembukaan / Preambule, batang Tubuh dan
Penutup.)
d. Serat Perintah 11 Maret 1966.
(Berisi perintah kepada Letnan Jendral Soeharto, Mentri/Panglima AD, untuk
dan atas nama Presiden/Panglima Tertinggi ABRI.)
C. Sumber hukum dalam Arti Formal
Sumber-sumber hukum dalam arti formal diperhitungkan
terutama “bentuk tempat hukum itu dibuat menjadi positif oleh instansi Pemerintahan
yang berwenang”. Dalam arti, bentuk wadah suatu badan pemerintahan tententu
dapat meciptakan badan hukum. Sumber Hukum (formal) di Indonesia, diatur dalam
MPRS No.XX/MPR/1966, berarti UUD 1945, Tap MPR, UU & PP sebagai Pengganti
UU (Perpu), PP, Keppres, Inpres, Permen, serta Instruksi Mentri & Surat
Mentri.
Skema Sumber Hukum Administrasi (dalam
arti formal)
(norma baerjenjang: gelede of getrapt
normstelling)
UUD 1945
Tap MPR
|
||||
UU / Perpu
|
||||
PP
|
||||
Keppres
|
||||
Peraturan pelaksanaan Bawahan lainnya
Keputusan Tata Usaha Negara: norma penutup
|
||||
PENJELASAN
1. UUD 1945
UUD 1945 ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada
tanggal 18 Agustus 1945. UUD ini berlaku hingga 27 Desember 1949, saat
berlakunya Konstitusi RIS. Setelah itu UUD 1945 hanya berlaku di negara bagian
RI. Namun Konstitusi RIS hanya berlaku selama 8 bulan, karena mayoritas rakyat
daerah-daerah bagian tidak menghendaki bentuk negara serikat. Untuk itu,
akhirnya ditetapkanlah UU Federal No.7 Tahun 1950.
Meski UUD 1945 hanya terdiri dari 37 Pasal, tetapi didalamnya telah diatur
hal-hal mendasar dalam berbagai bidang kehidupan. Oleh karena itu, ia semacam
“streefgrondwet”.
2. Tap MPR
Tap MPR ini merupakan putusan majelis yang yang mempunyai kekuatan hukum
mengikat ke luar dan ke dalam MPR. Dan memiliki arti penting di bidang hukum.
Bentuk Tap MPR ini pertama kali keluar pada 1960, yaitu Ketetapan MPRS RI
No.1/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik RI sebagai GBHN. Berdasarkan Tap MPRS
No.XX/MPRS/1966 (lampiran) bentuk putusan (peraturan) MPR ini memuat:
a. Garis-garis besar dalam bidang legislatif yang
dilaksanakan dengan UU.
b. Garis-garis besar dalam bidang eksekutif yang
dilaksanakan dengan Keputusan Presiden.
Hal ini juga berarti, Ketetapan MPR di satu pihak dapat dilaksanakan dengan
Keputusan Presiden.
3. UU / Perpu
Undang-undang adalah produk legislatif presiden (pemerintah) bersama DPR.
Untuk Perpu, harus mendapat persetujuan dari DPR dalam persidangan. Inisiatif
mengajukan usul Rancangan UU dapat berasal dari Presiden maupun DPR. Namun,
dalam hal-hal yang sifatnya memaksa, Presiden berhak menetapkan Peraturan
Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang (Perpu) yang sama derajatnya dengan
UU. Perbedaannya hanyalah bahw Perpu hanya dibuat oleh Presiden saja, sedang DPR
tidak dilibatkan. Dan Perpu itu hanya dibuat jika negara dalam keadaan darurat
saja. Namun, jika suatu Perpu tidak mendapat persetujuan DPR, Perpu itu harus
dicabut dan akibat hukum yang timbul harus diatur.
4. PP
Dalam Pasal 5 ayat (2) UUD 1945, ditentukan bahwa PP dibuat dan dikeluarkan
oleh Presiden untuk melaksankan UU. PP memuat aturan-aturan yang sifatnya umum.
MA dalam pemeriksaan tingkat kasasi berwenang untuk menyatakan tidak sah,
dengan alasan kerena PP tersebut bertentangan dengan PP yang lebih tinggi.
5. Keppres
Keppres dikeluarkan oleh Presiden, berbeda dengan PP, Keppres ini memuat
keputusan yang bersifat khusus (einmalig). Seperti diatur dalam Tap MPR
No.XX/MPRS/1966. dalam prakteknya, ada tiga macam Keppres, yaitu:
a. Keppres yang berisi pengangklatan seseorang menjadi
Mentri atau menjadi Duta Besar atau Guru Besar atau Dirjen suatu Departemen.
b. Keppres yang berisi pemberian
tunjangan kepada pejabat negara tertentu.
c. Keputusan Presiden yang mengatur
hal-hal tertentu.
6. Peraturan Pelaksanaan Bawahan Lainnya
Peraturan Pelaksanaan Bawahan lainnya, seperti:
a. Peraturan Mentri dan Surat Keputusan Mentri
Adalah peraturan yang dikeluarkan oleh seorang Mentri, yang berisikan
ketentuan-ketentuan tentang bidang tugasnya. Selain itu masih ada Surat
Keputusan Mentri (keputusan Mentri yang sifatnya khusus mengenai masalah
tertentu di bidang tugasnya), Surat Keputusan Bersama (dibuat oleh beberapa
Mentri), Instruksi Mentri dan Surat Mentri.
b. Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah
Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut sistem Desentralisasi,
yang terbagi-nagi dalam daerah-daerah otonom. Perda dapat memuat Ketentuan
tentang ancaman pidana kurungan selama-lamanya 6 bulan atau denda
sebanyak-banyaknya lima puluh ribu rupiah, dengan atau tidak dengan merampas
barang tertentu untuk negara. Perda ditangani oleh Kepala Daerah dan ditanda
tangani serta oleh Ketua Dewan Perwkilan Rakyat Daerah. Selain itu ada juga
Keputusan Kepala Daerah yang ditetapkan untuk melaksanakan Perda atau
Urusan-urusan dalam rangka tugas pembantuan.
c. Hukum Tidak Tertulis
Adalah hkum yang tidak dibentuk oleh sebuah badan legislatif (unstatutory
law), yaitu hukum yang hidup sebagai konvensi di badan-badan hukum negara,
hukum yang timbul karena putusan hakim, dan hukum kebiasaan yang hidup di dalam
masyarakat. Singkatnya adalah “Hukum Adat” yang dipakai dalam ilmu pengetahuan
hukum.
d. Hukum Internasional.
Adalah keseluruhan kaedah-kaedah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau
persoalan yang melintasi batas-batas negara, yaitu antar negara-negara, atau
antar negara denga subyek hukum bukan negara satu sama lain.
7. Keputusan Tata Usaha Negara (administratieve
beschikking): norma penutup
Keputusan ini dibuat baik untuk menyelenggarakan hubungan dalam lingkungan
alat-alat perlengkapan negara yang membuatnya dengan seorang partikelir.
8. Doktrin
Adalah pendapat pendapat para pakar dalam bidangnya amsing-masing yang
berpengaruh. Pendapat ini sering digunakan sebagai sumber dalam pengambilan
keputusan, terutama oleh para hakim.
D. Sumber Hukum dalam Pengertian
Sosiologis
Sumber-sumber hukum dalam artian sosiologis merupakan
lapangan pekerjaan bagi seorang sosiolog hukum. Namun penelaahan sumber-sumber
hukum juga dapat relevan bagi seseorang yang mempelajari hukum dalam sisi yang
formal yang akhir-akhir ini sering dibandingkan dengan sumber-sumber sosiologis
hukum.
Macam-macam faktor sosiologis, yaitu:
1. Situasi sosial-ekonomis menetukan isi perundang-undangan
dalam bidang-bidang harga, hubungan tenaga kerja, penggajian, dll.
2. Hubungan-hubungan politik dalam corak penting dalam
menentukan apakah suatu tugas umum tertentu dilakukan oleh provinsi atau kota
praja atau oleh pemerintah pusat atau badan-badan swasta.
E. Sumber Hukum dalam Pengertian
Sejarah
Dalam arti sejarah, istilah sumber memiliki dua makna:
1) Sebagai sumber pengenal dari hukum yang berlaku pada
suatu saat tertentu
2) Sebagai sumber tempat asal pembuat UU yang menggalinya
dalam sistem suatu aturan menurut UU.
Menurut para sejarawan hukum, hal yang paling penting
adalah sumber pertama., yaitu dokumen-dokumen resmi kuno, buku-buku ilmiah,
majalah-majalah, dsb.
BAB III
SUSUNAN PEMERINTAH
A. Tinjauan Umum
Dalam membuat struktur dalam dan hubungan pemerintahan
umum mutlak bahwa yang digunakan adalah bahasa yang sama dan tingkat pengertian
yang sama. Perlu didapatkan suatu gambaran yang baik dalam berbagai macam
kelembagaan pemerintah. Karena di banyak negara orang melihat bahwa
lembaga-lembaga pemerintah selalu berubah-ubah. Untuk badan-badan yang
terpenting dari Pemerintah Pusat, propinsi-propinsi dan kotapraja-kotapraja
umumnya cukup stabil (tidak berubah), akan tetapi untuk badan-badan
pemerintahan, BUMN, dan sebagainya terlihat dinamika/perubahan yang cukup
besar. Misalnya BUMN yang diswastakan atau perusahaan swasta yang
dinasionalisasikan.
Dalam menciptakan tata tertib dalam banyaknya
bentuk-bentuk organisasi itu dapat dilakukan paling baik dengan pndekatan pada
struktur formal dari organisasi pemerintahan seperti yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan dengan cara pendekatan bersifat yuridis
pemerintahan. Pendekatan yang bersifat yuridis pemerintahan menyangkut hal
bahwa kita bertolak dari istilah-istila dan pertimbangan-pertimbangan yang
bersifat yuridis. Ada 4 macam pembedaan yang penting dalam hal ini, yaitu :
a. Pembedaan antara Wewenang yang sifatnya Hukum Publik
dengan Wewenang Hukum Perdata.
Wewenang hukum publik adalah wewenang untuk menimbulkan
akibat-akibat hukum yang sifatnya hukum publik, seperti mengeluarkan
aturan-aturan, mengambil kaputusan-keputusan atau menetapkan suatu rencana
dengan akibat-akibat hukum. Badan-abadan yang memiliki hukum publik dan
dewan-dewan yang memiliki wewenang ini disebuta ” badan-badan pemerintahan
administratif dan yang mengeluarkan aturan-aturan.”
Wewenang hukum perdata dimiliki oleh orang-orang pribadi
dan badan-badan hukum. Suatu lembaga pemerintahan hanya dapat melakukan
wewenang hukum perdata, jika merupakan badan hukum sesuai dengan hukum perdata
: negara, propinsi, kotapraja, badan-badan umum atau lembaga yang memiliki
wewenang hukum secara eksplisit/nyata.
Wewenang hukum publik hanya dapat dimiliki dan harus dimasukkan
dalam golongan penguasa. Badan yang bersangkutan dapat berbentuk suatu badan
yang didirikan oleh UU, tetapi dapat juga suatu badan pemerintahan dari
yayasan/lembaga yang sifatnya hukum perdata yang memiliki wewenang hukum
publik. Akan tetapi ini tidak berlakuk bagi lembaga-lembaga yang punya wewenang
hukum perdata. Akan tetapi perlu dibuat suatu ukuran tambahan untuk menyaring
lembaga-lembaga mana dengan wewenang hukum perdata yang harus digolongkan dalam
pihak Pemerintah, karena memang badan-badan swasta punya wewenang itu, sehingga
lembaga-lembaga dengan hukum perdata termasuk dalam desentralisasi
(fungsional).
b. Pembedaan antara Surat Keputusan Pembentukan Badan yang
bersifat Hukum Publik dengan yang bersifat Hukum Perdata.
Jika pembentukn suatu organisasi/badan hukum terjadi
sesuai atau menurut UU atau ditetapkan dalam suatu putusan organisasi yang
bersifat hukum publik, maka badan hkum itu memiliki wewenang yang tergolong
organisasi pemrintah. Selain itu suatu organisasi fungsional dapat didirikan
dalam bentuk yayasan atau perseroan terbatas ini yang disebut badan hukum atas
dasar surat keputusan pendirian menurut hukum perdata.
Bentuk organisasi fungsional (badan hukum) yang tidak
termasuk negara, kotapraja atau propinsi yang pendiriannya berdasarkan surat
keputusan organisasi hukum publik, harus digolongkan dalam desentralisasi
fungsional. Walau suatu kembaga yang demikian tidak memiliki wewenang hukum
publik dan hanya memiliki wewenang hukum perdata, masih saja harus ditentukan
bahwa lembaga itu bagian dari organisasi pemerintahan.
c. Pembedaan
antara para Pegawai dan Pejabat Negara.
Wewenang yang sifatnya hukum publik justru yang bersifat
hukum perdata dapat dilaksanakan oleh para pegawai yang secara hirarkis masih
pegawai rendahan yang memiliki wewenang sesuai dengan undang-undang atau yang
disebut dekonsentrasi.
Yang digolongkan dalam desentralisasi di Belanda adalah :
· Provinsi dan Kota Praja
· Badan-badan yang mewakili wewenang
hukum publik
Badan-badan/Badan-badan hukum yang mewakili
wewenang· hukum perdata yang ditetapkan dengan
atau berdasarkan UU
· Lembaga pemerintahan yang menurut surat
keputusan organisasi mereka memperoleh otonomi tertentu terhadap mentri
Yang tidak tergolong dalam desentralisasi adalah
pelaksanaan wewenang oleh para pegawai (dekonsentrasi) dan penggunaan bentuk
yayasan dan perseroan terbatas oleh pihak pemerintah (jika perlu disebut juga
sebagai desentralisasi fungsional yang sifatnya hukum perdata). Dengan membuat pembedaan
antara badan-badan hukum yang didirikan dengan atau berdasarkan undang-undang
dengan badan-badan hukum yang lain, maka tanggung jawab pemerintah sudah
ditandai dengan jelas. Berbeda dengan desentralisasi fungsional yang bersifat
hukum perdata, pertanggungjawaban itu juga diuraikan dengan jelas dalam satu
atau lebih perundang-undangan yang dapat diketahui oleh setiap orang.
B. Hubungan Antara Tingkat-Tingkat
Dalam Pemerintahan
Mengenai hubungan diantara tingkat-tingkat dalam
pemerintahan harus dibedakan diantara :
a. Hubungan
Vertikal (Pengawasan, Kontrol)
Pengawasan dilaksanakan oleh badan-badan Pemerintah yang
bertingkat lebih tinggi terhadap badan-badan yang lebih rendah. Untuk
pengawasan ada beberapa alasan, sbb:
1. Koordinasi: mencegah atau mencari penyelesaian
konflik/perselisihan kepentingan, misalnya diantara kotapraja-kotapraja.
2. Pengawasan Kebijaksanaan: disesuaikannya kebijaksanaan
dari aparat pemerintah yang lebih rendah terhadap yang lebih tinggi.
3. Pengawasan Kualitas: kontrol atas kebolehan dan kualitas
teknis pengambilan keputusan dan tindakan-tindakan aparat pemerintah yang lebih
rendah.
4. Alasan-alasan Keuangan: peningkatan kebijaksanaan yang
tepat dan seimbang dari aparat pemerintah yang lebih rendah.
5. Perlindungan hak dan kepentingan
warga: dalam situasi tertentu mungkin diperlukan suatu perlindungan khusus
utnuk kepentingan dari seorang warga.
Beberapa bentuk pengawasan (kontrol):
1. Pengawasan Represif, yaitu
pengawasan yang dilakukan kemudian.
2. Pengawasan Preventif, yaitu
pengawasan yang dilakukan sebelumnya.
3. Pengawasan Positif.
4. Kewajiban untuk memberi tahu.
5. Konsultasi dan Perundingan
6. Hak Banding Administratif
7. Dinas-Dinas Pemerintah yang
didekonsentrasi
8. Keuangan
9. Perencanaan
10. Pengangkatan untuk Kepentingan
Pemerintah Pusat
Aturan-aturan tentang pengawasan dalam Undang-Undang
Tertulis, misalnya yang terwujud dalam tuntutan bahwa suatu persetujuan hanya
dapat ditolak dengan alasan-alasan tertentu dalam yurisprudensi di negeri
Belanda ditemukan asas-asas pemerintahan yang baik yang tertulis. Asas-asas
yang penting, sbb:
- Asas Legalitas (pelaksanaan
pengawasan harus berdasarkan kewenangan menurut UU)
- Asas Pengawasan Terbatas (pengawasan yang dibatasi pada
sasaran yang telah dijadikan pedoman pada waktu kewenangan itu diberikan)
- Asas Motivasi (pengawasan harus dapat mendukung keputusan
yang diambil berdasarkan pengawasan dan keputusan yang harus dimotivasi kepada
masyarakat luas)
- Beberapa asas tentang prosedur seperti asas kecermatan
- Asas Kepercayaan
b. Hubungan
Horizontal (Kerjasama)
Banyak tugas pemerintah hanya dapat dilaksanakan secara
memuaskan melalui jalan kerjasama. Ada beberapa negara yang dapat ditemukan
adanya kemungkinan kerjasama yang sifatnya hukum pubik diantara para pejabat
instansi berdasarkan UU. Undang-Undang ini terdiri dari tiga macam kerjasama,
yaitu:
1. Fungsi yang dipusatkan
Beberapa wewenang dari kotapraja yang
ikut ambil bagian, diserahkan/dikuasakan pada salah satu dari yang mengambil
bagian, yaitu suatu kotapraja yang merupakan suatu sentrum(pemusatan) yang
besar.
