Bab I
Menikmati dan
Hehilangan Hak-hak Kewargaan
Hukum perdata Indonesia
Hukum adalah sekumpulan peraturan
yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang
sehingga dapat dipaksakan pemberlakuaanya berfungsi untuk mengatur masyarakat
demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya
Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum
dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata
disebut pula hukum privat
atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur
hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari
(hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur
hubungan antara penduduk atau warga negara
sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian,
kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang
bersifat perdata lainnya.
Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut juga memengaruhi bidang
hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem hukum
yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya
Amerika Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islam
dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada
hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.
Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu:
- Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
- Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
- Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KTHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
- Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sistematika yang ada pada KUHP tetap
dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih diajarkan pada
fakultas-fakultas hukum di Indonesia.
Hukum Pidana Indonesia
Berdasarkan isinya, hukum dapat
dibagi menjadi 2, yaitu hukum privat dan hukum publik (C.S.T Kansil).Hukum
privat adalah hukum yg mengatur hubungan orang perorang, sedangkan hukum publik
adalah hukum yg mengatur hubungan antara negara dengan warga negaranya. Hukum
pidana merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pidana terbagi menjadi dua
bagian, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana
materiil mengatur tentang penentuan tindak pidana, pelaku tindak pidana, dan
pidana (sanksi). Di Indonesia, pengaturan hukum pidana materiil diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). Hukum pidana formil mengatur tentang pelaksanaan
hukum pidana materiil. Di Indonesia, pengaturan hukum pidana formil telah
disahkan dengan UU nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana (KUHAP).
Hukum Tata Negara
Hukum tata negara adalah hukum yang
mengatur tentang negara, yaitu antara lain dasar pendirian, struktur
kelembagaan, pembentukan lembaga-lembaga negara, hubungan hukum (hak dan
kewajiban) antar lembaga negara, wilayah dan warga negara. Hukum tata negara
mengatur mengenai negara dalam keadaan diam artinya bukan mengenai suatu
keadaan nyata dari suatu negara tertentu (sistem pemerintahan, sistem pemilu,
dll dari negara tertentu) tetapi lebih pada negara dalam arti luas. Hukum ini
membicarakan negara dalam arti yang abstrak.
Hukum Tata Usaha (administrasi)
Negara
Hukum tata usaha (administrasi)
negara adalah hukum yang mengatur kegiatan administrasi negara. Yaitu hukum
yang mengatur tata pelaksanaan pemerintah dalam menjalankan tugasnya . hukum
administarasi negara memiliki kemiripan dengan hukum tata negara.kesamaanya
terletak dalam hal kebijakan pemerintah ,sedangkan dalam hal perbedaan hukum
tata negara lebih mengacu kepada fungsi konstitusi/hukum dasar yang digunakan
oleh suatu negara dalam hal pengaturan kebijakan pemerintah,untuk hukum
administrasi negara dimana negara dalam "keadaan yang bergerak".
Hukum tata usaha negara juga sering disebut HTN dalam arti sempit.
Hukum Acara Perdata Indonesia
Hukum acara perdata Indonesia adalah
hukum yang mengatur tentang tata cara beracara (berperkara di badan peradilan)
dalam lingkup hukum perdata. Dalam hukum acara perdata, dapat dilihat dalam
berbagai peraturan Belanda dulu(misalnya; Het Herziene Inlandsh Reglement/HIR,
RBG, RB,RO).
Hukum Acara Pidana Indonesia
Hukum acara pidana Indonesia adalah
hukum yang mengatur tentang tata cara beracara (berperkara di badan peradilan)
dalam lingkup hukum pidana. Hukum acara pidana di Indonesia diatur dalam UU
nomor 8 tahun 1981.
Asas dalam Hukum Acara Pidana
Asas di dalam hukum acara pidana di Indonesia adalah:
- Asas perintah tertulis, yaitu segala tindakan hukum hanya dapat dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang berwenang sesuai dengan UU.
- Asas peradilan cepat, sederhana, biaya ringan, jujur, dan tidak memihak, yaitu serangkaian proses peradilan pidana (dari penyidikan sampai dengan putusan hakim) dilakukan cepat, ringkas, jujur, dan adil (pasal 50 KUHAP).
- Asas memperoleh bantuan hukum, yaitu setiap orang punya kesempatan, bahkan wajib memperoleh bantuan hukum guna pembelaan atas dirinya (pasal 54 KUHAP).
- Asas terbuka, yaitu pemeriksaan tindak pidana dilakukan secara terbuka untuk umum (pasal 64 KUHAP).