2. Badan/Lembaga untuk Bersama
Lembaga ini hanya memiliki wewenang
untuk melaksanakan wewenang yang sifatnya hukum publik.
3. Badan Hukum Untuk Bersama
Suatu badan hukum menurut undang-undang
hukum perdata dengan adanya lembaga-lembaga yang bersifat hukum publik.
C. Susunan Pemerintah Negara Indonesia
(Umum)
Susunan organisasi RI terdiri dari dua susunan utama,
yaitu susunan organisasi negara tingkat pusat dan tingkat daerah.
Badan-badan kenegaraan yang diatur dalam UUD 1945 yaitu
MPR, Presiden, DPA, DPR, BPK, dan MA. Sebagai konsekuensi sistem desentralisasi
yang dianut oleh NKRI, tidak semua urusab pemerintahan diselenggarakan sendiri
oleh pemerintah pusat. Berbagai urusan pemerintahan dapt diserahkan atau
dilaksanakan atas bantuan satuan-satuan pemerintahan yang lebih rendah dalam
bentuk otonomi atau tugas pembantuan. Susunan pemerintahan tingkat pusat diatur
dalam UUD dan dalam bebagai peraturan perundang-undangan lainnya. Sedangkan urusan
pemerintahan yang yang diserahkan kepada daerah, menjadi urusan rumah tangga
daerah. Dan terhadap urusan pemerintahan yang diserahkan itu, daerah mempunyai
kebebasan untuk mengatur dan mengurus sendiri dengan pengawasan dari pemerintah
pusat atau satuan pemerintahan yang lebih tinngi tingkatannya dari daerah yang
bersangkutan.
Susunan pemerintahan tingkat daerah diatur dalam UU dan
terdiri dari berbagai tingkat seperti Daerah Tk.1 dan Daerah TK.2.
D. Lembaga-Lembaga Negara
(1). Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
MPR merupakan lembaga tertinggi negara
yang tugasnya menetapkan UU, menetapkan GBHN, dan memilih serta mengangkat
presiden dan wakil pesiden. Sedangkan kekuasaan mengubah UUD dikelompokkan
sebagai wewenang.Selain mengubah UUD, ketetapan MPR tersebut mementukan juga
wewenang lain yang diatur secara tegas dalam UUD.
(2). Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Sistem ketatanegaraan RI memiiki 2
badan perwakilan tingkat pusat yaitu MPR dan DPR. Tiap UU menghendaki
persetujuan DPR. Presiden yang embentuk UUD dengan persetujuan DPR akan tetapi
persetujuan DPR bukanlah menunjukkan bahwa presiden mempunyai kekuasaan lebih
besar dari DPR dalam membentuk UU. DPR mempunyai hak inisiatif ntuk mengajukan
Rancangan UU. Tugas umum lain DPR adalah mengawasi jalannya pemerintahan.
(3). Dewan Perwakilan Agung (DPA)
Susunan DPA diatur dengan UUD sedangkan
hak an kewajibannya adalah memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan berhak
mengajukan usul kepada pemerintah. Menurut Tap MPR No.III/MPR/1978 (Tap MPR
No.VI/MPR/1973) menegaskan bahwa:
a. DPA adalah sebuah badan penasehat pemerintah
b. DPA berkewajiban memberi jawaban atas pertanyaan
presiden.
c. DPA berhak mengajukan usul dan wajib memberkn
pertimbangan kepada pemerintah akan tetapi sifatnya tidak mengikat secara hukum.
(4). Mahkamah Agung (MA)
Mahkamah Agung adalah lembaga negara
yang menjalankan kekuasaan kehakiman teritinggi di negara RI serta penadilan
negara tertinggi dari semua badan peradilan di Indonesia.
Wewenang Mahkamah Agung adalah :
a. Memeriksa dan memutuskan:
b. Menguji secaramateril peraturan perundang-undangan yang
tingkatannya lebih rendah dari Undang-Undang.
c. Memutuskan dalam tingkat pertama dan terakhir semua
sengketa yang timbul
d. Memberikan nasehat hukum kepada presiden dalam rangka
pemberian grasi.
e. Memberikan pertimbangan dalam bidang hukum baik diminta
atau tidak diminta kepada lembaga tinggi negara lain.
f. Melaksanakan pengawasan tertinggi terhadap peradilan,
meminta keterangan mengenai hal-hal teknis peradilan, memberi petunjuk, peringatan
pada semua lingkungan peradilan.
(5). Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
BPK adalah lembaga negara yang diadakan
untuk memeriksa tanggungjawab tentang keuangan negara dan dalam menjalankan
tugasnya, BPK harus terjamin lepas dari pengaruh dan campur tangan pemerintah
termasuk dari seua unsur-unsur kekuasaan negara lain.
E. Penyelenggaraan Pemerintah Pusat
(1). Presiden
Presiden ialah penyelenggara pemerintah
tertinggi dibawah majelis. Dalam menjalankan pemerintahan negara, kekuasaan dan
tanggungjawab adalah di tangan presiden. Sebagai pemegang kekuasaan
pemerintahan (eksekutif) tertinggi,presiden menjalankan kekuasaan:
a. Kekuasaan Dalam Bidang Pemerintahan
(Eksekutif)
Presiden beserta seluruh unsur
administrasi negara lainnya, menyelenggarakan pemerintahan sehari-hari.
Penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari mencakup semua lapangan administrasi
negara, baik yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, ketentuan tak
tertulis maupun berdasarkan kebebasabbertindak untuk mencapai tujuan pembentukan
pemerintahan seperti diamanatkan oleh pembukaan UUD.
b. Kekuasaan presiden di bidang
perundang-undangan
Kekuasaan ini terdiri dari berbagai
bentuk :
Pembentukan§ Undang-Undang
Pembentukan§ peraturan
pemerintah (sebagai) pengganti UU.
Peraturan§ pemerintah
Keputusan§ Presiden
c. Kekuasaan di bidang kehakiman
Presiden memberikan grasi, amnesti,
abolisi dan rehabilitasi.
(2) Wakil Presiden
Presiden dibantu oleh satu orang wakil
presiden. Wajil presiden bisa dianggap sebagai yang membantu presiden.
Wk.presiden bertanggngjawab kepada presiden tidak kepada MPR dimana presidenlah
yang menentukan bidang tugas wakil Presiden.
(3). Menteri dan Departemen
Menteri adalah pembantu presiden dan
memimpin departemen pemerintahan. Susunan organisasi Departemen terdiri Menteri
sebagai pimpinan Departemen
(4). Lembaga Pemerintah Non
Departemen
Lembaga Pemerintah Non Departemen
adalah badan pemerintahan tingkat pusat yang menjalankan wewenang, tugas dan
tanggung jawab menyelenggarakan pemerintahan (eksekutif) di bidang-bidang
tertentu, seperti pertahanan, statistik, perencanaan dsb. Badan pemerintahan
ini berada dibawah dan bertanggungjawab langsung di bidang tertentu dan
langsung kepada presiden dengan kedudukan yang lebih rendah dari departemen. Badan
pemerintahan ini sama sebagai lembaga pemerintah non departemen, selain
perbedaan dalam tugas dan fungsi terdapat juga perbedaan-perbedaan lain seperti
:
a. Perbedaan penamaan kelembagaan
b. Perbedaan penyebutan pimpinan
c. Perbedaan kewenangan dalam pengangkatan ejabat dalam
lingkungan lembaga
d. Keuangan
e. Susunan organisasi secara vertikal
Lembaga Pemerintah Non Departemen, antara lain :
Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan nasional (BAKORSURTANAL), Lembaga
Administrasi Negara (LAN), Lembaga Sandi Negara, Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (BAPPENAS), Lembaga Penerbangan dan antariksa Nasional (LAPAN), Arsip
Nasional Republik Indonesia (Arsip Nasional), Dewan Pertahanan Keamanan
Nasional (Dewan Hankamnas), Badan Urusan Logistik (Bulog), Badan Pembinaan
Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7),
Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN), Badan Pengkajian dan Penerapan
Tekhnologi (BPP Tekhnologi), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP),
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM), Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN), Badan Koordinasi
Intelijen Negara (BAKIN), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan
Pertanahan Nasional (BPN), Badan Pusat Statistik (BPS)
F. Penyelenggaraan Pemerintah Tingkat
Daerah
a. Daerah Otonom Tingkat I dan Tingkat II
Negara Republik Indonesia merupakan negara kepulauan.
Dewasa ini, sistem ketatanegaraan RI adalah Desentralisasi, tidak hanya
dihadapkan pada kenyataan wilayah RI yang luas dan beragam dan keinginan untuk
memelihara kesatuan susunan ketatanegaraan RI tetapi didorong pula pertimbangan
untuk membentuk pemeritahan di daerah yang didasarkan pada permusyawaratan dn
perwakilan serta sistem pemerintahan. Maka penyelenggaraan pemerintahan yang
sentralistik sangat dibatasi.
(1). Desentralisasi dan Dekonsentrasi
Desentralisasi mengandung makna bahwa wewenang untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan tidak semata-mata dilakukan oleh pemerintah pusat,
akan tetapi penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah atau daerah tingkat
atasnya kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya.
Dekonsentrasi merupakan pelimpahan wewenang dari pemerintah atau
kepala wilayah atau kepala instansi vertikal tinkat atasnya kepada
pejabat-pejabatnya di daerah.
(2). Pemerintah Daerah
Pemerintah daerah terdiri dari kepala daerah dan DPRD. Kepala daerah
merupakan alat perlengkapan (unsur-unsur pemerintah daerah) yang berdiri
sendiri disamping DPRD dimana kepala daerah sebagai pemegang kekuasaan
eksekutif daerah.
Kepala Daerah§
DPRD§
Alat§ Perlengkapan
Daerah lainnya
Keuangan§ Daerah
Pengawasan§ (umum,
preventif dan represif)
Kerjasama§ Antar daerah
b. Pemerintahan Wilayah
Pemerintah wilayah adalah perwujudan asas dekonsentrasi
yang merupakan salinan berjenjang dari pusat hingga ke daerah. Ada 2 macam
pemerintahan wilayah yaitu pertama yang menjlankan fungsi-fungsi pemerintahan
umum adalah provinsi, kabupaten/kotamadya dan kecamatan. Yeng kdua menjalankan
fungsi-fungsi pemerintahan adalah kantor perwakilan departemen atau kantor
perwakilan diretorat jenderal
c. Pemerintahan Desa
Pemerintahan desa yang asli diselenggarakan brdasarkan
hukum adat akan tetapi saat ini pemerintahan desa diatur menurut undang-undang,
salah satunya adalah UU No.5 Thun 1979 dimana dalam UU ini menegaskan bahwa
desa sebagai satuan pemerintahan terbawah yang mempunyai hak mengatur dan
mengurus rumah tangga seniri atau desa sebagai daerah otonom disamping daerah
otonom tingkat I dan II. Susunan pemerintahan daerah teriri dari kepala desa
dan Lembaga Musyawarah Desa (LMD).
BAB IV
KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA
(BESCHIKKING)
A. Ciri- Ciri Keputusan Tata Usaha
Negara/Keputusan Administratif
Keputusan administratif dalam praktiknya tampak dalam
bentuk keputusan-keputusan yang sangat berbeda namun memiliki ciri-ciri yang
sama. Keputusan ini diperlukan untuk dapat mengenal dalam praktek
keputusan-keputusan/tindakan-tindakan tertentu sebagai keputusan administratif
karena hukum positif mengikatkan akibat-akibat hukum tertentu pada
keputusan-keputusan tersebut, contohnya suatu penyelesaian hukum melalui hakim
tertentu.
Dalam praktek pemerintahan di Indonesia bentuk keputusan
tata usaha negara diantaranya : SK Pengangkatan pegawai, Akte Kelahiran, Surat
Izin Mengemudi (SIM),dll. Dalam rangkaian norma hukum, keputusan tata usaha
negara merupakan norma tertutup. Sebagai contoh dapat dikemukakan tentang izin
mendirikan bangunan. Dengan adanya perda tentang bangunan, seseorang tidak
dibenarkan mendirikan bangunan tanpa adanya izin.
Apabila kita melihat dampak suatu keputusan terhadap
orang, maka kita dapat melakukan pembagian sebagai berikut :
a) Keputusan dalam rangka ketentuan larangan atau
perintah.
Sistemnya adalah bahwa Undang-Undang melarang suatu tindakan tertentu atau
tindakan-tindakan tertentu yang saling berhubungan. Terdapat bentuk hukum dalam
keputusan ini yaitu dispensasi dan konsesi. Dispensasi berbicara
tentang larangan dalam Undang-Undang yang bersangkutan memang secara tegas
dimaksudkan sebagai larangan dan kekecualian saja yang dapat memberikan
kebebasan. Konsesi berarti kepentingan umum justru menuntut kegiatan-kegiatan
dari si penerima konsesi.
b) Keputusan yang menyediakan sejumlah uang.
Subsidi yang diberikan atau dikeluarkan oleh penguasa karena penguasa ingin
melancarkan kegiatan-kegiatan masyarakat tertentu. Contohnya di Belanda,
orang-orang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka, mempunyai hak
atas suatu pembayaran tunjangan berdasarkan Algemene Bijstandswet
(Undang-Undang Bantuan Umum) juga berbagai asuransi sosial dan asuransi rakyat
memberikan hak atas tunjangan dalam keadaan tertentu. Selanjutnya Undang-Undang
Tata Ruang Belanda dapat memberikan hak atas pemberian ganti rugi kepada orang
yang menderita kerugian.
c) Keputusan yang membebankan suatu kewajiban
keuangan.
Sebagai contoh yang paling penting adalah penetapan
pajak.
d) Keputusan yang memberikan suatu kedudukan.
Diartikan sebagai keputusan-keputusan yang menyebabkan dapat
diperlakukannya beberapa peraturan yang saling berkaitan bagi seseorang
tertentu atau suatu denda tertentu. Misalnya, pengangkatan seorang pegawai
negeri dalam arti dari Undang-Undang Kepegawaian.
e) Keputusan penyitaan
Suatu organ penguasa melalui jalan hukumpublik dapat menadakan penyitaan
atas barang-barang dari warga atau untuk digunakan demi kepentingan umum,dll.
Ada juga pembagian-pembagian lain karena saling berkaitan antara akibat
hukum tertentu dimana ada kewenangan untuk menarik kembali atau membuat
peraturan, antara lain :
a) Keputusan yang bebas dan yang
terikat.
b) Keputusan yang memberi keuntungan
dan yang memberi beban.
c) Keputusan yang seketika akan berakhir
dan yang berjalan lama.
d) Keputusan yang bersifat perorangan
dan yang bersifat kebendaan.
B. Kompetensi : Atribusi, Delegasi,
Mandat
Atribusi adalah wewenang yang melekat pada suatu jabatan
(pasal 1 angka 6 UU no. 5 Tahun 1986 menyebutnya: wewenang yang ada pada badan
atau pejabat tata usaha negara yang dilawankan dengan wewenang yang
dilimpahkan). Delegasi dalam hal ada pemindahan atau pengalihan suatu
kewenangan yang ada. Apabila kewenangan itu kurang sempurna berarti bahwa
keputusan yang berdasarkan kewenangan itu kurang sempurna, berarti keputusan
berdasarkan kewenangan itu tidak sah menurut hukum. Pemikiran negara hukum
menyebabkan bahwa penguasa ingin meletakkan kewajiban kepada para warga maka
kewenangan itu harus ditemukan dalam suatu Undang-Undang formal. Sedangkan
mandat, tidak ada sama sekali pengakuan kewenangan atau pengalihan kewenangan.
Disini menyangkut janji-janji kerja intern antara penguasa dan pegawai.
C. Susunan Intern
Terdapat unsur-unsur yang sama dalam jenis-jenis
keputusan, adalah sebagai berikut :
a) Nama dari organ yang berwenang
b) Nama dari yang di alamatkan dan nama
dari suatu objek tertentu
c) Kesempatan yang menimbulkan suatu
keputusan
d) Suatu ikhtisar dari peraturan
perundang-undangan yang cocok
e) Penetapan fakta-fakta yang relevan
f) Pertimbangan-pertimbangan hukum
g) Keputusan
h) Motivasi dalam arti yang sempit
i) Pemberitahuan-pemberitahuan lebih
lanjut
j) Penandatanganan oleh organ yang
berwenang
D. Keputusan menurut Wet AROB (Belanda)
Keputusan-keputusan disini masih ada yang secara lisan
namun di kemudian hari dibuat suatu keputusan yang tertulis dan harus berasal
dari suatu organ administratif. Pengertian organ administratif ada kaitannya
dengan kekuasaan pemerintah jadi suatu keputusan secara definisi berasal dari
suatu organ pemerintahan.
Dalam hukum Belanda pada umumnya tidak terbuka banding
yang langsung pada seorang hakim (administratif). Hal inidikarenakan sebagian
hukumnya mempunyai dasar-dasar historis. Berdasakan ketentuan-ketentuan
delegasi juga organ-organ penguasa seringkali berwenang untuk membuat peraturan
perundang-undangan dalam arti material dan harus terbuka untuk hukum jabatan
yang langsung. Akan tetapi kita harus menyadari, bahwa AROB tidak pernah hanya
melangkah berdasarkan bentuk luar dari suatu keputusan namun merupakan sebagai
suatu keputusan yang berdasarkan suatu keputusan yang bertujuan umum atau
tindakan hukum menurut hukum perdata. Kebanyakan keputusan itu sifatnya
individual yang berarti bahwa ditujukan kepada satu oarang atau suatu kelompok
tertentu.
E. Keputusan Tata Usaha Negara menurut
Undang-Undang No. 5 Tahun 1986
Berdasarkan ketentuan pasal 1 ayat 4 UU No. 5 Tahun 1986,
bahwa sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata
Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat
Tata Usah Negara , baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat
dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara termasuk sengketa kepegawaian
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi KTUN adalah suatu
penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara
yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual dan final,
yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Dalam kaitannya dengan KTUN, di samping keputusan
pelaksanaan juga ada keputusan bebas. Di Belanda untuk keputusan terikat diatur
dengan peraturan perundang-undangan hukum tertulis, namun untuk keputusan bebas
dapat diatur dengan hukum tak tertulis.
Hukum Tata Usaha Negara = Hukum
Administrasi
Hukum Administrasi = Hukum publik
Tindakan Hukum TUN = Tindakan Hukum
Publik
Bagi pemerintah, dasar untuk melakukan perbuatan hukum
publik adalah adanya kewenangan yang berkaitan dengan suatu jabatan. Jabatan
memperoleh wewenang melalui 3 sumber yakni : atribusi, delegasi dan mandat akan
melahirkan kewenangan. Sedangkan, dasar untuk melakukan perbuatan hukum privat
adalah adanya kecakapan bertindak dari subyek hukum. Dengan perbedaan tersebut,
tanggung gugat sehubungan dengan suatu hukum perbuatan dalam perbuatan hukum
publik adalah pada para pejabat, sedangkan tanggung gugat sehubungan dengan
suatu perbuatan hukum privat yang dilakukan pemerintah adalah badan hukum.
F. Macam-Macam Keputusan Tata Negara
Keputusan menurut pendapat Van der Wel, membedakan
diantaranya :
a) De rechtsvastellende beschikkingen
b) De constitutieve beschikkingen, terdiri atas
§ Belastende Beschikkingen (keputusan yg
memberi beban)
§ Begunstigende Beschikkingen (keputusan
yg menguntungkan); Stasus Verleningen (penetapan status)
c) De Afwijzende Beschikkingen (keputusan penolakan)
BAB V
SARANA TATA USAHA NEGARA II
(SARANA-SARANA HUKUM LAINNYA)
A. Peraturan Perundangan-undangan
(Algemeen Verbindende Voorschriften) Dan Keputusan keputusan
Tata Usaha Negara yang memuat Pengaturan bersifat Umum
(Besluiten Van Algemen Strekking)
Ketetapan Majelis Pemusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS)
RI Nomor XX/MPRS/1966 tentang memorandum DPR GR mengenai sumber tata tertib
hukum republik Indonesia dan tata urutan peraturan peraturan perundangan RI
menggunakan istilah peraturan perundang-undangan selaku penamaan bagi semua
produk hukum tertulis yang dibuat dan diberlakukan oleh Negara berdasarkan tata
urutan peraturan perundangan menurut UUD 1945.
Tap MPRS RI. Nomor XX/MPRS/1966 mengemukakan pelbagai
bentuk peraturan perundangan-undangan menurut Undang-Undang Dasar 1945,sebagai
berikut:
- UUD 1945,
- Ketetapan MPR.
- Undang-undang + peraturan pemerintah
pengganti undang-undang,
- Peraturan pemerintah,
- Keputusan presiden
- Peraturan-peraturan pelaksanaan
lainnya,seperti:
- Peraturan menteri,
- Instruksi menteri,
- Dan lain-lainnya.
Sebagaimana ternyata,tidak semua peraturan
perundang-undangan dibuat badan kekuasaan legislatif, pemerintah pusat, dan
badan-badan pembuat peraturan pada pemerintahan daerah di tingakt I dan II.
Penjelasan Pasal 1 angka 2, Undang-Undang, Nomor 5, Tahun 1986 merumuskan bahwa
peraturan perundang-undangan adalah “semua peraturan yang bersifat mengikat
secara umum yang dikeluarkan oleh badan perwakilan rakyat bersama pemerintah
baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, serta semua keputusan adan atau
pejabat tata usaha Negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, yang
juga mengikat secara umum”.
Dari rumusan tersebut, dapat disimpulkan bahwa keputusan
dari badan atau pejabat tata usaha negara yang merupakan penaturan yang
bersifat umum (besluit van algemene strekking) termasuk peraturan
perundang-undangan (algemen verbindende voorschriften). Bentuk keputusan tata
usaha negara (besluiten van algemene strekking) tidak merupakan bagian dari
perbuatan keputusan (dalam arti beschikkingsdaad van de administratie), tetapi
termasuk perbuatan tata usaha negara di bidang pembuatan peraturan (regelend
daad van de administratie).
Pasal 2 huruf (b) dari Undang-Undang, Nomor 5, Tahun 1986
secara tegas menentukan bahwa keputusan tata usaha negara yang merupakan
pengautan yang bersifat umum (besluit van algemene strekking) tidak termasuk
keputusan tata usaha negara dalam arti beschikking,yang berarti bahwa terhadap
poerbuatan badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan
yang merupakan pengautran yang bersifat umum tidak dapat digugat di hadapan
hakim Pengadilan Tata Usaha Negara. Pada umumnya, badan-badan tata usaha
negara, seperti halnya departemen,lembaga pemerintah non departemen, pemerintah
daerah tingkat 1 dan tingkat II menetapkan bentuk tertentu yang membedakan
keputusan tata usaha ngara dalam yang merupakan pengaturan yang bersifat umum
disebut dengan judul keputusan seperti halnya keputusan menteri, keputusan
direktur jenderal, keputusan gubernur sementara keputusan tata usaha negara
dalm arti beschiking disebut dengan judul surat keputusan, seperti halnya
keputusan menteri, surat keputusan gubernur/KDH, surat keputusan bupati/KDH,dst.
Keputusan yang dikeluraka oleh badan atau pejabat tata usaha negara (dalm arti
beschiking) harus sesuai dengan peraturan perundangan undangan yang mendasari
keputusan yang bersangkutan.
B. Peraturan _peraturan Kebijaksanaan
(BeleidsregelsPolicy Ruler)
Pelaksanaan pemerintahan sehari hari menunjukan btapa
badan atau pejabat negara acapkali menempuh pelbagai langkah kebijaksanaan
tertentu antara lain menciptakan apa yang kini sering dinamakan peraturan
kebijaksaan (beleidsregels, polici rule). Produk semacam peraturan
kebijaksanaan ini tidak terlepas dari kaitan penggunaan freies ermessen, yaitu
badan atau pejabat tata usaha negara yang bersangkutan merumuskan
kebijaksanaannya itu dalam berbagai bentuk “jurisdische regeis”, seperti halnya
peraturan, pedoman, pengumuman surat edaran dan mengumumkan kebijaksanaan itu.
Suatu peraturan kebijaksanaan pada hakekatnya merupakan produk dari perbuatan
tata usaha negara yang bertujuan “naar buiten gebrachi schrifielijk beleid
(menampakan keluar suatu kebijakan tertulis)” namun tanpa disertai kewenangan
pembuatan peraturan dari badab atau pejabat tat usaha negra yang menciptakan
peraturan kebijaksanaan tersebut. Peraturan-peraturan kebijaksanaan dimaksud
pada kenyataanya telah merupakan bagian dari kegiatan pemrintahan(bestuuren)dewasa
ini.
Peraturan peraturan kebijaksanaan bukan praturan
perundang undangan. Badan yang mengeluarkan peraturan peraturan kebijaksanaan
adalah in casu tidak memilki kewenangan pembuatan peraturan(wetgevende
bevoegdheid). Pesturan peraturan kebijaksanaan jiga tidak mengikat hokum secar
langsung namun mempunyai revelansi hikum. Peraturan peraturan kebijaksanaan
memberi peluang bagaimana suatu badab suatu usah negara menjalankan kewenangan
pemrintahan (beschikingbevoegdheid). Hal tersebut dengan sendirinya harus
dikatiakan ndengan kewenangan pemrintahan atas dasr penggunaan discretionaire
karena jika tidak demikian kan tidakada tempat bagi peraturan peraturan
kebijaksanaan.
C. Rencana (Het Plan)
Pada negara hukum kemasyarakatan mdren rencana selaku
figure hukum dari hubungan hukum administrasi tidak dapat lagi dihilangkan dari
pemikiran. Rencana rencana dijimpai pada pelbagai bidang kegiatan pemrintahan
misalnya pengaturan tata ruang, pengurusan kesehatan dan pendidikan. Rencana
merupakan keseluruhan tindakan yang saling berkaitan dari tata usah negara yang
mengupayakan terlaksnanya keadaan tertentu yang tertib (teratur)
Suatu rencana perumusan terdiri dari bagian berikut ini:
Peta· Perencanaan
Disini terdapat peruntukan dari tanah dimaksud. Peta perncanaan itu dapat
dipandang sebagai suatu himpunan keputusan yang saling berlainan.
Peta· Berkenaan
Dengan Penggunaan (Pemanfaatan)
Peraturan berkenaan penggunaan (pemanfaatan) ini dapat dipanadang sebagai
peraturan perundang undangan. Bagi wilayah dari rencana itu dapat diberlakukan
secara berulang kali.
Pada dasarnya rencana rencana pembangunan yang dibuat oleh badan badan tata
usah negara didasarkan pada besarnya porsi belanja dan subsidi dalam anggaran
pendapatan belanja negara(APBN) bagi kegiatan tiap sector dari departemen /non
departemen dan jawaban yang bersangkutan. Besarnya anggaran pendap[atan dan
belanja negara (APBN) dari tiap tahun anggaran ditetapkan dengan undang undang.
Terdapat beberapa rencana pembangunan yang secara langsung menimbulkan
akibat hukum bagi seorang warga atau badab hukum perdata. Adakalanya suatu
rencana peruntukkan kepentingan umum dapat menyebabkan seseorang warga atau
badan hukum perdata kehilangan hak atas tanahnya sendiri manakala hak tanah itu
dicabut guna kepentingan umum.
Dikemukakan bahwa setiap rencana kegiatan yang diperkirakan mempunyai
dampak terhadap lingkungan hidup wajib dibuatkan penyajian informasi lingkungan
apabila kegiatan itu merupakan:
a. Pengubahan bentuk lahan dan bentang
alam
b. Eksploitasi simber daya alam baik yang
sudah diperbaharui maupaun yang tidak diperbaharui
c. Proses dan kegiatan yang secara
potensial dapat menimbulkan pemborosan, kerusakan dan kemerosotan pemanfaatan
sumber daya alam
d. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat
mempengaruhi lingkungan social dan budaya.
D. Penggunaan Sarana sarana hukum
keperdataan (Gebruik Van privaatrecht/civil instruments)
Badan hukum atau pejabat tata usaha negara bertindak melalui dua macam
peranan, yakni :
Selaku pelaku hukum publik yang menjalankan
kekuasaan· public yang dijelmakan dalam kualitas
penguasa sepeti badan badan tata usaha negara dan pelbagai jabatan yang
diserahi wewenang penggunaan kekuasaan politik.
· Selaku pelaku hukum keperdataan yang
melakukan pelbagai perbuatan hukum keperdataan seperti halnya mengikat
perjanjian jual beli, sewa menyewa, pemborosan dan sebagainya yang dijelmakan
dalam kualitas badan hukum.
Selaku pelaku hukum publik badan atau pejabat tata usaha
negara memiliki hak dan wewenang istimewa untuk menggunakan dan menjalankan
kekuasaan public. Berdasarkan penggunaan kekuasaan public dimaksud badan atau
pejabat tata usaha negara dapat secara sepihak menetapkan pelbagai peraturan
dan keputuasn yang mengikat warga dan peletakkan hak dan kewajiban tertentu
dank arena itu menimbulkan akibat hukum bagi mereka itu.
UU No 5 Tahun 1986 menegaskan bahwa keputusan tata usaha
negara yang merupakan perbuatan hukum perdata tidak termasuk keputusan tata
usaha negara dalam arti beschikingyang dapat dibawakan ke hadapan hukum
pengadilan tata usaha negara (pasal 2 butir b).
Pelaksanaan pemborongan untuk suatu proyek dan pembelian
dalam jumlah barang tertentu atau jasa dilakukan melalui :
- Pelelangan Umum
- Pelelangan Terbatas
- Penujukan Langsung
- Pengadaan Langsung.
BAB VI
BARANG-BARANG MILIK PEMERINTAH/NEGARA
BARANG-BARANG MILIK PEMERINTAH/NEGARA
A. Milik Pribadi Pemerintah (Negara)
dan Milik Publik
Badan-badan yang bersifat publik, seperti halnya negara,
propinsi, kotapraja, dan wilayah pengairan berbadan hukum berdasarkan hukum
publik. Dengan demikian merek memiliki hak milik dan hak-hak lainnya secara
sama dan dibawah asas pembatasan-pembatasan serta syarat-syarat serupa, seperti
halnya waraga dan badan-badan hukum publik dapat pula manjual, menyewakan,
menyewakan tanah, memanfaatkan tanah pekarangan, dan sebagainya.
Di Belanda, pembuat undang-undang telah meletakkan
kejelasan bagi sekelompok barang-barang umum, yakni jalan-jalan untuk
selanjutnya kejelasan hanya terdapat pada patokan beberapa putusan hoge raad selaku
hakim perdata.
Wewenang yang bersumber pada hak mnguasai diri negara
tersebut digunakan untuk mencapai kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya.
Dalam arti kebangsaan, kesejahteraan, dan kemerdekaan dalam masyarakatdan
negara hukum indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Hak menguasai
negara itu, pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah swatantra dan
masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan peraturan pemerintah (pasal 2
ayat 4).
Surat Keputusan Menteri Keuangan, nomor:
kep-225/MK/V/4/1971 bertanggal 13 april 1971, dimaksudkan menetapkan
penggolongan barang-barang milik negara/ kekayaan negara, sebagai berikut ini:
1. barang-barang tidak bergerak
2. barang-barang bergerak
3. hewan-hewan
4. barang-barang persediaan
Surat Keputusan Menteri keUangan, nomor:
Kep-225/MK/V/4/1971 dimaksudkan melengkapi pelbagai lampiran yang memuat
petunjuk-petunjuk pengisian daftar inventaris barang.
Seperti halnya dengan pemerintah pusat maka pemerintah
daerah juga memiliki barang dan kekayaan. Pasal 1 dari pusat keputusan menteri
keuangan, sebagaimana dimaksud dalam instruksi presiden, nomor 3 tahun 1971.
pasal 63 ayat 1 dari undang-undang nomor 5 tahun 1974, tentang pokok-pokok
pemerintahan daerah memuat pengaturan dan penanganan terhadap barang milik
daerah yang digunakan untuk memenuhi dan melayani kepentingan umum.
B. Hak-Hak Pemerintah (Tata Usaha
Negara) Untuk Mengambil Dan Mengguakan Milik Pribadi Seseorang.
Berdasarkan ketentuan-undang-undang, nomor 20 tahun 1961
tenang pencabuta hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada diatasnya, maka
yang dapat mencabut hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada diatasnya hanya
presidan RI pada pasal 1 dari undang-undang nomor 20 tahun 1961 ditetapkan
bahwa;
”Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan
negara serta kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari dari
rakyat, demiian pula kepentingan pembangunan maka presiden dalam keadaan yang
memaksa setelah mendegar menteri agraria, mentri kehakiman, dan menteri yang
bersangkutan dapat mencbut hak-hak atas dan benda-benda yang ada diatasnya.”
Dalam keadaan yang sangat mendesak yang memerlukan
penguasaan tanah dan atau benda-benda yang bersangkutan dengan segara, atas
permintaan yang berkepentingan kepala inspeksi agraria menyampaikan permintaan
untuk melakukan pencabutan hak kepada menteri agraria, tanpa disertai taksiran
ganti rugi dari paniti penaksir dan jika pelu juga dengan tidak menunggu diterimanya
pertimbangan kepala daerah (pasal 6 ayat 1). Pada bagian penjelasan umum
undang-undang nomor 20 tahun 1961 dikemukakan contoh-contoh yang dimaksudkan
dari keadaan yang sangat mendesak itu yakni terjadi wabah atau bencana alam
yang memerlukan penampungan para korbannya dengan segera.
C. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Pemerintah seperti halnya dengan subyek hukum lainnya
juga menginvestasikan sejumlah modal dalam bentuk usaha perniagaan. Pelbagai
bentuk badan usaha milik negara lebih dikenal dengan perusahaan negara. Sebelum
tahun 1960, terdapat beberapa bentuk perusahaan negara yang diatur dalam
peraturan produk pemerintah hindia belanda. Seperti halnya jawatan penggadaian,
jawatan kereta api, perusahan garam dan soda negeri, perusahan percetakan negara,
perusahan listrik negara dan air minum negara. Terdapat pula bank indutri
negara. Yang dibentuk berdasarkan udang-undang darurat nomor lima tahun 1952.
juga terdapat perisahan negara yang bebentuk perseroan terbatas. Misalnya PT.