- Asas pembuktian, yaitu tersangka/terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian (pasal 66 KUHAP), kecuali diatur lain oleh UU.
Hukum Antar Tata Hukum
Hukum antar tata hukum adalah hukum
yang mengatur hubungan antara dua golongan atau lebih yang tunduk pada
ketentuan hukum yang berbeda.
Hukum Adat di Indonesia
Hukum Islam di Indonesia
Hukum Islam di Indonesia belum bisa ditegakkan secara menyeluruh, karena belum
adanya dukungan yang penuh dari segenap lapisan masyarakat secara demokratis
baik melalui pemilu atau referendum
maupun amandemen
terhadap UUD 1945 secara
tegas dan konsisten. Aceh merupakan satu-satunya provinsi yang banyak menerapkan
hukum Islam melalui Pengadilan Agama, sesuai pasal 15 ayat 2 Undang-Undang RI
No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu : Peradilan Syariah
Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darrussalam merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan
agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama, dan
merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum sepanjang
kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum.
Istilah Hukum
Advokat
Sejak berlakunya UU nomor 18 tahun 2003 tentang advokat, sebutan bagi seseorang yang berprofesi
memberikan bantuan hukum secara swasta - yang semula terdiri dari berbagai
sebutan, seperti advokat, pengacara, konsultan hukum, penasihat hukum - adalah
advokat.
Advokat dan Pengacara
Kedua istilah ini sebenarnya
bermakna sama, walaupun ada beberapa pendapat yang menyatakan berbeda. Sebelum
berlakunya UU nomor 18 tahun 2003, istilah untuk pembela keadilan plat hitam
ini sangat beragam, mulai dari istilah pengacara, penasihat hukum, konsultan
hukum, advokat dan lainnya. Pengacara sesuai dengan kata-kata secara harfiah
dapat diartikan sebagai orang yang beracara, yang berarti individu, baik yang
tergabung dalam suatu kantor secara bersama-sama atau secara individual yang
menjalankan profesi sebagai penegak hukum plat hitam di pengadilan.
Sementara advokat dapat bergerak dalam pengadilan, maupun bertindak sebagai
konsultan dalam masalah hukum, baik pidana maupun perdata. Sejak diundangkannya
UU nomor 18 tahun 2003, maka istilah-istilah tersebut distandarisasi menjadi
advokat saja.
Dahulu yang membedakan keduanya
yaitu Advokat adalah seseorang yang memegang izin ber"acara"
di Pengadilan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman serta mempunyai
wilayah untuk "beracara" di seluruh wilayah Republik Indonesia
sedangkan Pengacara Praktek adalah seseorang yang memegang izin praktik
/ beracara berdasarkan Surat Keputusan Pengadilan Tinggi setempat dimana
wilayah beracaranya adalah "hanya" diwilayah Pengadilan Tinggi yang
mengeluarkan izin praktik tersebut. Setelah UU No. 18 th 2003 berlaku maka yang
berwenang untuk mengangkat seseorang menjadi Advokat adalah Organisasi
Advokat.(Pengacara dan Pengacara Praktek/pokrol dst seteah UU No. 18 tahun 2003
dihapus)
Konsultan Hukum
Konsultan hukum atau dalam bahasa
Inggris counselor at law atau legal consultant adalah orang yang
berprofesi memberikan pelayanan jasa hukum dalam bentuk konsultasi, dalam
sistem hukum yang berlaku di negara masing-masing. Untuk di Indonesia, sejak UU
nomor 18 tahun 2003 berlaku, semua istilah mengenai konsultan hukum, pengacara,
penasihat hukum dan lainnya yang berada dalam ruang lingkup pemberian jasa
hukum telah distandarisasi menjadi advokat.
Jaksa dan Polisi
Dua institusi publik yang berperan
aktif dalam menegakkan hukum publik di Indonesia adalah kejaksaan dan kepolisian. Kepolisian atau polisi berperan untuk menerima,
menyelidiki, menyidik suatu tindak pidana yang terjadi dalam ruang lingkup
wilayahnya. Apabila ditemukan unsur-unsur tindak pidana, baik khusus maupun umum, atau tertentu, maka pelaku (tersangka)
akan diminta keterangan, dan apabila perlu akan ditahan.