Pertambangan timah belitung.
Pada tahun 1967, pemerintah mengeluarkan instruksi
presiden, nomor 17 tahun 1967, tentang pengarahan dan peyederhanaan perusahaan
negara kedalam tiga bentuk pokok usaha negara, yakni :
1. perusahaan (negara) jawatan
(departemen agency), disingkat perjan
2. perusahaan (negara) umum (public
corporation), disingkat perum
3. perusahaan (negara) persero
(public/state company), disingkat persero.
Dari tiga usaha negara dimaksudkan, trdapat pula beberapa
perusahaan negara yange mempunyai status khusus, sperti halnya PN. Pertamina
yang didirikan berdasarkan peraturan pemerintah nomor 27 tahun 1968 dan
beberapa bank negara seperti bank indonesia berdasarkan undang-undang nomor 13
tahun 1968.Diberlakukan pula peraturan pemerintah nomor 12 tahun 1969 tentang perusahaan
perseroan. Peraturan pemerintah nomor 12 tahun 1969 ini mengatur tentang
penyetaraan modal negara dalam perseroan.
Kemudian diberlakukan pula peraturan pemerintah nomor 3
tahun 1983 tentang tata cara pembinaan dan pengawasan perusahaan jawatan, perusahaan
umum, dan perusahaan persero. Peraturan pemerintah ini secara khusus mengatur
pembinaan, pngelolaan, pengawasan, dan biri tata usaha dari ketiga bentuk usaha
negara. Ditegaskan, bahwa sifat-sifat badan usaha negara adalah sebagai
berikut:
- perjan berusaha dibidang penyediaan jasa-jasa bagi msyarakat, termasuk pelayanan kepada masyarakat.
- Perum berusaha di bidang penyediaan pelayanan bagi kemanfaatan umum disamping mendapatkan keuntungan.
- Persero bertujuan untuk memupuk keuntungan dan berusaha dibidang-bidang yang dapat mendorong berkembangnya sektor swasta dan atao koperasi diluar bidang usaha perjan dan perum.
D. Perusahaan Barang Milik Publik
Pada prinsipnya tiap departemen, lembaga negara, lembaga
pmerintahan non-departemen diserahi wewenang dan tanggung jawb guna mengurus
barang-barang publikyang terdpat didalam penguasaan departmen dan lembaga yang
bersangkutan. BUMN & BUMD berwenang dan bertanggung jawab mengurus
barang-barang publik yang menjadi bagian dari kegiatan perniagaannya selaku perusahaan
negara atau peusahaan daerah. Karenanya pemda pun diserahi wewenang dan
wewenang untuk mengurs barang-barang publik yang berada dilingkungan kekeuasan
otonominya.
Ketentuan instruksi presiden RI nomor 3 tahun 1971
tentang inventaris baranga-barang milik negara atau kkeyaan negara yang
memerintahkan pada tiap depatemen atau lembaga negara atau lembaga pemerintahan
non departemen untuk melaksanakan invntaris fisik dan penyusunan daftar
inventarisasi milik negara atau kekayaan negara menunjukkan betapa semakin
pentingnya peranan pengurusan dan pengawasan termasuk terhadap barang-barang
milik negara, termasu barang publik.
Salah satu barang milik publik yang berdaya guna dan
menyangkut hajat hidup para warga negara masyarakat adalah jalan. Peranan jalan
selaku prasarana perhubungan darat sungguh pentig bagi upaya pembangunan.
Hampir semua warga masyarakat merupakan pemakai jasa jalan. Undang-undang nomor
13 tahu 1980 tentang jalan mengemukakan bahwa jalan mempunyai peranan penting
dalam bidang ekonomi, sosial, politik sosial budaya dan pertahanan keamanan,
serta digunakan untuk sebersar-besarnya kemakmuran rakyat. Jalan mempunyai
peranan untk medorong pengembangan semua satuan wilayah didalam usaha mencapai
tingkat perkembangan antar daerah yang semakin merata, dikemukakan pula bahwa
jalan merupakan kesatuan sistem jaringan jalan yang mengikat dan menghubungkan
pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada didalam pengaruh
pelayanannya dalam satu hubungan hirarki.
BAB
VII
KEDUDUKAN HUKUM PARA PETUGAS PUBLIK
(LEGAL POSITION OF PUBLIC SERVANTS)
KEDUDUKAN HUKUM PARA PETUGAS PUBLIK
(LEGAL POSITION OF PUBLIC SERVANTS)
B. Para Pejabat Politik (Political
Office Holders)
Beberapa jabatan tertentu pada struktur pemerintahan RI
merupakan jabatan politik. Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok
Kepegawaian tidak menggunakan istilah jabatan politik. Menurut Sastra Djatmika
(1964: 22) berpendapat bahwa istilah jabatan politik dimaksud “ sangat mungkin
diartikan sama dengan para pejabat atau pegawai negara“. Pada pasal 11 UU No.8
Tahun 1974 menetapkan bahwa seorang pegawai negeri yang diangkat menjadi
pejabat negara, dibebaskan untuk sementara waktu dari jabatan organiknya selama
menjadi pejabat negara tanpa kehilangan statusnya sebagai pegawai negeri. Pada
bagian penjelasan Pasal 11 tersebut dikemukakan bahw ayang dimaksud pejabat
negara ialah:
- Presiden
- Anggota MPR
- Anggota BPK
- Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda dan Hakim MA
- Anggota DPA
- Menteri
- Kepala Perwakilan RI di luar negeri yang berkedudukan sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh
- Gubernur
- Bupati / Walikotamadya
- Pejabat lain yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan.
Apabila pegawai negeri yang bersangkutan berhenti sebagi
pejabat Negara maka ia akan kembali kepada departemen/lembaga yang
bersangkutan. Dalam hall penggajian dan pemberian pension bagi para pejabat
Negara diatur secara tersendiri, misalnya penggajian dan pemberian pension bago
Presiden dan Wakil Presiden diatur dalm UU No.7 Tahun 1978 tentang hak
keuangan/ administrative Presiden dan Wakil Presiden.
C. Para Pegawai Negeri (Civil Servants)
Pada umumnya pejabat public berstatus pegawai negeri
namun tidak semua pejabat public berstatus pegawai negeri, seperti haknya
pemegang jabatan dari suatu jabatan Negara. Sebaliknya tidaklah setiap pegawai
negeri merupakan pemegang jabatan public. UU No. 8 Tahun 1974 tentang
pokok-pokok Kepegawaian merumuskan bahwa pegawai negeri adalah mereka yang
setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalamperaturan
perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan
diserahi tugas Negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan
perundang-undangan dan dugaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku
(Pasal 1 huruf a). dalam Pasal 2 UU No. 8 Tahun 1974 bahwa pegawai negeri
terdiri dari:
1. Pegawai negeri sipil
2. Anggota Angkatan Bersenjata RI
Pegawai Negeri sipil terdiri pula dari:
- Pegawai Negeri Sipil Pusat
- Pegawai Negeri Sipil Daerah
- Pegawai Negeri Sipil lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Kewajiban Pegawai Negeri ditetapkan, berikut ini:
- Wajib, setia, dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah (Pasal 4)
- Wajib menaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan denganpenuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab (Pasal 5)
- Wajib menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan kepada dan atas perintah pejabat yang berwajib atas kuasa Undang-Undang (Pasal 6)
Bagi para Pegawai Negeri Sipil diberlakukan larangan,
sebagai berikut:
- Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat negara, pemerintah atau pegawai negeri sipil
- Menyalahgunakan wewenangnya
- Tanpa izin pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara asing
- Menyalahgunakan barang-barang, uang atau surat-surat berharga milik negara
- Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, ataupun meminjamkan barang-barang, dokumen, atau surat-surat berharga milik negara secara tidak sah
- Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahn atau orang lain dialam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara
- Melakukan tindakan yang bersifat negatif dengan maksud membalas dendam terhadap bawahannya atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya
- Menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja dari siapapun juga yang diketahui atau patut dapat diduga bahwa pemberian itu bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan pegawai negeri sipil yang bersangkutan
- Memasuki tempat-tempat yang dapat mencerminkan kehormatan atau martabat pegawai negeri sipil kecuali untuk kepentingan jabatan
- Bertindak sewenag-wenang terhadap bawahannya
- Melakukan suatu tindakan atau sengaja tidak melakukan suatu tindakan yang dapat berakibat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayaninya sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani
- Mengahalangi jalanya tugas kedinasan
- Membocorkan dan atau memanfaatkan rahasia negara yang diketahui karena kedudukan jabatan untuk kepentingan pribadi, golongan, atu pihak lain
- Bertindak selaku perantara bagi sesuatu pengusaha atau golongan untuk mendapatkan pekerjaan atau peranan dari kantor/ instansi pemerintahan
- Memiliki saham/ modal dalamperusahaan yang kegiatan usahanya berada dala ruang lingkup kekuasaannya
- Memiliki saham suatu perusahaan yang kegiatan usahanya tidak berada dalam ruang lingkup kekuasaannya yang jumlah dan sifat pemilikan itu sedemikian rupa sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung menentukan penyelenggaraanatau jalannya perusahaan
- Melakukan kegiatan uasaha dagang, baik resmi maupun sambilan, menjadi direksi, pimpinan atau komisaris perusahaan swata bagi yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke atas atau yang memangku jabatan eselon I
- Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam melaksanakan tugasnya untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 menetapkan hak bagi
pegawai negeri sipil, sebagai berikut:
1. Hak atas gaji yang layak sesuai dengan pekerjaan dan
tanggungjawabnya (Pasal 7)
2. Hak atas cuti (Pasal 8)
3. Hak memperoleh perawatan dikala ditimpa oleh sesuatu
kecelakaan dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya (Pasal 9 ayat 1)
4. Hak memperoleh tunjangan dikala menderita cacat
jasmani atu cacat rohani dalam dank arena menjalankan tugas kewajibannya yang
mengakibatkan pegawai negeri yang bersangkutan tidak dapat bekerja lagi dalam
jabatan apapun juga (Pasal 9 ayat 2)
5. Hak memperoleh uang duka bagi keluarga dari pegawai
negeri yang tewas yang tewas (Pasal 9 ayat 3)
6. Hak atas pensiun (Pasal 10)
Pada Pasal 3 dalam Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 1980
bahwa pangkat-pangkat yang dapat diberikan untuk pengangkatan pertama adalah:
- Juru Muda gnlongan ruang I/a bagi mereka yang sekurang-kurangnya memiliki surat tanda tamat belajar Sekolah Dasar
- Juru Muda tingkat I golongan ruang I/b bagi mereka yang sekurang-kurangnya memiliki surat tanda tamat belajar Sekolah Menengah Umum Tingkat Pertama atau surat tanda tamat belajar Sekolah Menengah Kejuruan Tingakt Pertama 3 Tahun
- Juru Golongan ruang I/c bagi mereka yang sekurang-kurangnya memiliki surat tanda tamat belajr Sekolah Menengah Kejuaruan Tingkat Pertama 4 Tahun
- Pengatur Muda golongan ruang II/a bagi mereka yang sekurang-kurungnya memiliki Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas, STTB Sekolah Menengah Kejuaruan Tingkat atas Non Guru 3 tahun, Ijazah Diploma I, STTB Sekolah Kejuruan Tingkat atas Non Guru 4 Tahun, STTB Sekolah Menengah Kejuruan Tingkat atas Guru 3 Tahun, atau Akta I.
- Pengatur Muda Tingkat golongan ruang II/b bagi mereka yang sekurang-kurangnya memiliki ijazah Sarjana Muda, ijazah Diploma II, ijazah Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa, ijazah Diploma III, ijazah akademi, ijazah Bakaloreat, Akta II, atau ijazah Diploma III Politeknik
- Pengatur Golongan ruang II/c bagi mereka yang sekurang-kurangnya memiliki Akta III
- Penata Muda Golongan ruang III/a bagi mereka yang sekurang-kurangnya memiliki ijazah sarjana, ijazah dokter, ijazah Apoteker, ijazah Pasca Sarjana, ijazah Spesialis I atau Akta IV.
- Penata Muda Tingkat I golongan ruang III/b bagi mereka yang sekurang-kurangnya memiliki ijazah Doktor, ijazah Spesialis II, Akta V atau memperoleh gelar doktor dengan mempertahankan disertasi pada suatu perguruan tinggi negeri yang berwenang.
Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil ditetapkan pada tanggal 1 April dan 1
Oktober tiap tahun. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 1980 mengenal berbagai
macam kenaikan pangkat pegawai negeri sipil adalah:
- Kenaikan pangkat reguler
- Kenaikan pangkat pilihan
- Kenaikan pangkat istimewa
- Kenaikan pangkat pengabdian
- Kenaikan pangkat anumerta
- Kenaikan pangkat dalam tugas belajar
- Kenaikanpangkat selama menjadi pejabat negara
- Kenaikan pangkat selama dalam penugasan
- Kenaikan pangkat selama menjalankan wajib militer
- Kenaikan pangkat sebagai penyesuaian ijazah
- Kenaikan pangkat lainnya
Pada Pasal 23 ayat 1 dari UU No.8 tahun 1974 menetapkan bahwa Pegawai
Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat karena:
- Permintaan sendiri
- Telah mencapai usia pensiun
- Adanya penyederhanaan organisasi pemerintah
- Tidak cakap jasmani dan rohani sehingga tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai pegawai negeri sipil
Pegawai negeri sipil yang meninggal dunia dengan sendirinya dianggap
diberhentikan dengan hormat (Pasal 23 ayat 2). Pasal 23 ayat 3, UU No. 8 tahun
1974 juga menetapkan bahwa pegawai negeri sipil dapat diberhentikan tidak
dengan hormat karena:
- melangar sumpah atau janji pegawai negeri sipil, sumpah atau janji jabatan negeri atau peraturan disiplin pegawai negeri sipil
- dihukum penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena dengan sengaja melakukan sesuatu tindak pidana kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara setingi-tingginya 4 (empat) tahun atau diancam dengan hukuman yang lebihberat juga, pegawai negeri sipil diberhentikan tidak dengan hormat, karena:
- dihukum penjara atau hukuman
- ternyata melakukan penyelewengan terhadap Ideologi Negara Pancasila, Undang-Undang dasar 1945, atau terlibat kegiatan yang menentang negara dan atau pemerntah (Pasal 23 ayat 4)
Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1979 mengenai pelbagai macam Pemberhentian
Pegawai Negeri Sipil, berikut ini:
- Pemberhentian atas permitaan sendiri
- Pemberhentian karena mencapai batas usia pensiun
- Pemberhentian karena adanya penyederhanaan organisasi
- Pemberhentian karena melakukan pelanggaran atau tindak pidana/penyelewengan (Pasal 8,9, dan 10)
- Pemberhentian karena tidak cakap jasmani atau rohani
- Pemberhentiaan karena meninggalkan tugas
- Pemberhentian karena meninggal dunia atau hilang (Pasal 13)
- Pemberhentian karena hal-hal lain (Pasal l5)
C. Hakim (Judges)
Secara umum dapat disimpulkan bahwa hakim adalah hakim
pengadilan di lingkungan peradilan yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman.
Pasal 24 UUD 1945 mengemukakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah
mahkamah Agus dan lain0lain badan kehakiman menurut Undang-Undang Dasar 1945
ditegaskan bahwa Kekuasaan Kehakiman ialah Kekuasaan yang merdeka, artinya
terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. UU No. 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok
kepegawaian menetapkan bahwa Ketua, Wakil Ketua, ketua muda dan hakim
Mahkamah Agung adalah pejabat Negara dan karena itu tidak termasuk pegawai
negeri. Selain itu juga dalam UU No. 8 Tahun 1974 menetapkan bahwa hakim pada
pengadilan negeri dan pengadilan tinggi dan lain-lain adalah termasuk pegawai
negeri sipil pusat (Pasal 2 ayat 2 dan bagian penjelasannya).
Pada Pasal 13 ayat 1 UU No 2 TAhun 1986 ditetapkan bahwa
pembinaan dan pengawasan umum terhadap hakim sebagi pegawai negeri dilakukan
oleh Menteri Kehakiman. Pembinaan dan pengawasan dimaksud tidak boleh
mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa perkara. Pasal 14 ayat 1 UU No. 2
Tahun 1986 menetapkan bahwa untuk dapat diangkat menjadi hakim pengadilan
Negeri, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Warga Negara Indonesia
b. Bertaqwa kepada Tuhan YME
c. Setia kepada Pancasila dan UUD 1945
d. Bukan bekas anggota organisasi
terlarang partai komunis indonesia, termasuk organisasi masanya atau bukan
seorang yang terlibat langsung dalam “gerakan kontra revolusi g.30.s/pki” atau
organisasi terlarang lainnya
e. Pegawai Negeri
f. Sarjana Hukum
g. Berumur serendah-rendahnya 25 tahun
h. Berwibawa, jujur, adil, dan
berkelakuan tidak tercela.
Sedangkan untuk menjadi Hakim Pengadilan Tinggi maka
seorang calon harus memenuhi syarat-syarat, sebagai berikut:
- syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat 1 huruf a,b,c,d,e,f dan h
- berumur serendah-rendahnya 40 tahun
- berpengalaman sekurang-kurangnya 5 tahun sebagai ketua atau wakil ketua Pengadilan Negeri atau 15 tahun sebagi hakim Pengadilan Negeri (Pasal 15 ayat 1).
BAB VIII
SANKSI-SANKSI
SANKSI-SANKSI
A. Sanksi-Sanksi Pada Umumnya
Sanksi-sanksi merupakan bagian penutup yang penting di
dalam hokum, juga dalam hukum administrasi. Pada umumnya tidak ada gunamya
memasukkan kewajiban atau larangan-larangan bagi para warga di dalam peraturan
perundang-undangan tata usaha Negara, manakala aturan-aturan tingkah laku itu
tidak dapat dipaksakan oleh tata usaha Negara. Peran penting pada pemberian
sanksi di dalam hukum administrasi memenuhi hukum pidana. Bagi pembuat
peraturan penting untuk tidak hanya melarang tindakan-tindakan yang tanpa
disertai izin, tetapi juga terhadap tindakan-tindakan yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang dapat dikaitkan pada suatu izin, termasuk
sanksi-sanksi hukum administrasi yang khas, antara lain :
1. Bestuursdwang (paksaan penerintah)
2. Penarikan kembali keputusan
(ketetapan) yang menguntungkan (izin, pembayaran, subsidi)
3. Pengenaan denda administratif
4. Pengenaan uang paksa oleh pemerintah
(dwangsom)
Bestuursdwang dapat diuraikan sebagai tindakan-tindakan
yang nayta dari penguasa guna mengakhiri suatu keadaan yang dilarang oleh suatu
kaidah hokum administrasi atau melakukan apa yang seharusnya ditinggalkan oleh
para warga karena bertentangan dengan undang-undang. Sanksi-sanksi lainnya
lebih berperan secara tidak langsung. Pengenaan denda administratif menyerupai
penggunaan duatu sanksi pidana. Bagi pengenaan denda administratif dan uang
paksa, mutlak harus atas dasar peraturan perundang-undangan yang tegas.
Penarikan kembali suatu keputusan (ketetapan) yang menguntungkan tidak terlalu
perlu didasarkan pada suatu peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan suatu
sanksi pemerintah berlaku sebagai suatu keputusan yang memberi beban.
Perbedaan antara sanksi adninistrasi dan sanksi pidana
dapat dilihat dari tujuan pengenaan sanksi itu sendiri. Sanksi administrasi
ditujukan untuk perbuatan pelanggarannya, sedangkan sanksi pidana ditujukan
kepada si pelanggar dengan memberi hukuman berupa nestapa. Sanksi administrasi
dimaksudkan agar perbuatan pelanggaran itu dihentikan.
1. Pengawasan dan Pengusutan
Pengawasan di dalam praktek merupakan syarat dimungkinkannya pengenaan
sanksi. Sekaligus menurut pengalaman dari pengawasan itu sendiri telah
mendukung penegakan hukum. Para warga melihat penguasa dengan sungguh-sungguh
menegakkan peraturan perundang-undangan.
Kebanyakan peraturan perundang-undangan negeri Belanda memuat bagi para
pegawai pengawas/pegawai pengusut satu atau lebih kewenangan, sebagaimana
berikut ini :
- Kewenangan memasuki setiap tempat, kecuali rumah-rumah
kediaman
- Kewenangan memasuki rumah-rumah kediaman dalam
keadaan-keadaan luar biasa dengan suatu kuasa khusus
- Kewenangan menghentikan kendaraan dan memeriksa muatannya
- Kewenangan memeriksa barang-barang
dagangan dan mengambil contoh-contoh
- Kewenangan memeriksa buku-buku dan
surat-surat arsip
- Kewenangan untuk meminta keterangan
dan bantuan
Bagi para pegawai pengusut berlaku ketentuan bahwa mereka di samping itu
memiliki kewenangan berdasar Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (misalnya
menyita barang-barang). Menghalangi seorang pegawai pengawas atau tidak
memberikan bantuan senantiasa merupakan perbuatan pidana sendiri.
Yurisprudensi Hakim-AROB mengharuskan beberapa sayarat bagi peringatan
tertulis/perintah tertulis, sebagaimana berikut ini :
· Peringatan itu tidak dapat di adakan
secara tanpa ikatan. Badan pemerintah harus telah mempunyai niat yang tetap,
yang jika perlu melaksanakan suatu bestuursdwang.
· Perintah tertulis/peringatan tertulis
harus memuat perintah yang jelas. Harus ditetapkan apa yang seharusnya
dilakukan oleh warga yang mendapat surat pemberitahuan guna mencegah pemerintah
mengambil tindakan-tindakan nyata.
· Surat perintah harus memuat
ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan man yang dilanggar.
· Harus ditentukan suatu jangka waktu
perintah harus dilaksanakan.
· Perintah harus ditujukan pada yang
berkepentingan yang menurut kenyataan memang juga mampu mengakhiri pelanggaran
itu.
· Eksplisit atau implisit harus nyata
bahwa biaya-biaya dalam hal tata usaha Negara harus bertindak, akan dibebankan
pada pelanggar.
B. Penerapan Kembali Keputusan-Keputusan
(Ketetapan-Ketetapan Selaku Sanksi)
Terdapat dua hal yang terhadapnya suatu keputusan
(ketetapan) yang menguntungkan dapat ditarik kembali sebagai sanksi:
a. Yang berkepentingan tidak mematuhi pembatasan-pembatasan,
syarat-syarat atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang dikaitkan pada
izin, subsidi, atau pembayaran.
b. Yang berkepentingan pada waktu mengajukan permohonan
untuk mendapat izin, subsidi, atau pembayaran telah memberikan data yang
sedemikian tidak benar atau tidak lengkap, hingga apabila data itu diberikan
secara benar atau lengkap maka keputusan akan berlainan.
Penarikan kembali suatu keputusan (ketetapan) pada
kenyataannya juga merupakan perbuatan keputusan/perbuatan ketetapan. Penarikan
kembali atas suatu keputusan tidak lain, adalah suatu keputusan (ketetapan)
baru yang menarik kembali (dan masyarakat tidak berlakunya lagi) keputusan yang
terdahulu. Sebagai suatu keputusan (ketetapan), maka keputusan tersebut
niscaya menimbulkan akibat hukum yang baru bagi seorang warga atau badan hukum
perdata yang dikenakan keputusan (ketetapan) itu. Dalam hal seorang warga atau
badan hukum perdata marasa dirugikan oleh akibat hukum yang timbul dari
keputusan (ketetapan) penarikan kembali itu, maka ia berhak mengajukan banding
administrasi atau menggunakan upaya hukum yang tersedia di dalam Undang-Undang
Nomor 5, Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yakni dengan cara
membawakan permasalahannya ke hadapan hakim (tata usaha Negara).
C. Sanksi Administrasi Lainnya
Sanksi lain yang untuk dikaji adalah sanksi administrasi
yang dikenal dan (diberlakukan) dalam hokum perpajakan. Undang-undang Nomor 6,
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan memberi penamaan
terhadap sanksi dimaksud dengan penyebutan sederhana, yakni sanksi
administrasi. Sanksi administrasi dikenakan kepada wajib pajak yang terhutang
setelah kepadanya dikeluarkan suatu Surat Ketetapan Pajak.
Ditetapkan pula bahwa sanksi administrasi berupa bunga,
denda administrasi, dan kenaikan tidak dapat di kreditkan dari jumlah pajak
yang terhutang. Sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah
kekurangan pajak juga dimuat dalam Surat Ketetapan Pajak Tambahan yang
dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
D. Sanksi Pidana
Salah satu upaya pemaksaan hukum itu adalah melalui
pemberlakuan sanksi pidana terhadap pihak pelanggar mengingat sanksi pidana
membawa serta akibat hokum yang berpaut dengan kemerdekaan pribadi.
Suatu sanksi pidana tidak dapat dikenakan kepada pihak pelanggar
dengan cara penggunaan bedtuursdwang. Penegakan sanksi pidana dilaksanakan
menurut “due process of law” yang telah ditentukan di dalam kaidah hukum acara
pidana dan pengenaan sanksi itu hanya dapat dinyatakan dalam suatu putusan
hakim pidana. Tak dapat disangkal bahwa pemberlakuan sanksi pidana turut
berperan pada efektivitas penegakan dan pentaatan kaidah-kaidah hokum
administrasi, termasuk pada pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan.
E. Sanksi-Sanksi Kumulasi
Suatu kaidah peraturan perundang-undangan di bidang hukum
administrasi sering tidak hanya memuat satu macam sanksi tetapi terdapat
beberapa macam sanksi yang diberlakukan secara kumulasi. Adakalanya suatu
ketentuan peraturan perundang-undangan tidak hanya mengancam pelanggarnya
dengan sanksi tapi juga pada saat yang sama mengancamnya dengan sanksi
administrasi. Undang-Undang No. 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah
Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya (yang kemudian berdasar Undang-Undang
Nomor 1, Tahun 1961 disahkan menjadi undang-undang) tidak hanya mengancam
seorng pemakai tanah tanpa izin dengan saqnksi pidana berupa pidana berupa
kurungan selama-lamanya 3 bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.5000,-.
Tapi pada saat yang sama memuat pula sanksi administrasi,
yang memberi kewenangan kepada penguasa daerah untuk melaksanakan pengosongan
tanah dengan disertai beban biaya dari pemakai tanah yang bersangkutan.
Bagaimanapun juga pengenaan sanksi-sanksi yang kumulasi niscaya akan
menimbulkan pula akibat hukum yang jamak bagi warga yang dikenakan
sanksi-sanksi itu.
BAB
IX
KAIDAH-KAIDAH DAN ASAS-ASAS PEMBUATAN
KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA (KTUN)
KAIDAH-KAIDAH DAN ASAS-ASAS PEMBUATAN
KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA (KTUN)
Aturan-aturan yang mengikat badan-badan pemerintahan
dalam memberikan KTUN. Aturan-aturan itu dapat menyangkut acara atau isi.
Disini pembuat undang-undang memberikan kepada administrasi satu ruang
kebijaksanaan bebas, yang dilihat dari sudut rangka perundangan dapat diisi
menurut lebih dari satu cara. Ini kita sebut wewenang menetapkan bebas.
Baik ruang kebijaksanaan sebagai akibat wewenang bebas,
maupun yang timbul dari ruang penilaian yang di berikan kepada pemerintah,
harus di hormati oleh hakim. Para warga yang berkepentingan dan juga hakim,
pada dasarnya harus menghormati pilihan itu.
Asas-asas umum pemerintahan yang baik dapat di pandang sebagai
aturan-aturan hukum tidak tertulis terutama untuk pengambilan KTUN dalam
hal-hal pemerintahan memiliki ruang kebijaksanaan tidak ada pertentangan asasi
antara ABBB (algemene beginselenn van behoorlijik bestuur) tidak tertulis dan
hokum tertulis. Namun ABBB dirumuskan sebagai asas-asas. Arti kongkretnya untuk
tiap keadaan tersendiri tidak selalu dapat dilihat dengan mudah sebelumnya.
A. Pengaturan dan praktek Pembuatan
Keputusan Tata Usaha Negara di Indonesia
Tidak ada ketentuan umum yang mengatur tentang tata cara
pembuatan keputusan tata usaha Negara. Tiap bidang mempunyai prosedur
tersendiri, dan persyaratan tersendiri. Dalam bidang perijinan saja
masing-masing perijinan mempunyai tata cara dan persyaratan tersendiri. Dengan
demikian perlu study tersendiri untuk masing-masing bidang hukum administrasi
khusus untuk dapat mamahami prosedur dan segala persyaratan yang di butuhkan.
Suatu prosedur yang baik hendaknya memenuhi 3 landasan utama hukum administrasi
yaitu landasan Negara hukum, landasan demokrasi, landasan instrumental yaitu
daya guna (efisiensi, doelmatigheid) dan hasil guna (efektif, doeltrffenheid).
B. Asas-Asas Pemerintahan Yang Baik
(AUPB) di Belanda
1. Tinjauan
atas Asas-Asas
Lambat laun telah diterima pendapat bahwa ABBB harus di pandang sebagai
norma-norma hukum tidak tertulis yang senantiasa harus di taati oleh
pemerintah. Meskipun arti yang tepat dari ABBB bagi tiap keadaan tersendiri
tidak selalu dapat di jabarkan dengan teliti. Dapat pula dikatakan bahwa ABBB
adalah asas-asas hukum tidak tertulis dari mana untuk keadaan-keadaan tertentu
dapat di tarik aturan-aturan hukum yang dapat di tdrapkan. Dalam praktek hukum
di Neaderland ABBB berikut ini telah mendapat tempat yang jelas :
a. Asas
Persamaan
Asas persamaan memaksa pemerintah untuk menjalankan kebijaksanaan. Bila
pemerintahan di hadapkan pada tugas baru, yang dalam rangka itu harus di ambil
banyak sekali KTUN. Maka pemerintah memerlukan aturan-aturan atau
pedoman-pedoman. Bila ia sendiri menyusun aturan-aturan (pedoman-pedoman) itu
untuk memberi arah pada pelaksanaan (pada dasarnya) wewenang bebasnya, maka itu
disebut aturan- aturan kebijaksanaan. Jadi, tujuan aturan-aturan kebijaksanaan
ialah menunjukan perwujudan asas perlakuan yang sama atau asas persamaan.
Dalam peradilan kita lihat bahwa relatif jarang suatu pendalilan asas
persamaan diterima. Ini terutama disebabkan oleh karena dua atau lebih keadaan
kongkret tidak pernah sepenuhnya sama satu sama lain. Jika suatu badan
pemerintah tidak memperhatikan hal ini atau bila penjelasan tidak meyakinkan,
maka biasanya hakim tidak akan membatalkan karena bertentangan dengan asas
persamaan, tetapi karena bertentangan dengan asas pemberian alasan. Jadi
pemikirannya ialah, bahwa tidak cukup alasan mengapa tidak di anggap sama.
Tetapi asas persamaan pada dasarnya tidak memaksa badan pemerintah untuk
mengulangi suatu KTUN yang salah atau mengulangi suatu kekeliruan.
b. Asas
Kepercayaan
Asas kepercayaan juga termasuk kedalam asas –asas hukum yang paling
mendasar dalam hukum public dan hukum perdata. Asas ini terutama penting
sebagai dasar bagi arti yuridis dari janji-janji, keterangan-keterangan,
aturan-aturan kebijaksanaan dan bentuk-bentuk rencana (yang tidak diatur dengan
perundang-undangan). Bila suatu badan pemerintah atau seorang pejabat yang
berwenang bertindak atas nama pemerintahan itu memberikan janji kepada seorang
warga, asas kepercayaan menuntut supaya badan pemerintahan itu (antara lain
pada pelaksanaan suatu wewenang memberikan ketetapan) terikat pada janjinya.
Asas kepercayaan juga masyarakat bahwa pemerintah harus pula memperhatikan
aturan-aturan kebijaksanaan sendiri, setidak-tidaknya tidak menyimpanginya
untuk kerugian yang berkepentingan. Penyimpangan yang merugikan yang
berkepentingan hanya mungkin, bila tujuan suatu peraturan kebijaksanaan
membenarkannya atau di dalam peraturan itu telah diadakan pengecualian yang
jelas.
Asas kepercayaan tidak menghalangi pemerintah mengubah kebijaksanaan,
tetapi asas ini menghalangi perubahan kebijaksanaan di berlakikan surut. Asas
ini dapat pula membawa serta bahwa pada perubahan kebijaksanaan yang merugikan
harus diadakan masa peralihan yang pantas.
c. Asas
Kepastian Hukum
Asas kepastian hikim mempunyai dua aspek yang satu lebih bersifat hukum
materiil yang lain bersifat formil. Aspek hukum material berhubungan erat
dengan asas kepercayaan. Harus di ingat bahwa :
Asas kepastian hukum tidak menghalangi
penarikan§ kembali atau perubahan suatu
ketetapan, bila sudah sekian waktu di paksa oleh perubahan keadaan atau
pendapat.
§ Penarikan kembali atau perubahan juga
mungkin bila ketetapan yang menguntungkan di dasarkan pada kekeliruan, asal
saja kekeliruan itu dapat di ketahui oleh yang berkepentingan.
§ Demikian pula penarikan kembali atau
perubahan mungkin, bila yang berkepentingan dengan memberikan keterangan yang
tidak benar atau tidak lengkap, telah ikut menyebabkan terjadinya ketetapan
yang keliru.
Penarikan kembali atau perubahan mungkin bila§ syarat-syarat
atau ketentuan-ketentuan yang di kaitakn pada suatu ketetapan yang menguntungkan
tidak di tati. Dalam hal ini dikatakan ada penarikan kembali sebagai sanksi.