Dalam masa penahanan, tersangka akan
diminta keterangannya mengenai tindak pidana yang diduga terjadi. Selain
tersangka, maka polisi juga memeriksa saksi-saksi dan alat bukti yang berhubungan erat dengan tindak pidana
yang disangkakan. Keterangan tersebut terhimpun dalam berita acara pemeriksaan
(BAP) yang apabila dinyatakan P21 atau lengkap, akan dikirimkan ke kejaksaan
untuk dipersiapkan masa persidangannya di pengadilan. Kejaksaan akan
menjalankan fungsi pengecekan BAP dan analisa bukti-bukti serta saksi untuk
diajukan ke pengadilan.
Apabila kejaksaan berpendapat bahwa
bukti atau saksi kurang mendukung, maka kejaksaan akan mengembalikan berkas
tersebut ke kepolisian, untuk dilengkapi. Setelah lengkap, maka kejaksaan akan
melakukan proses penuntutan perkara. Pada tahap ini, pelaku (tersangka) telah
berubah statusnya menjadi terdakwa, yang akan disidang dalam pengadilan.
Apabila telah dijatuhkan putusan, maka status terdakwa berubah menjadi
terpidana.
1. Penikmatan
hak-hak kewargaan tidak tergantung pada hak-hak kenegaraan.
2. Anak
dalam kandungan seorang wanita dianggap telah lahir, setiap kali kepentingannya
menghendakinya. Bila telah mati waktu dilahirkan, anak tersebut dianggap tidak
pernah ada. (KUHPerd. 348, 489, 758, 836, 899, 1679)
3. Tiada
suatu hukuman apapun dapat mengakibatkan kematian perdata atau hilangnya
seluruh hak-hak kewargaan (ISR. 144.)
Bab
II
Akta-akta catatan sipil
Bagian 1
Daftar Catatan Sipil pada umumnya
Tanpa mengurangi ketentuan pasal 10 Ketentuan-ketentuan
Umum Perundang-undangan di Indonesia, maka untuk golongan Eropa di seluruh
Indonesia ada daftar kelahiran, daftar lapor kawin, daftar izin kawin, daftar
perkawinan dan perceraian, dan daftar kematian. (KUHPerd. 5; BS. 1.) Pegawai
yang ditugaskan menyelenggarakan daftar-daftar itu, disebut pegawai catatan
sipil.
Pemerintah (Gouverneur-Generaal), setelah mendengar Mahkamah Agung
(Hooggerechtshof), dengan peraturan tersendiri, menentukan tempat dan cara
menyelenggarakan daftar-daftar tersebut, demikian pula cara menyusun
akta-aktanya dan syarat-syarat yang harus diindahkan. Dalam peraturan itu juga
ditetapkan hukuman-hukuman terhadap pelanggaran-pelanggaran oleh pegawai
catatan sipil, sejauh dalam hal itu belum atau tidak akan diatur dengan ketentuan
undang-undang hukum pidana. (KURP 436, 556 dst. lihat peraturan BS. golongan
Eropa, Indonesia dan Indonesia-Kristen dan catatan di bawah judul BS.)
Bagian 2
Nama, perubahan nama, dan perubahan nama depan
Anak sah, dan juga anak tak sah
tetapi yang diakui oleh ayahnya, menyandang nama keturunan ayahnya; anak yang
tidak diakui oleh ayahnya, menyandang nama keturunan ibunya. (KUHperd. 250 dst., 255, 256 dst., 261, 272
dst., 280, 283 dst., 306; BS. 41.).
Siapa pun tidak diperkenankan
mengganti nama keturunannya, atau menambahkan nama lain pada namanya tanpa izin
pemerintah. (BS. 28, 40; S. 1824-13 pasal 2; S. 1837-11; S. 1867-168 s V; S.
1917-12.) (s.d.t. dg. S. 1937-595.) Barangsiapa tidak dikenal nama-keturunannya
atau nama depannya, boleh mengambil suatu nama-keturunan atau nama-depan dengan
izin pemerintah.
Permohonan untuk itu tidak dapat
dikabulkan sebelum habis jangka waktu empat bulan, terhitung mulai dari hari
pemberitaan permohonan itu dalam Berita Negara. (S. 1883-192 pasal 3.)
Selama jangka waktu tersebut dalam
pasal yang lalu, pihak-pihak yang berkepentingan boleh mengemukakan kepada
pemerintah, dengan surat permohonan, dasar-dasar yang mereka anggap menjadi
keberatan untuk menentang permohonan tersebut di atas. (S. 1883-192 pasal 3.)
Bila dalam hal yang dimaksud dalam
alinea pertama pasal 6 permohonan dikabulkan, maka surat penetapannya harus
disampaikan kepada pegawai catatan sipil di tempat tinggal si pemohon, dan
pegawai itu harus menuliskannya dalam buku daftar yang paling akhir, dan membuat
catatan tentang hal itu pada tepi akta kelahiran si pemohon. (BS. 26.) (s.d.t.
dg. S. 1937-595.) Surat penetapan yang diberikan berkenaan dengan dikabulkannya
permohonan termaksud dalam pasal 6 alinea kedua, dibukukan dalam daftar
kelahiran yang paling akhir di tempat tinggal yang bersangkutan, dan dalam hal
termaksud dalam pasal 43 alinea pertama Reglemen tentang Catatan Sipil untuk
Golongan Eropa, dicatat pula pada tepi akta kelahiran. (s.d.t. dg. S.
1937-595.) Bila suatu permohonan tidak dikabulkan seperti yang dimaksud pada
alinea yang lalu, pemerintah dapat memberikan nama-keturunan atau nama-depan
kepada yang berkepentingan. Surat penetapan ini harus diperlakukan sesuai
dengan pasal yang lalu.
Diperolehnya suatu nama sesuai
dengan ketentuan-ketentuan dalam keempat pasal yang lalu, sekali-kali tidak
boleh diajukan sebagai bukti adanya hubungan sanak-saudara. (KUHPerd. 262; S. 1883-192 pasal 3.)
Tiada seorang pun boleh mengubah
nama-depannya atau menambahkan nama-depan pada namanya, tanpa izin pengadilan
negeri (raad van justitie) tempat tinggalnya atas permohonan untuk itu, setelah
mendengar jawatan kejaksaan (openbaar ministrie). (BS. 40.)
Bila pengadilan negeri mengizinkan
penggantian atau penambahan nama-depan, maka surat penetapannya harus disampaikan
kepada pegawai catatan sipil tempat tinggal si pemohon, dan pegawai itu harus
membukukannya dalam daftar yang paling akhir, dan mencatatnya pula pada tepi
akta kelahiran. (BS. 26.)
Bagian
3
Pembetulan
Akta Catatan Sipil, dan Penambahannya. (S. 1836-16.)
Bila daftar tidak pernah ada, atau
telah hilang, dipalsu, diubah, robek, dimusnahkan, digelapkan atau dirusak,
bila ada akta yang tidak terdapat dalam daftar itu, atau bila dalam akta yang
dibukukan terdapat kesesatan, kekeliruan atau kesalahan lain, maka hal-hal itu
dapat menjadi dasar untuk mengadakan penambahan atau perbaikan dalam daftar itu. (BS. 26 dst., 36; KUHPerd. 14, 101; S.
1854-40, lihat BS. 67.)
Permohonan untuk itu hanya dapat
diajukan kepada pengadilan negeri, yang di daerah hukumnya daftar-daftar itu
diselenggarakan atau seharusnya diselenggarakan, dan untuk itu pengadilan
negeri akan mengambil keputusan setelah mendengar jawatan kejaksaan dan
pihak-pihak yang berkepentingan bila ada cukup alasan dan dengan tidak
mengurangi kesempatan banding. (Rv. 844 dst.)
Keputusan ini hanya berlaku antara
pihak-pihak yang telah memohon, atau yang pernah dipanggil. (KUHPerd. 1917.)
16. Semua keputusan tentang
pembetulan atau penambahan pada akta, yang telah memperoleh kekuatan tetap,
harus dibukukan oleh pegawai catatan sipil dalam daftar-daftar yang paling
akhir segera setelah diperlihatkan dan bila ada perbaikan, hal itu harus
diberitakan pada margin akta yang diperbaiki, sesuai dengan ketentuan-ketentuan
Reglemen tentang Catatan Sipil. (BS. 26; Rv. 166.)
Bab III
Tempat Tinggal atau Domisili
Setiap orang dianggap bertempat
tinggal di tempat yang dijadikan pusat kediamannya. Bila tidak ada tempat
tinggal yang demikian, maka tempat kediaman yang sesungguhnya dianggap sebagai
tempat tinggalnya. (Rv. 6-7?, 99.) Perubahan tempat tinggal terjadi dengan
pindah rumah secara nyata ke tempat lain disertai niat untuk menempatkan pusat
kediamannya di sana. (KUHPerd. 19, 53
dst.)
Niat itu dibuktikan dengan
menyampaikan pernyataan kepada kepala pemerintahan, baik di tempat yang
ditinggalkan, maupun di tempat tujuan pindah rumah kediaman. (KUHP 515; S. 1919-573 jis. 1931-373, 423.) Bila tidak ada
pernyataan, maka bukti tentang adanya niat itu harus disimpulkan dari keadaan
sebenarnya.
Mereka yang ditugaskan untuk
menjalankan dinas umum, dianggap bertempat tinggal di tempat mereka bertugas. (RO. 21; Rv. 99.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Seorang
wanita yang telah kawin dan tidak pisah meja dan ranjang, tidak mempunyai
tempat tinggal lain daripada tempat tinggal suaminya; anak-anak di bawah umur
mengikuti tempat tinggal salah satu dari kedua orang tua mereka yang melakukan
kekuasaan orang tua atas mereka, atau tempat tinggal wali mereka; orang-orang
dewasa yang berada di bawah pengampuan mengikuti tempat tinggal pengampu
mereka. (KUHPerd. 106, 207, 211, 242,
298, 301, 383, 452.)
(s.d.u. dg. S. 1926-335 jis. 458, 565 dan S.
1927-108.) Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal yang lalu, buruh
mempunyai tempat tinggal di rumah majikan mereka bila mereka tinggal serumah
dengannya. (KUHPerd. 17-2, 1061a dst.)
Yang dianggap sebagai rumah kematian
seseorang yang meninggal dunia adalah rumah tempat tinggalnya yang terakhir. (KUHPerd. 1023; Rv. 7, 99; Weesk. 47.)
Dalam suatu akta dan terhadap suatu
soal tertentu, kedua pihak atau salah satu pihak bebas untuk memilih tempat
tinggal yang lain daripada tempat tinggal yang sebenarnya. Pemilihan itu dapat
dilakukan secara mutlak, bahkan sampai meliputi pelaksanaan keputusan hakim,
atau dapat dibatasi sedemikian rupa sebagaimana dikehendaki oleh kedua pihak
atau salah satu pihak. Dalam hal ini surat-surat juru sita, gugatan-gugatan
atau tuntutan-tuntutan yang tercantum atau termaksud dalam akta itu, boleh
dilakukan di tempat tinggal yang dipilih dan di muka hakim tempat tinggal itu. (KUHPerd. 1186, 1194, 1393, 1405, 1412; Rv.
8, 13, 85, 99, 106 dst., 411, 443, 461, 477, 504, 533, 550, 561, 594, 597, 601,
606, 655, 662, 666, 729, 816, 860 dst.)
Bila hal sebaliknya tidak
disepakati, masing-masing pihak boleh mengubah tempat tinggal yang dipilih
untuk dirinya, asalkan tempat tinggal yang baru tidak lebih dari sepuluh pal
jauhnya dari tempat tinggal yang lama dan perubahan itu diberitahukan kepada
pihak yang lain.
Bab IV
Perkawinan
Ketentuan-ketentuan perkawinan dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang diatur dalam Kitab
Undang-undang Hukum Perdata dan dalam peraturan-peraturan lain, oleh Pasal 66
UU No. 1 Tahun 1974 dinyatakan tidak berlaku lagi, sejauh telah diatur dalam UU
No. 1 Tahun 1974.
Ketentuan
Umum
Undang-undang memandang soal
perkawinan hanya dalam hubungan-hubungan perdata. (KUHPerd. 81.)
Bagian
1
Syarat-syarat dan segala sesuatu
yang harus dipenuhi untuk dapat melakukan perkawinan Lihat Peraturan Peralihan
mengenai diberlakukannya perundang-undangan anak-anak S. 1927-31 jis. 390, 421
sebelum Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Pada waktu yang sama, seorang lelaki
hanya boleh terikat oleh perkawinan dengan satu orang perempuan saja; seorang
perempuan hanya dengan satu orang lelaki saja. (KUHPerd. 60-41?, 62, 63-2?, 65, 70-4?, 83, 86, 93, 95 dst., 493 dst.;
KUHP 279 dst.)
Asas perkawinan menghendaki adanya
persetujuan bebas dari calon suami dan calon istri. (KUHPerd. 61-3?, 4?, 62, 63-2?, 65, 83, 87 dst., 95 dst. 901.)
Laki-laki yang belum mencapai umur
delapan belas tahun penuh dan perempuan yang belum mencapai umur lima belas
tahun penuh, tidak diperkenankan mengadakan perkawinan. Namun jika ada
alasan-alasan penting, pemerintah berkuasa menghapuskan larangan ini dengan
memberikan dispensasi. (ISR. 43;
KUHPerd. 61-4?, 62, 63-2?, 65, 83, 89; BS. 55, 61; W & B II-283.)
Perkawinan dilarang antara mereka
yang satu sama lainnya mempunyai hubungan darah dalam garis ke atas maupun
garis ke bawah, baik karena kelahiran yang sah maupun karena kelahiran yang tidak
sah, atau karena perkawinan; dalam garis ke samping, antara kakak-beradik
laki-perempuan, sah atau tidak sah. (KUHPerd.
61-4?, 62, 63-2?, 65, 83, 90, 93, 95 dst., 98, 290, 295, 297.)
Perkawinan juga dilarang karena
alasan-alasan berikut: 1?. (s.d.u. dg. S. 1941-370.) antara ipar laki-laki dan
ipar perempuan, sah atau tidak sah, kecuali bila suami atau istri yang
menyebabkan terjadinya periparan itu telah meninggal atau bila atas dasar
ketidakhadiran si suami atau si istri telah diberikan izin oleh hakim kepada
suami atau istri yang tinggal untuk melakukan perkawinan lain; 2?. antara paman
atau paman orang tua dan kemenakan perempuan atau anak perempuan kemenakan,
demikian pula antara bibi atau bibi orang tua dan kemenakan laki-laki atau anak
laki-laki kemenakan, yang sah atau tidak sah. Jika ada alasan-alasan penting,
pemerintah dengan memberi dispensasi, berkuasa menghapuskan larangan yang
tercantum dalam pasal ini. (ISR. 43;
KUHPerd. 29, 61-4?, 62, 63-2?, 65, 83, 90, 93, 95 dst., 98, 295, 297.)
Seseorang yang dengan keputusan
pengadilan telah dinyatakan melakukan zinah, sekali-kali tidak diperkenankan
kawin dengan pasangan zinahnya itu.
(KUHPerd. 61-4?, 62, 63- 2?, 65, 83, 90, 93, 95 dst., 98, 209.)
(s.d.u. dg. S. 1923-31.) Antara orang-orang
yang perkawinannya telah dibubarkan sesuai dengan ketentuan pasal 199 nomor 3?
atau 4?, tidak boleh untuk kedua kalinya dilaksanakan perkawinan kecuali
setelah lampau satu tahun sejak pembubaran perkawinan mereka yang didaftarkan
dalam daftar catatan sipil. Perkawinan lebih lanjut antara orang-orang yang
sama dilarang. (KUHPerd. 61-4?, 62,
63-2?, 65, 83, 90, 93, 199, 207 dst., 232a, 268, 493.)
Seorang wanita tidak boleh melakukan
perkawinan baru, kecuali setelah lampau jangka waktu tiga ratus hari sejak
pembubaran perkawinan yang terakhir. (KUHPerd.
61-4?, 62, 63-2?, 64 dst., 71-4?, 93, 99, 252, 494 dst.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Untuk
melaksanakan perkawinan, anak sah di bawah umur memerlukan izin kedua orang
tuanya. Akan tetapi bila hanya salah seorang dari mereka memberi izin dan yang
lainnya telah dipecat dari kekuasaan orang tua atau perwalian atas anak itu,
maka pengadilan negeri di daerah tempat tinggal anak itu, atas permohonannya,
berwenang memberi izin melakukan perkawinan itu, setelah mendengar atau
memanggil dengan sah mereka yang izinnya menjadi syarat beserta
keluarga-keluarga sedarah atau keluarga-keluarga semenda. Bila salah satu orang
tua telah meninggal atau berada dalam keadaan tak mampu menyatakan kehendaknya,
maka izin cukup diperoleh dari orang tua yang lain. (KUHPerd. 37, 40 dst., 49, 61-1?, 71-2?, 5?, 83, 91, 151, 299 dst.,
330, 424, 458, 901; BS. 61-4?.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Selain
izin yang diharuskan dalam pasal yang lalu, anak-anak sah yang belum dewasa
memerlukan juga izin dari wali mereka, bila yang melakukan perwalian adalah
orang lain daripada ayah atau ibu mereka; bila izin itu diperlukan untuk kawin
dengan wali itu atau dengan salah satu dari keluarga sedarahnya dalam garis
lurus, diperlukan izin dari wali pengawas. Bila wali atau wali pengawas atau
ayah atau ibu yang telah dipecat dari kekuasaan orang tua atau perwaliannya,
menolak memberi izin atau tidak dapat menyatakan kehendaknya, maka berlakulah alinea
kedua pasal yang lalu, asal orang tua yang tidak dipecat dari kekuasaan orang
tua atau dari perwaliannya atas anaknya telah memberikan izin itu. (KUHPerd. 42, 49, 62, 71-2?, 5?, 83 dst.,
91, 151, 424, 901; BS. 61-4?.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila
ayah dan ibu telah meninggal atau berada dalam keadaan tidak mampu menyatakan
kehendak mereka, maka mereka masing-masing harus digantikan oleh tua mereka,
sejauh mereka masih hidup dan tidak dalam keadaan yang sama. Bila orang lain
daripada orang-orang tersebut di atas melakukan perwalian atas anak-anak
dibawah umur itu, maka dalam hal seperti yang dimaksud dalam alinea yang lalu,
si anak memerlukan lagi izin dari wali atau wali pengawas, sesuai dengan
perbedaan kedudukan yang dibuat dalam pasal yang lalu. Alinea kedua pasal 35
berlaku, bila antara mereka yang izinnya diperlukan menurut alinea satu atau
alinea dua pasal ini ada perbedaan pendapat atau bila salah satu atau lebih
tidak menyatakan pendiriannya (KUHPerd.
49, 62, 71-2?, 5?, 83 dst., 91 151, 424, 497, 901; BS. 61-4?.)
(s.d.u. dg. S 1927-31 jis. 390, 421.) Bila
ayah dan ibu serta kakek dan nenek si anak tidak ada, atau bila mereka semua
berada dalam keadaan tak mampu menyatakan kehendak mereka, anak sah yang masih
di bawah umur tidak boleh melakukan perkawinan tanpa izin wali dan wali
pengawasnya. Bila baik wali maupun wali pengawas, atau salah seorang dari
mereka, menolak untuk memberi izin atau tidak menyatakan pendirian, maka
pengadilan negeri di daerah tempat tinggal anak masih di bawah umur, atas
permohonannya berwenang memberi izin untuk melakukan perkawinan, setelah
mendengar dan memanggil dengan sah wali, wali pengawas, dan keluarga sedarah
atau keluarga semenda. (KUHPerd.) 39, 49
61-2?, 63 dst; KUHP 524.)
(s.d.u. dg. 1927-31 jis. 390, 421.) Anak luar
kawin yang diakui sah, selama masih di bawah umur, tidak boleh melakukan
perkawinan tanpa izin ayah dan ibu yang mengakuinya, sejauh kedua-duanya atau
salah seorang masih hidup dan tidak berada dalam keadaan tak mampu menyatakan kehendak
mereka. Bila semasa hidup ayah atau ibu yang mengakuinya, orang lain yang
melakukan perwalian atas anak itu, maka harus pula diperoleh izin dari wali itu
atau dari wali pengawas bila izin itu diperlukan untuk perkawinan dengan wali
itu sendiri atau dengan salah seorang dari keluarga sedarah dalam garis lurus.
Bila terjadi perselisihan pendapat
antara mereka yang izinnya diperlukan menurut alinea pertama dan kedua, dan
salah seorang atau lebih menolak memberikan izin itu, maka pengadilan negeri di
daerah hukum tempat tinggal anak yang di bawah umur itu, atas permohonan si
anak berkuasa memberi izin untuk melakukan perkawinan, setelah mendengar atau
memanggil dengan sah mereka yang izinnya diperlukan.
Bila baik ayah maupun ibu yang
mengakui anak di bawah umur itu telah meninggal atau berada dalam keadaan tidak
mampu menyatakan kehendak mereka, diperlukan izin dari wali dan wali pengawas.
Bila kedua-duanya atau salah seorang menolak untuk memberi izin, atau tidak
menyatakan pendirian, maka berlaku pasal 38 alinea kedua, kecuali apa yang
ditentukan di situ mengenai keluarga sedarah atau keluarga semenda.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Anak
tidak sah yang tidak diakui, tidak boleh melakukan perkawinan tanpa izin wali
atau wali pengawas, selama ia masih di bawah umur. Bila kedua-duanya, atau
salah seorang, menolak untuk memberikan izin atau untuk menyatakan pendirian,
pengadilan negeri di daerah hukum tempat tinggal anak yang masih di bawah umur
itu, atas permohonannya, berkuasa memberikan izin untuk setelah mendengar atau
memanggil dengan sah wali atau wali pengawas si anak. (KUHP 524.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Penetapan-penetapan pengadilan negeri dalam hal-hal yang termaksud dalam enam
pasal yang lalu, diberikan tanpa bentuk hukum acara. Penetapan-penetapan itu,
baik yang mengabulkan permohonan izin, maupun yang menolak, tidak dapat
dimohonkan banding. (s.d.u. dg. S. 1927-456.) Mendengar mereka yang izinnya
diperlukan seperti yang termaksud dalam enam pasal yang lalu, bila mereka bertempat
tinggal di luar kabupaten tempat kedudukan pengadilan negeri itu, boleh
dilimpahkan kepada pengadilan negeri di tempat tinggal atau tempat kedudukan
mereka, dan pengadilan negeri ini akan menyampaikan berita acaranya kepada
pengadilan negeri yang disebut pertama. Pemanggilan mereka yang izinnya
diperlukan, dilakukan dengan cara seperti yang ditentukan dalam pasal 333
terhadap keluarga sedarah dan keluarga semenda. Mereka yang disebut pertama,
ataupun mereka yang disebut terakhir, boleh mewakilkan diri dengan cara seperti
yang tercantum dalam pasal 334.
(s.d.u. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Anak sah,
yang telah dewasa, tetapi belum genap tiga puluh tahun, juga wajib untuk mohon
izin ayah dan ibunya untuk melakukan perkawinan. Bila ia tidak memperoleh izin
itu, ia boleh memohon perantaraan pengadilan negeri tempat tinggalnya, dan
dalam hal itu harus diindahkan ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal berikut.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam
waktu tiga minggu, atau dalam jangka waktu yang lain jika dianggap perlu oleh
pengadilan negeri, terhitung dari hari pengajuan surat permohonan itu,
pengadilan harus berusaha menghadapkan si ayah dan si ibu, beserta anak itu,
agar dalam suatu sidang tertutup kepada mereka diberi penjelasan-penjelasan
yang dianggap berguna oleh pengadilan demi kepentingan mereka masing-masing.
Mengenai pertemuan pihak-pihak tersebut harus dibuat berita acara tanpa
mencantumkan alasan-alasan yang mereka kemukakan.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila
baik ayahnya maupun ibunya tidak hadir, perkawinan dapat dilangsungkan dengan
penunjukan akta yang memperlihatkan ketidakhadiran itu.
Bila anak itu tidak hadir, maka
perkawinannya tidak dapat dilaksanakan, kecuali sesudah permohonan diajukan
sekali lagi untuk perantaraan pengadilan.(KUHPerd.
47, 48.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila,
setelah anak itu dan kedua orang tua atau salah satu orang tua hadir, kedua
orang tua itu atau salah seorang tetap menolak, maka perkawinan tidak boleh
dilaksanakan bila belum lampau tiga bulan, terhitung dari hari pertemuan itu.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Ketentuan-ketentuan dalam lima pasal terakhir ini juga berlaku untuk anak tak
sah terhadap ayah dan ibu yang mengakuinya.
(s.d.u. dg. S. 1928-546.) Sekiranya kedua
orang tua atau salah satu tidak berada di Indonesia, pemerintah berkuasa
memberi dispensasi dari kewajiban-kewajiban yang tercantum dalam pasal 42
sampai dengan pasal 47.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam
pengertian ketidakmungkinan bagi para orang tua atau para kakek-nenek untuk
memberi izin kepada anak di bawah umur untuk melakukan perkawinan, dalam
hal-hal yang diatur dalam pasal 35, 37, 38 dan 39, sekali-kali tidak termasuk
ketidakhadiran terus-menerus atau sementara di Indonesia. (S. 1927-31,
peraturan peralihan.)
Bagian 2
Acara yang harus mendahului perkawinan
Semua orang yang hendak
melangsungkan perkawinan, harus memberitahukan hal itu kepada pegawai catatan
sipil di tempat tinggal salah satu pihak. (KUHPerd.
17; BS. 54 dst.)
Pemberitahuan ini harus dilakukan,
baik secara langsung, maupun dengan surat yang dengan cukup jelas
memperlihatkan niat kedua calon suami-istri, dan tentang pemberitahuan itu
harus dibuat sebuah akta oleh pegawai catatan sipil. (BS. 54 dst.)
(s.d.u. dg. S. 1916-339 jo. S. 1917-18.)
Sebelum pelaksanaan perkawinan itu, pegawai catatan sipil harus mengumumkan hal
itu dan menempel surat pengumuman pada pintu utama gedung tempat penyimpanan
daftar-daftar catatan sipil itu. Surat itu harus tetap tertempel selama sepuluh
hari. Pengumuman itu tidak boleh dilangsungkan pada hari Minggu; yang disamakan
dengan hari Minggu dalam