Sisi formal dari asas kepastian hukum membawa serta bahwa
ketetapan-ketetapan yang memberatkan dan ketentuan-ketentuan yang terkait pada
ketetapan-ketetapan yang menguntugkan (antara lain izin) haris di susun dengan
kata-kata yang jelas. Asas kepastian hukum memberi hak kepada yang
berkepentingan untuk mengetahui dengan tepat apa yang di kehendaki dari
padanya.
d. Asas
Kecermatan
Asas Kecermatan mengandung arti bahwa suatu keputusan harus di persiapkan
dan di ambil dengan cermat. Badan pemerintahan dalam memepersiapkan dan
mengambil ketetapan dapat dengan berbagai cara melanggar asas ini.
Asas kecermatan mensyaratkan agar badan pemerintahan sebelum mengambil
ketetapan meneliti semua fakta yang relevan dan memasukan pila semua
kepentingan yang relevan ke dalam pertimbangannya.
e. Asas
Pemberian Alasan
Asas Pemberian alasan berarti bahwa suatu keputusan harus dapat di dukung
oleh alasan-alasan yang di jadikan dasarna. Dapat di bedakan tiga sub varian :
(1). Syarat bahwa suatu ketetapan harus di beri alasan.
Dari Pemerintahan di harapkan suatu penyusunan yang rasional. Jadi
pemerintahan senantiasa haris dapat memberi alasan mengapa ia telah mengambil
suatu ketetapan tertentu. Yang berkepentingan berhak mengetahui alasan-alasan
itu. Kepitisan yang diambil berdasarkan surat keberatan atau banding senantiasa
harus segera diiringi oleh pemberian alasan.
(2). Ketetapan harus memiliki dasar fakta yang teguh.
Bagian dari asas pemberian alasan ini mengandung arti bahwa kelompok fakta
yang menjadi titik tolak dari ketetapan harus benar. Bila ternyata bahwa
fakta-fakta pokok berbeda dari apa yang di kemukakan atau diterima oleh badan
pemerintahan maka dasar fakta yang teguh dari alasan-alasan tidak ada. Perlu di
catat, bahwa dalam hal ini biasanya juga terdapat cacat dalam kecermatan.
(3). Pemberian alasan harus cukup dapat mendukung.
Alasan–alasan yang di kemukan harus cukup meyakinkan. Pemberian alasan
tidak saja harus masuk akal, tetapi secara keseluruhan harus sesuai dan
memiliki kekuatanb yang meyakinkan.karena banyak pemberian alasan yang mungkin
kurang baik.
f. Asas
Larangan Detournment de Pouvoir (penyalahgunaan wewenang)
sebagai asas umum pemerintahan yang layak di pandang pula aturan bahwa
suatu wewenang tidak boleh di gunakan untukk tujuan lain selain untuk tujuan ia
di berikan. Pada umumnya penyalahgunaan suatu wewenang juga akan bertentangan
dengan suatu peratiran perundang-undangan. Dewasa ini para hakim lebih condong
pada kesimpulan terakhir.
2. Asas-Asas
Pemerintahan Yang Formal Dan Material
Asas Kecermatan dan asas pemberian alasan di pandang sebagai asas-asas
pemerintah yang baik yang lebih formal, sebab kedua asas itu tidak segera
mengatakan sesuatu tentang isi dari keputusan yang akan diambil tetapi lebih
tentang persiapannya. Asas pemberian alasan menetapkan syarat-syarat pinggiran,
tetapi tidak menetukan isinya. Juga asas kepastian hukum menyagkut sisi formal.
Asas persaman, asas kepercayaan, asas kepastian hukum dapat di pandang
sebagai asas-asas material pemerinatah yang layak.
Tetapi jika penolakan suatu izin di batalkan karena pelanggaran terhadap
asas persamaan maka pada dasarnya konklusinya ialah bahwa yang berkepentingan
haris mendapat izin. Tetapi sebagai penisbian perlu di ingat disini bahwa
pemerintahan jika harus memikirkan apa yang harus atau boleh di lakukan setelah
ada pembatalan, tidak semestinya hanya memperhatikan dasar pembatalan yang di
sebut oleh hakim. Juga pertimbangan-pertimbangn hukum lainnya dari hakim dapat
memuat petunjuk-petunjuk tentang tindakan-tindakan apa yang selanjutnya harus
diambil. Demikianlah biarpun ada pembatalan di sebabkan adanya cact pemberian
alasan, tetapi dari lain pertimbangan dapat diambil kesimpulan bagaiman
seharusnya keputusan itu.
3. Indonesia
Kepustakaan berbahasa Indonesia belum banyak membahas asas ini. Prof.
Kuntjoro purbopranoto mengetengahkan 13 asas yaitu :
1) Asas kepastian hukum
2) Asas keseimbangan
3) Asas kesamaan
4) Asas bertindak cermat
5) Asas motivasi untuk setiap keputusan
pangreh
6) Asas jangan mencampuradukan
kewenangan
7) Asas permainan yang layak
8) Asas keadilan atau kewajaran
9) Asas menanggapi penghargaan yang
wajar
10) Asas meniadakan akibat-akibat suatu
keputusan yang batal
11) Asas perlindungan atas pandangan
hidup
12) Asas kebijaksanan
13) Asas penyelenggaraan kepentingan
umum
4. Pengumuman Dokumen-Dokumen
Dengan keterbukaan pemerintah para warga memperoleh lebih banyak pengertian
tentang rencana-rencan kebijaksanan dan tentang kenyataan-kenyataan yang
mendasari kebijaksanaan yang di jalankan. Sebagai fungsi-fungsi penting dari
keterbukaan di dalam kepustakaan masih di sebut :
- fungsi partisipasi, keterbukaan sebagai alat bagi warga untuk ikut serta dalam proses pemerintahan secara mandiri
- fungsi pertanggung jawaban umum dan pengawasan, keterbukaan pada satu sisi sebagai alat bagi penguasa untuk memberi pertanggung jawaban di muka umum pada sisi lain sebagi alat bagi warga untuk mengawasi penguasa
- fungsi kepastian hukum, keputusan-keputusan penguasa tertentu yang menyagkut kedudukan hukum para warga demi kepentingan kepastian hukum harus dapat di ketahui jadi harus terbuka
- fungsi hak dasar, keterbukaan dapat memajukan penggunaan hak-hak dasar seperti hak pilih, kebebasan mengeluarkan pendapat dan hak untuk berkumpul
Kewajiban keterbukaan umum bagi penguasa dirinci lebih lanjut dalam wet
openbaarheid van bestuur dan besluit openbaarheid van bestuur. Sebelum itu,
bagi penguasa hanya ada kewajiban untuk mengumumkan, bila disyaratkan oleh
suatu peraturan khusus.
WOB berpangkal tolak bahwa informasi dari dokumen-dokumen penguasa pada
dasrarnya harus dapat di ketahui oleh setiap orang. Openbarheidswet nederland
membedakan dua jenis wajib informasi :
- Wajib informasi akif dari penguasa yakni kewajiban penguasa untuk memberi informasi atas inisiatif sendiri
- Wajib informasi pasif, yakni kewajiban penguasa untuk memberikan informasi atas permintaan warga.
Suatu permintaan warga untuk memperoleh informasi harus di luluskan.
Dasar-dasar pengecualian ini berlaku juga bagi wajib informasi aktif penguasa
yaitu :
- dapat membahayakan kesatuan mahkota atau,
- dapat merugikan keamanan negara juga tidak di lakukan bila mengenai
- data usaha dan proses pabrik sejauh ini oleh manusia-manusia alami atau badan-badan hukum di beriatahukan kepada penguasa secara rahasia. Pun tidak di lakukan bila dan sejauh kepentingannya tidak dapat melebihi kepentingan-kepentingan berikut,
- hubungan neaderland dengan negar-negar lain
- kepentingan ekonomis dan finansial negara dan badan-badan hukum piblik lain,
- pengusutan dan penuntutan tindak-tindak pidana,
- inspeksi, kontrol, dan pengawasan oleh satu atau atas nama badan-badan penguasa
- hak tiap orang agar suasana hidup pribadi di hormati dan perlindungan hasil-hasilk pemeriksaan kedokteran dan psikologis yang menyangkut keadaan-keadaan tersendiri
- menghindari terjadinya keuntungan atau kerugian yang tidak seimbang bagi manusia-manusia alami atau badan-badan hukum atau pihak ketiga yang terkait pada masalah bersangkutan.
Selain dasar-dasar pengecualian umum permohonan untuk memperoleh informasi
demikian di luluskan terkecuali menyangkut :
a. data yang masih sedang di kerjakan atau yang tidak
lengakap sehingga dengan demikian dapat memberi gambaran yang keliru
b. pendapat-pendapat pribadi dari anggota-anggota
pemerintahan, para pengurus atau pejabat- pejabat mengenai kebijaksanaan.
BAB
X
TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM
TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM
A. Hakim dan Pemerintah
Pada dasawarsa terakhir kita melihat di Nederland
penggeseran tekanan dari pemerintah ke hakim. Setiap hakim dapat mengalami
perubahan-perubahan, yang penting adalah bahwa hakim juga boleh mengambil jalan
formal untuk menguji ketentuan-ketentuan perjanjian, sedangkan hakim tidak
boleh menguji UU yang formal terhadap UU dasar. Menguji perundang-undangan yang
lebih rendah terhadap yang lebih tinggi dengan kekecualian larangan UU dasar
untuk menguji UU formal terhadap UU dasar, maka dalam hal itu orang melihat
betapa pentingnya tempat yang diduduki hakim itu dalam kmetatanegaraan. Apabila
orang juga mengingat bahwa pembuat undang-undang tidak selalu mampu untuk
menangani perkembangan-perkembangan social barumaka dapat dibayangkan bahwa
dalam literature istilah pengganti pembuat undang-undang mulai tampil ke muka.
Hal itu dPt ditambah dengan istilah hakim sebagai pengganti pemerintah. Namun
istilah pengganti pembuat undang-undang sebagai penunjukan seorang hakim tidak
menggambarkan perkara itu secara tepat. Pertama-tama, seorang hakim tidak
pernah dapat mengambil keputusan-keputusan sendiri. Kedua, seorang hakim hanya
dapat mengambil keputusan-keputusan dalam perkarar-perkara yang konkrit.
Ketiga, hakim itu terbatas untuk pengujian menurut hukum.
B. Syarat-syarat untuk Suatu Peradilan yang Baik (Tinjauan
atas Grodwet Belanda)
Suatu negara menginginkan peradilan yang berkualitas
baik, yang diterima oleh lapisan-lapisan masyarakat yang luas, harus didasarkan
UU dasar dan perundang-undangan yang dijadikan dasar itu sejumlah jaminan. Ciri
khas yang paling pokok dari kedudukan para hakim adalah ketidaktergasntungan
(kebebasan) mereka. Hakim memutuskan sendiri, memberi interpretasi sendiri atas
kewenangannya sendiri, dan dia tidak terikat pada hukum. Untuk menjamin ketidaktergantungan
dan ketidak-sepihakan telah diciptakan ketentuan-ketentuan barikut:
“anggota-anggota dari kekuasaan kehakiman yang ditugaskan pada peradilan
dan Jaksa Agung pada Mahkamah Agung diangkat untuk seumur hidup dengan
penetapan raja.”
Untuk suatu peradilan yang baik selanjutnya dibutuhkan:
- hakim-hakim yang berkualitas baik. Seleksi dan penggajian
adalah penting sekali
- kemungkinan bagi si warga untuk selalu mempunyai jalan
(minta bantuan) ke seorang hakim
- pemutusan dalam persengketaan itu dalam waktu yang wajar
- penetapansuatu hukum acara yang baik,
yang mana dasar-dasar tata cara yang elementer (seperti didengar dan
mendengarkan) telah ditentukan
- kemungkinan-kemungkinan naik banding dan atau kasasi
untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang mungkin ada dari hakim-hakim
rendahan
jaminan-jaminan
bahwa keputusan-keputusan para hakim juga sungguh-sungguh dilaksanakan.
C. Undang-undang Dasar 1945 dan Kekuasaan Kehakiman
Undang-undang Dasar 1945 mengatur 3 hal yang bersifat
pokok yaitu jaminan terhadap adanya hal-hal dan kewajiban-kewajiban asasi
warganya, susunan ketatanegaraan yang bersifat mendasar serta pembagian dan
pembatasab tugas-tugas ketatanegaraan yang juga bersifat mendasar. Dalam UUD
1945 terdapat pula ketentuan-ketentuan tentang kekuasaan kehakiman yang diatur
dalam Bab IX, Pasal 24 dan pasal 25 UUD 1945. Dalam kedua pasal UUD itu, kita
dapat menemukan adanya tiga kaidah hukum:
a. Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh Badan-badan Kehakiman
yang berpuncak pada sebuah Mahkamah Agung
b. Susunan dan Kekuasaan Badan-badan
Kehakiman itu akan diatur lebih lanjut
c. Syarat-syarat untuk menjadi hakim dan
pemberhentiannya juga akan diatur lebih lanjut.
Dalam penjelasan pasal 24 dan pasal 25 UUD 1945
dikemukakan bahwa “kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya
terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubungan dengan itu, harus
diadakan jaminan dalam UU tentang kedudukan para hakim.
D. Kekuasaan Kehakiman (di Indonesia)
Undang-undang yang mengatur secara umum tentang kekuasaan
kehakiman Indonesia ialah UU No.14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok
kekuasaan kehakiman. Undang-undang ini dalam diktum pertamanya mencabut
Undang-undang No.19 Tahun 1962 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman yang berisi ketentuan yang bertentangan dengan UUD 1945.
Ada tiga alasan yang tercantum dalam pasal 19 yang memungkinkan Presiden
turun tangan atau campur tangan dalam soal-soal pengadilan, yaitu:
a. Demi kepentingan Revolusi
b. Demi kehormatan Negara dan Bangsa
c. Demi kepentingan masyarakat mendesak
Undang-undang No.14 Tahun 1970 terdiri dari 8 Bab, yang terbagi dalam 42
pasal. Adapun pengaturan dalam bab-bab meliputi:
a. Ketentuan umum
b. Badan-badan Peradilan dan
asas-asasnya
c. Hubungan pengadilan dan lembaga
negara lainnya
d. Hakim dan kewajibannya
e. Kedudukan pejabat peradilan
(pengadilan)
f. Pelaksanaan putusan pengadilan
g. Bantuan hukum
h. Penutup
E. Badan-Badan Peradilan
Sebagai pelaksanaan pasal 24 dan pasal 25 UUD 1945, dalam
UU No.14 Tahun 1970 diatur adanya 4 lingkungan peradilan yang meliputi:
a. Peradilan Umum
b. Peradilan Agama
c. Peradilan Militer, dan
d. Peradilan Tata Usaha Negara
Sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 10
ayat (1) diatas telah dikeluarkan berturut-turut:
a. Undang-undang No.14, tahun 1985
tentang Mahkamah Agung
b. Undang-undang No.2 tahun 1986
tentang Peradilan Umum
c. Undang-undang No.5 tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara
d. Undang-undang No.7 tahun 1989
tentang Peradilan Agama
PENJELASAN:
1. Mahkamah Agung (MA)
Mahkamah Agung sebagai Pengadilan
Negara Tertinggi terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera (griffier), dan
sekretaris Jenderal Mahkamah Agung.
2. Peradilan Umum
Dalam undang-Undang No.2 tahun 1986
yang dimaksud dengan kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum adalah
pengadilan negeri sebagai pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tinggi
sebagai pengadilan tingkat dua atau pengadilan banding. Peradilan ujmum itu
berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai pengadilan Negara Tertinggi.
Dalam undang-undang dikenal adanya dua
macam pembinaan, yaitu; pembinaan teknis peradilan yang dilakukan oleh Mahkamah
Agung dan Pembinaan Organisasi, administaasi dan keuangan pengadilan yang
dilakukan oleh Menteri Kehakiman. Pengadilan Negeri dibentuk dengan keputusan
Presiden, sedangkan Pengadilan Tinggi dibentuk dengan Undang-undang.
Baik hakim Pengadilan Negeri maupun
hakim Pengadilan Tinggi diangkat oleh Presiden dalam kedudukannya sebagai
Kepala Negara atas usul Menteri Kehakiman berdasarkan persetujuan Ketua
Mahkamah Agung sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.
3. Peradilan Agama
Undang-undang baru yang mengatur
Peradilan Agama adalah UU No.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang menjadi
dasar hukum adanya pengadilan ini.
4. Peradilan Militer
Peradilan Militer ini mengadili
pelanggaran terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Kitab Undang-undang
Hukum Pidana Mliter dan Kitab Undang-undang Hukum Disiplin Tentara. Peraturan
tentang Peradilan Militer terdiri dari:
a. Undang-Undang No. 7 tahun 1946
b. Undang-Undang No. 7 tahun 1947
c. Undang-Undang No. 19 tahun 1948
d. Undang-Undang No.14 tahun 1964
e. Undang-Undang No.14 tahun 1970
f. Undang-Undang No. 2 tahun 1988
5. Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan Tata Usaha Negara diatur dengan Undang-Undang No.54 tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Yang menjadi pertimbangan adanya Peradilan
Tata Usaha Negara ini adalah:
a. Negara RI sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945 bertujuan mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang
sejahtera, aman, tentram, serta tertib, yang menjamin persamaan kedudukan warga
masyarakat dalam hukum, dan yang menjamin terpeliharanya hubungan yang serasi,
seimbang, serta selaras antara aparatur di bidang tata usaha negara dengan para
warga masyarakat
b. Adanya kemungkinan timbulnya benturan kepentingan,
perselisihan atau sengketa antara badan atau pejabat Tata Usaha Negara dengan
warga masyarakat yang dapat merugikan atau menghambat jalannya pembangunan
nasional.
Kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dilakukan
oleh Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
F. Ombudsman
Sejak 1 januari 1982 Negeri Belanda mengenal Obbudsman
Naasional. Pendiriannya, kewenang-wenangannya dan cara kerjanya adalah
berdasarkan UU Ombudsman National 1981. setiap orang mempunyai hak untuk
meminta kepada Omudsman secara tertulis untuk memerikasa cazra suatu organ
administrasi telah bertindak dalam suatu keadaan tertentu terhadap seseorang
atau suatu badan hukm. Ombudsman juga berwenang untuk atau atas prakarsa
sendiri mengadakan suatu pemeriksaan. Dalam rangka pemeriksaan itu Ombudsman
memiliki kewenangan tertentu. Sampai sekarang wewenang Ombudsman adalah
terbatas pada tindakan menteri-menteri, sejauh itu berkaitan dengan pelaksanaan
tugas-tugas yang diwajibkan menurut Peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan Polisi, Para Konisaris dari Ratu di Provinsi dan para Walikota.
G. Perbuatan Melanggar Hukum oleh Penguasa (Onrechtmatige
Overheidsdaad)
1.
Di Belanda
Dalam bidang tindakan penguasa yang melanggar hukum di negeri Belanda dalam
tahhun-tahun terakhir telah terjadi banyak perkembangan. Secara kasar kita
dapat membuat pembagian dalam kategori-kategori yang berikut:
a. Hakim perdata menganggap bahwa telah terjadi suatu
tindakan yang melanggar hukum karena dia menganggap pengumuman suatu keputusan
adalah melanggar hukum
b. Hakim perdatamenganggap bahwa telah terjadi suatu
tindakan melanggar hukum karena seorang pejabat telah membatalkan suatu
keputusan
c. Hakim perdata menganggap bahwa telah terjadi suatu
tindakan melanggar hukum karena dia menganggap pengumuman suatu undang-undang
dalam arti materil adalah melanggar hukum
d. Hakim perdata menganggap bahwa telah terjadi suatu
tindakan melanggar hukum karena dia menganggap suatu tindakan nyata dari
penguasa adalah melanggar hukum.
2. Perbuatan
Melanggar Hukum oleh Penguasa di Indonesia
Tentang perbuatan melanggar hukum oleh penguasa akan dibahas dua aspek
utama yhakni: dasar kompetensi absolut peradilan umum dan criteria perbuatan
melanggar hukum oleh penguasa
3. Dasar
Kompetensi Absolut Peradilan Umum
Pada zaman Hindia Belanda, pengadilan perdata di Hindia Belanda dengan
berpegang pada azas konkordansi. Pada masa setelah proklamasi kemerdekaan,
peradilan perdata tetap menyatakan dirinya kompeten menangani gugatan terhadap
pemerintah. Dari putusan-putusan pengadilan yang pernah ada ternyata ada
beberapa dasar yang dijadikan dasar hukum oleh peradilan perdata untuk
menyatakan kompetensinya. Ada tiga hal yang diketengahkan secara tidak
konsisten, yakni: pertama, masih menunjuk pasal 2 RO sebagai dasar hukum,
kedua, dinyatakan sebagai dasar ialah karena belum adanya peradilan tata usaha
negara, ketiga, menyatakan sebagai dasar ialah yurisprudensi.
H. Kriteria Perbuatan Melanggar Hukum oleh
Penguasa menurut Mahkamah Agung
Menelaah putusan-putusan Mahkamah Agung yang menyangkut criteria perbuatan
melanggar hukum oleh penguasa, dfitemukan dua putusan, yang pertama putusan
Mahkamah Agung dalam perkara Kasum dan yang kedua dalam perkara Josopandojo. Di
samping itu terdapat dua langkah usaha Mahkamah Agung untuk menegaskan rumusan
kriteria perbuatan melanggar hukumoleh penguasa, yang pertama melalui Surat
Edaran Mahkamah Agung dan yang kedua melalui kegiatan lokakarya tentang
Pembangunan Hukum melalui Peradilan.
1. Undang-undang dan Peraturan Formal yang
Berlaku
Kriteria pertama “rechtmatigheid”tindakan penguasa
menurut Mahkamah Agung adalah undang-undang dan peraturan-peraturan formal yang
berlaku.
2. Kepatutan yang harus diperhatikan oleh
Penguasa
Kriteria kedua adalah kepatutan yang harus diperhatikan
oleh penguasa
3. Perbuatan Kebijaksanaan Penguasa
Yang ketiga Mahkamah Agung menegaskan bahwa perbuatan
kebijaksanaan penguasa tidak termasuk kompetensi pengadilan untuk menilainya.
BAB
XI
PERADILAN TATA USAHA NEGARA
PERADILAN TATA USAHA NEGARA
A. Karakteristik dan Prinsip-Prinsip
Peradilan Tata Usaha Negara
Ciri khas hukum acara peradilan tata usaha Negara
terletak pada asas-asas hukum yang melandasinya, yaitu :
a. Asas Praduga Rechmatig ( vermoeden van rechtmatigheid=
praesumptio iustae causa ). Asas ini mengandung makna bahwa setiap tindakan
penguasa selalu harus dianggap rechmatig sampai ada pembatalannya.
b. Asas Pembuktian Bebas. Hakim yang menetapkan beban pembuktian.
c. Asas Keaktifan Hakim ( dominus litis ). Yaitu untuk
mengimbangi kedudukan para pihak karena tergugat adalah pejabat tata usaha
negara sedangkan penggugat adalah orang atau badan hukum perdata.
d. Asas Putusan Pengadilan mempunyai kekuatan mengikat “erga
omnes“. Sedangkan TUN adalah sengketa hukum publik. Dengan demikian putusan
pengadilan TUN berlaku bagi siapa saja-tidak hanya bagi para pihak yang
bersengketa.
Peradilan Tata Usaha Negara pada dasarnya menegakkan
hukum publik, yakni hukum administrasi sebagaimana ditegakkan dalam
Undang-Undang PTUN Pasal 47 bahwa sengketa yang termasuk lingkup kewenangan
PTUN adalah sengketa tata usaha negara.
Peradilan Tata Usaha Negara melalui UU No 5 Tahun 1986
tidak hanya melindungi hak individu tetapi juga melindungi hak masyarakat.
pasal-pasal yang langsung menyangkut perlindungan hak-hak masyarakat adalah
Pasal 49, pasal 55, dan pasal 67.
B. Organisasi Peradilan Tata Usaha
Negara ( PTUN )
Dalam kaitannya dengan organisasi, ada baiknya kita
tinjau struktur PTUN itu sendiri secara sepintas. berdasarkan ketentuan Pasal 8
UU No 5 Tahun 1986, pengadilan tata usaha negara terdiri atas PTUN sebagai
pengadilan tingkat pertama, dan PT TUN ( Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara ).
struktur yang demikian mirip dengan struktur peradilan umum berdasarkan
ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 ( vide Pasal 6 ). Meskipun dengan
struktur yang sama, namun alur perkara dalam lingkungan peradilann umum berbeda
dengan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara. perbedaan itu disebabkan karena
dalam jalur Peradilan Tata Usaha Negara terdapat saluran upaya administratif (
vide pasal 48 UU No 5 Tahun 1986 ).
Pengadilan tata usaha negara dibentuk dengan keputusan
Presiden ( Pasal 9 UU No 5 Tahun 1986 ), Sedangkan pengadilan tinggi tata usaha
negara dibentuk dengan undang-undang.
Pada waktu pertama kali diterapkan UU No 5 Tahun 1986
melalui PP No 7 Tahun 1991 yang menyatakan bahwa PTUN mulai diterapkan tanggal
14 Januari 1991, telah dibentuk 5 pengadilan TUN melalui Kepres No 52 Tahun
1990 dan 3 pengadilan tinggi TUN melalui UU No 10 tahun 1990. Lima pengadilan
TUN tersebut adalah : PTUN Jakarta, Medan, Palembang, Surabaya, dan Ujung
Pandang. Sejalan dengan ketentuan pasal 10 ayat 2 UU No 14 tahun 1970,
kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan tata usaha negara berpuncak pada
Mahkamah Agung sebagai pengadilan negara tertinggi. Dengan demikian keempat
lingkungan peradilan kita berpuncak pada Mahkamah Agung ( sistem piramide ).
Mahkamah
Agung
Peradilan
Umum Peradilan Agama Peradilan Militer Peradilan Tata Usaha Negara
C. Upaya Administratif
Terhadap KTUN ( KTUN ) mengenal adanya upaya
administratif disyaratkan untuk menggunakan saluran peradilan tata usaha
negara. Tentang hal ini, pasal 48 UU No 5 Tahun 1986 menyatakan :
1. Dalam hal suatu badan atau pejabat tata usaha negara
diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk
menyelesaikan secara administratif sengketa tata usaha negara tertentu, maka
sengketa tata usaha negara tersebut harus diselesaikan melalui upaya
administratif yang tersedia.
2. Pengadilan baru wewenang memeriksa, memutuskan, dan
menyelesaikan sengketa tata usaha negara sebagaimana dimaksud dalam ayat 1,
jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan.
Ada 2 macam upaya administratif, yaitu ” banding
administratif ” dan prosedur ” keberatan ”. Dalam hal penyelesaiannya dilakukan
oleh instansi yang sama, yaitu badan atau pejabat tata usaha negara yang
mengeluarkan KTUN, maka prosedur yang ditempuh disebut ” keberatan ”. Dalam hal
ini penyelesaiannya dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain, maka
prosedur ini disebut ” banding administratif ”.
D. Kompetensi Absolut Peradilan Tata
Usaha Negara
KTUN merupakan dasar lahirnya sengketa tata usaha negara.
Dalam pasal 1 angka 3 merumuskan KTUN adalah suatu penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan
hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat
hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Tindakan hukum tata usaha negara tidaklah sama maknanya
dengan tindakan pejabat atau tindakan badan tata usaha negara. Tidak setiap
tindakan pejabat adalah tindakan hukum tata usaha negara.
E. Tenggang Waktu Menggugat
Berdasarkan ketentuan pasal 55, tenggang waktu mengajukan
gugatan adalah :
Bagi yangü dituju dengan
sebuah KTUN ( pihak II ) : 90hari sejak saat KTUN itu diterima;
Bagi pihak IIü yang
berkepentingan : 90 hari sejak saat KTUN itu diumumkan.
F. Hak Gugat
Berdasarkan ketentuan pasal 53 ayat 1 yang dapat
bertindak sebagai penggugat adalah :
- Orang atau badan hukum perdata
- Yang berkepentingannya dirugikan oleh
suatu KTUN
Dengan demikian harus ada hubungan kausal antara KTUN
dengan kerugian/kepentingan.
G. Petitum
Berdasarkan ketentuan pasal 53 ayat 1, petitum pokok adalah KTUN tersebut dinyatakan
tidak sah atau batal. Sebagai petitum tambahan adalah ganti rugi dan
rehabilitasi.
Tuntutan ganti rugi dibatasi jumlahnya. Berdasarkan ketentuan PP no 43
tahun 1991 ganti rugi berkisar antara Rp. 250.000,00-Rp.5.000.000,00
Rehabilitasi hanya berlaku untuk sengketa kepegawaian, yaitu pemulihan hak
sebagai pegawai negeri. Dalam hal rehabilitasi dapat dibebani suatu kewajiban
kompensasi sebesar antara Rp.100.000,00-Rp.2.000.000,00.
H. Alasan Menggugat ( Beroepsgronden )
Berdasarkan ketentuan pasal 53 ayat 2, dasar pengujian oleh pengadilan
terhadap keputusan tata usaha negara yang digugat, adalah :
a. KTUN yang digugat itu bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Penjelasan undang-undang ini mengetengahkan 3
hal dalam pengertian bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yakni :
(1) Bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan
perundang undangan yang bersifat prosedural/formal;
(2). Bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan yang bersifat material/substansial;
(3). Dikeluarkan oleh badan atau
pejabat tata usaha negara yang tidak berwenang.
b. Badan atau pejabat tata usaha negara pada waktu
mengeluarkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1 ) telah menggunakan wewenangnya
untuk tujuan lain dari maksud diberikannya wewenang tersebut.
c. Badan atau pejabat tata usaha negara pada waktu
mengeluarkan atau tidak mengeluarkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat
( 1 ) setelah mempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkut dengan
keputusan itu seharusnya tidak sampai pada pengambilan atau tidak pengambilan
keputusan tersebut.
I. Alat Bukti
Pasal 100 UU No 5 Tahun 1986 menyebutkan alat-alat bukti
:
Keterangan§ ahli
Keterangan§ saksi
Pengakuan§ para pihak
Pengetahuan§ hakim
Ketentuan tersebut dikaitkan dengan pasal 107 :...untuk sahnya pembuktian
diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan keyakinan hakim.
Keabsahan ( rechtmatigheid ) suatu KTUN diukur dengan peraturan
perundang-undangan dan /atau hukum tidak tertulis berupa asas-asas umum
pemerintahan yang baik. aspek-aspek yang diukur adalah :
- Wewenang
- Prosedur
- Substansi
J. Hukum Acara
Istilah hukum acara untuk PTUN hendaknya HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA
NEGARA dan bukan HUKUM ACARA TUN. Penyebutan hukum Acara PTUN untuk menunjukkan
sifat contentieux, karena dalam hukum acara TUN ada aspek contentieux dan ada
aspek non contentieux berupa prosedur pemerintahan, misalnya prosedur
perizinan.
Hukum Acara PTUN dibedakan atas :
a. Hukum Acara Materiil yang meliputi :
- Kompetensi absolut dan relatif
- Hak gugat
- Tenggang waktu menggugat
- Alasan menggugat
- Alat bukti
b. Hukum Acara Formal ( hukum acara dalam arti sempit )
berupa langkah-langkah atau tahapan yang terbagi atas :
- Acara biasa ( pasal 68 dst ), dengan ciri : diawali
dengan pemeriksaan persiapan dan majelis hakim 3 orang.
- Acara cepat/versnelde behandeling ( pasal 98,99 ), dengan
ciri : tidak ada pemeriksaan persiapan, hakim tunggal, dan waktu dipercepat,
kepentinagn mendesak, menyelesaikan pokok sengketa, dan bentuk akhir putusan (
vonis ).
- Acara singkat/kortgeding, dengan ciri : perlawanan (
pasal 62 ayat 4 ) , penundaan pelaksanaan tun ( pasal 67 ayat 2,3,4 ) tidak
untuk menyesaikan pokok sengketa, dan bentuk akhir penetapan.
Dalam acara biasa, Tahapan Penanganan Sengketa adalah :
I. Prosedur “ dismisal “ ( pasal 62 ) :
pemeriksaan administratif untuk menetapkan apakah suatu gugatan dapat diterima
atau tidak dapat diterima.
II. Pemeriksaan persiapan ( pasal 63 )
: tahap ini dimaksudkan untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas.
III. Pemeriksaan di sidang pengadilan (
pasal 68 dst )
* Acara Formal
1. Acara Biasa
Secara garis besar proses tertib beracara menurut acara biasa dapat dibagi
atas tindakan sebelum pemeriksaan di sidang pengadilan dan pada pemeriksaan di
muka sidang pengadilan dengan berbagai ragam pentahapan yang harus dilalui.
2. Tindakan Sebelum Pemeriksaan di Sidang Pengadilan
Tindakan ini dilakukan sebelum pemeriksaan di sidang pengadilan yang
dinyatakn terbuka untuk umum. Untuk itu dilakukan beberapa pentahapan dalam
proses yang dilakukan oleh petugas pengadilan baik ketua, maupun majelis hakim
dan panitera.
Tindakan-tindakan dalam pentahapan itu bersifat
justisial, maupun administratif.
K. Pengajuan Gugatan ( Pasal 53 sampai
dengan Pasal 56 )
Pasal 1 angka 5 menentukan, bahwa gugatan adalah : ”...permohonan yang
berisi tuntutan terhadap badan atau pejabat tata usaha negara dan diajukan ke
pengadilan untuk mendapatkan putusan ” ( garis bawah penulis ).
Yang berhak mengajukan gugatan hanyalah orang, dan atau badan hukum
perdata, atau subyek hukum perdata semata-mata, karena itu penggugat berhak
menentukan sipa yang akan digugat. sedangkan badan atau pejabat administrasi
negara atau subyek hukum publik dilarang mengajukan gugatan ( pasal 1 angka 4,5
angka 6 jo Penjelasan pasal 53 ayat 1 ).
Surat-surat harus ditandatangani ( atau cap jempol ) oleh penggugat atau
kuasanya. Bilamana surat gugat itu ditandatangani oleh kuasanya maka harus
disertai dengan surat kuasa yang sah.
Dengan demikian maka surat-surat dapat ditandatangani
atau cap jempol oleh :
1. ( para ) penggugat sendiri;
2. ( para ) kuasa penggugat, yaitu
subyek hukum yang diberi kuasa khusus oleh para penggugat untuk membuat dan
menandatangani surat-gugat.
3. gugatan diajukan karena para
penggugat merasa kepentingannya dirugikan disebabkan tindakan-tindakan
administrasi yang dituangkan dalam meputusan atau tidak mengeluarkan keputusan
itu.
L. Biaya Perkara
Pada umumnya diperlukan biaya untuk berpekara yang harus dibayar ( pasal 59
). Walaupun demikian adakalanya dibebaskan dari biaya perkara atau berperkara
sevara prodeo ( pasal 60 dan pasal 61 ). Penggugat dalam mengajukan
surat-gugatannya diwajibkan untuk membayar uang muka biaya perkara yang
besarnya ditaksir oleh penitera.
Uang muka biaya perkara ialah biaya yang dibayar terlebih dahulu sebagai
uang panjar oleh pihak penggugat terhadap perkiraan biaya berperkara yang
diperlukan dalam proses sengketa. Sebagai contoh yang termasuk ke dalam biaya
perkara antara lain, seperti baiya-biaya kepaniteraan, materai, saksi, alih
bahas, dab biaya pemeriksaan di tempat lain dari ruang sidang ( pasal 111 ).
Penggugat tidak diwajibkan membayar biaya perkara, maupun imbalan jasa
kepada para kuasanya yang memberikan bantuan hukum. Umumnya bantuan hukum di
sini dititikberatkan sebagai litigasi, dan disarankan sebaiknya dilakukan terus
oleh para kuasanya untuk semua tingkatan peradilan tata usaha negara ( untuk
menghindari pergantian kuasa dan berulangkali menceritakan judex facti yang
serupa kepada kuasa baru oleh klien ).
M. Pencatatan Perkara dalam Daftar (
pasal 59 ayat 2 )
Perkara dicatat dalam daftar oleh panitera setelah penggugat membayar uang
muka biaya perkara ( pasal 59 ayat 2 ), sebagai bukti bahwa gugatan sudah
terdaftar dan uang muka sudah dibayar, dapat diketahui dari tanda bukti
penerimaan uang yang mencantumkan juga nomor register perkara. Sesuai SE
Mahkamah Agung no 2 tahun 1991 tanggal 9 juli 1991 uang muka perkara ditaksir
oleh panitera sekurang-kurangnya Rp. 50.000,-
N. Pemeriksaan Pendahuluan ( pasal 62
dan pasal 63 )
Sebelum hari persidangan ditentukan dan sengketa diperiksa di persidangan
untuk diputuskan, ternyata terdapat kewenangan pengadilan untuk melakukan
semacam ” pemeriksaan pendahuluan ” itu dikemukakan, karena Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1986 tidak menyebutnya.
Pemeriksaan termaksud dapat berupa rapat permusyawaratan dan pemeriksaan
persiapan.
(1). Rapat Permusyawaratan ( prosedur
dismisal )
Gugatan yang diajukan sebelum diperiksa dipersidangkan dapat dinyatakan
tidak diterima atau tidak mempunyai dasar. Hal itu disebabkan :
§ Pokok gugatan ( fakta yang dijadikan
dasar gugatan ) itu nyata-nyata tidak termask wewenang pengadilan;
§ Syarat-syarat gugatan ( pasal 56 tidak dipenuhi
oleh penggugat, sekalipun telah diberitahukan dan diperinagtkan;
§ Gugatan tersebut tidak didasarkan
kepada alasan-alasan yang layak;
§ Apa yang dituntut dalam gugatan
sebenarnya sudah terpenuhi oleh keputusan adnministrasi negara yang digugat;
§ Gugatan diajukan sebelum waktunya atau
telah kadaluarsa.
(2). Pemeriksaan Persiapan
Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, hakim wajib mengadakan
persiapan untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas ( pasal 63 ). Dalam hal
ini hakim bertindak :
ü memberi nasihat kepada penggugat untuk memperbaiki gugatan dan melengkapi
dengan data yang diperlukan dalam jangka waktu 30 hari;
ü dapat diminta penjelasan kepada badan atau pejabat tata usaha negara yang
bersangkutan.
Pemeriksaan persiapan ini merupakan pengkhususan dalam proses pemeriksaan
sengketa administrasi dan di dalam kesempatan ini hakim dapat meminta
penjelasan kepada badan atau pejabat administrasi negara yang bersangkutan,
demi lengkapnya data yang diperlukan untuk gugatan.
Penyederhanaan itu dimungkinkan karena pada hakikatnya kedua hal di atas
itu termasuk dalam ” pemeriksaan pemdahuluan ” dan menunjuk kepada
karakteristik hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, yang dalam hal ini demi
kesempurnaan gugatan yang akal diperiksa dan diputuskan di persidangan.
1.5 Penetapan Hari Sidang (Pasal 59 ayat 3
Pasal 64)
Penetapan hari sidang selalu berhubungan
dengan panggilan, waktu dan jarak antara tempat para pihak yang bersengketa
dengan tempat persidangan. Hari persidangan ditetapkan selambat-lambatnya 30
(tiga puluh) hari seelah gugatan dicatat dalam daftar perkara.
1.6 Panggilan Para Pihak Yang Berperkara (Pasal 59 ayat 3, 4 Pasal 64 ayat
2, Pasal 65 dan Pasal 66)
Pemanggilan kepada para pihak yang berperkara dilakukan setelah selesai
pentahapan tindakan sebelum pemeriksaan di sidang pengadilan. Hal ini berarti
setelah gugatan dianggap cukup lengkap dan sempurna serta telah ditentukan
majelis hakim, yang memeriksa dan memutus sengketa tata usaha negara itu.
Jangka waktu pemanggilan dan hari persidangan tidak boleh kurang dari 6
(enam) hari, kecuali bila sengketa itu diperiksa berdasarkan acara cepat.
11.6.1.2 Pemeriksaan di Sidang
Pengadilan
Setelah ”pemeriksaan pendahuluan” selesai, maka ditetapkanlah hari, jam,
dan tempat persidangan. Kemudian kedua belah pihak atau para kuasanya dipanggil
untuk mulai bersidang yang harus diperlakukan sama dan didengar. Untuk
keperluan pemeriksaan, hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakannya
terbuka untuk umum (Pasal 70 ayat 1). Sifat terbuka sidang untuk umum itu
merupakan syarat mutllak karena kalau tudak putusan hakim diancam batal menurut
hukum, kecuali bila ditentukan lain (Pasal 17 ayat 1 dan 2 undang-undang nomor
14 tahun 1970). Sangatlah penting tertib acara dalam pemeriksaan berikut berita
acaranya. Oleh karena itu dalam sengketa tata usaha negara, tertib acara
pemeriksaan dan berita acaranya di pengadilan tata usaha negara (setelah
berfungsi) pun merupakan salah satu hal yang penting dalam proses beracara.
2.1
Intervensi
Intervensi adalah ikut sertanya pihak lain ke dalam sengketa. Ini dapat
dilakukan oleh seseorang atau badan hukum perdata, baik pada waktu pemeriksaan
di sidang pengadilan maupun dalam pelaksanaan putusan. Intervensi dalam taraf
pemeriksaan di sidang pengadilan, dapat terjadi karena prakarsa administrasi
itu masuk pihak ketiga, maka ia akan memanggilnya dengan resmi sebagaimana
mestinya. Sedangkan atas prakarsa sendiri, ialah bilamana pihak ketiga dengan
jalan memasukkan permohonan sendiri untuk maksud mempertahankan hak dan
kepentingannya jangan sampai dirugikan oleh putusan atas sengketa itu.
Ketentuan intervensi menurut pasal 83 sangatlah dipengaruhi oleh ketentuan
hukum acara perdata. Dalam hukum acara perdata, intervensi perlu diatur karena
sifat putusan pengadilan perdata hanya berlaku bagi para pihak yang berperkara.
2.2 Pemeriksaan Berkas
Semenjak perkara itu dicatat di kepaniteraan
pengadilan tata usaha negara, sampai proses sengketa itu selesai dilaksanakan,
dimungkinkan bagi para pihak untuk melakukan pemeriksaan dan mempelajari
berkas-berkas sengketa termaksud serta membuat kutipan-kutipan seperlunya. Bilamana
ada berkas yang dibawa keluar, haruslah terlebih dahulu mendapat izin dari
ketua pengadilan. Panitera bertanggung jawab sepenuhnya atas berkas-berkas
perkara, termasuk titipan baik barang maupun uang dari pihak ketiga.
2.3 Putusan Pengadilan
Suatu putusan pengadilan diambil untuk memutuskan suatu perkara, yang
diserahkan kepadanya dalam rangka yang dinamakan jurisdictio contentiosa.
Sebelum putusan itu dijatuhkan, terlebih dahulu majelis hakim bermusyawarah
dalam ruangan tertutup untuk mempertimbangkan putusan perkara itu.
Dalam perkara perdata, ternyata hakim berwenang mengubah putusan-sela,
karena terdapat kesalahan di dalamnya, sebagaimana telah diputuskan oleh
Mahkamah Agung. Menurut sifatnya, amar atau diktum putusan itu dibedakab dalam
2 macam, yaitu :
1. Putusan condemnatoir, yaitu yang amrnya
berbunyi : ”Menghukum dan seterusnya..”
2. Putusan yang konstitutif, yaitu yang
amarnya menimbulkan suatu keadaan hukum baru, atau meniadakan keadaan hukum
baru.
Adapun amar putusan itu seperti gugatan ditolak, gugatan dikabulkan,
gugatan tidak diterima dan gugatan gugur.
11.6.2 Acara Luar Biasa
Pemeriksaan perkara di pengadilan tata usaha negara (tingkat pertama) dapat
dilakukan dengan acara biasa dan bukan acara biasa. Apabila kedua acara itu
dibandingkan ternyata masing-masing memiliki proses tersendiri yang berbeda
terutama dilihat dari faktor waktu. Oleh karena itu kita dapat menyebut acara
luar biasa untuk bukan acara biasa.
11.12 Banding
Arti banding yaitu merupakan pemeriksaan dalam instansi (tingkat) kedua
oleh sebuah pengadilan atasan yang mengulangi seluruh pemeriksaan, baik yang
mengenai fakta-faktanya, maupun penerapan hukum atau undang-undang. Permohonan
pemeriksaan banding itu dapat dicabut oleh pemohon selama hal itu belum
diputus. Jika permohonan itu dicabut, maka ia tidak boleh mengajukan lagi
walaupun jangka waktu untuk mengajukan banding belum lampau.
11.13 Kasasi
Terhadap putusan tingkat terakhir pengadilan dapat dimohonkan pemeriksaan
kasasi kepada Mahkamah Agung, tidak terkecuali untuk pengadilan tata usaha
negara. Pemeriksaan kasasi untuk perkara yang diputus oleh Pengadilan di
Lingkungan Pengadilan Agama atau yang diputus oleh Pengadilan di Lingkungan
Peradilan Tata Usaha Negara dilakukan menurut ketentuan undang-undang.
11.14 Peninjauan Kembali
Peninjauan kembali putusan merupakan alat hukum yang istimewa dan pada
galibnya baru dilakukan setelah alat-alat hukum lainnya telah dipergunakan
tanpa hasil. Syarat-syaratnya ditetapkan dalam hukum acara pada umumnya,
peninjauan kembali putusan hanya dapat dilakukan apabila terdapat nova, yaitu
fakta-fakta atau keadaan-keadaan baru, yang pada waktu dilakukan peradilan yang
dahulu, tidak tampak atau memperoleh perhatian.
11.15 Pelaksanaan Putusan Pengadilan
Hanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang
dapat dilaksanakan, terlebih dahulu salinan putusan tadi dikirimkan dengan
surat tercatat oleh panitera pengadilan setempat atas perintah ketua pengadilan
tata usaha negara yang mengadilinya selambat-lambatnya 14 hari terhitung sejak
putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap.
11.16 Peranan Pejabat/Badan TUN dalam
Sengketa TUN
Sebagai salah satu pihak yang bersengketa, pejabat TUN hanya mungkin
berkedudukan sebagai tergugat, dan tidak mungkin sebagai penggugat. Dalam hal
pejabat/badan TUN mempunyai kepentingan terkait dengan suatu sengketa TUN dia
bisa bertindak sebagai intervenient yang mempertahankan/membela kepentingannya.
Sebagai intervenient mestinya tidak harus bergabung dengan salah satu pihak
yang bersengketa, tetapi sebagai pihak yang mandiri dengan kepentingannya
sendiri.
RANGKUMAN
MENUJU
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA YANG MENSEJAHTERAKAN dan MELINDUNGI
Prof. Dr. Yos
Johan Utama SH MHum
BAGIAN PERTAMA
What is State administration?
Menurut Leonard D. White
- (Public Administration consist C,.,, all those operations having for the purpose the fulfillment and enforcement of public Policy
- “Administrasi Negara terdiri atas semua kegiatan Negara dengan maksud untuk menunaikan dan melaksanakan kebijaksanaan Negara”
Menurut Dimock & Koenig
- Pengertian yang luas Administrasi Negara didefinisikan sebagai “kegiatan dari pada Negara dalam melaksanakan kekuatan politik nya”,
- Pengertian sempit, “Administrasi Negara di definisikan sebagai suatu kegiatan dari pada badan eksekutif dalam penyelenggaraan pe merintahan
Menurut Prajudi Atmosudirdjo
- sebagai aparatur negara, aparatur pemerintahan, atau sebagai institusi politik (kenegaraan)-,
- administrasi negara sebagai “fungsi” atau sebagai aktivitas melayani Pemerintah yakni sebagai kegiatan “pemerintah operasional”
- administrasi negara sebagai proses teknis penyelenggaraan Undang-undang
Prajudi Atmosudirdjo
- a)melaksanakan dan menyelenggarakan kehendak-kehendak (strategi, policy) serta keputusan-keputusan Pemerintah secara nyata (implementasi).
- (b)menyelenggarakan undangundang (menurut pasal-pasainya) sesuai dengan peraturan-peraturan pe laksanaan yang di tetapkan
EPICENTRUM ?
- HUKUM ADMINISTRASI NEGARA SEBAGAI TITIK PANGKAL DARI SETIAP ADMINISTRASI NEGARA (ADMINISTRATIVE LAW EPICENTRUM)
- HUKUM ADMINISTRASI BERTUGAS SEBAGAI LAW BELT ATAS SEGALA TINDAKAN ADMINISTRASI (ADMINISTRATION EPICENTRUM)
Beberapa permasalahan baru yang
berkaitan dengan Hukum Administrasi negara
- Belum adanya Peraturan Payung sistem administrasi negara
- Munculnya pola administrasi negara yang tidak standar
- Munculnya lembaga -lembaga baru non departemen (bersifat adhoc) yang mempunyai tugas-tugas reguler dari lembaga-lembaga yang sudah ada, sehingga mengurangi luas kewenangannya, dan cenderung menimbulkan saling tindih kewenangan tersebut.
- Masih adanya urusan pemerintahan yang seharusnya diserahkan kepada daerah, akan tetapi justru masih ditangani oleh pemerintah pusat.
- Akibat adanya pemaknaan yang keliru terhadap otonomi daerah , arogansi daerah dalam bentuk munculnya berbagai peraturan daerah yang bertentangan dengan ketentuan pusat, atau menghambat kebijakan-kebijakan utama pemerintah pusat.
- Pembangkangan daerah terhadap beberapa kebijakan dan peraturan di tingkat menengah, dengan alsasan telah menginduk dengan ketentuan yang lebih tinggi.
- Terjadinya tumpang tindih kebijakan administrasi untuk penanganan pengaturan suatu masalah,
- Malfungsi peradilan administrasi maupun akses-akses penyelesaian sengketa di bidang administrasi negara, sehingga tidak mampu melindungi warga negara
- Sistem Hukum Administrasi keuangan. Tidak/kurang mendukung progresivitas pencapaian pembangunan
- PENALISASI HUKUM ADMINISTRASI
- Lebih menitikberatkan kepada procedure daripada outcome
- Pengembangan Hukum administrasi negara lebih mengedepankan sisi suspect di banding trust
- Hukum administrasi negara yang lebih banyak sebagai pengaturan, dan bukan yang memotivasi peran masyarakat.
PERGESERAN PARADIGMA HUKUM
ADMINISTRASI NEGARA
- Pergeseran Paradigma Hubungan Negara Dan Rakyat
- Pergeseran Paradigma Politik Dan Ketatanegaraan
- Pergeseran Paradigma Administrasi Negara
- Perubahan Cara Pandang Hukum
- Transparansi Dan Ham
PERUBAHAN PARADIGMA HUBUNGAN NEGARA
DAN RAKYAT ?
- Masa Absolutisme
- Masa Negara Penjaga Malam (Nacht Waker Staat)
- Masa Negara Kesejahteraan
- (Welfare State)
PERGESERAN PARADIGMA POLITIK DAN
KETATANEGARAAN
- Otonomi Daerah
- Multi Partai
- Pola Pemilu Legislatif Dan Presiden
- Lembaga-Lembaga Baru
- Posisi Rakyat Dalam Pemilu
- Posisi Aparatur Publik Dalam Pemilu
- Tuntutan Ham Dan Tranparansi
PERGESERAN PARADIGMA ADMINISTRASI
NEGARA
- Paradigma dikotomi antara politik dan administrasi negara
- Paradigma prinsip-prinsip administrasi
- Paradigma administrasi negara sebagai ilmu politik
- Paradigma administrasi publik sebagai ilmu administrasi
- Paradigma administrasi Negara sebagai Administrasi Negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar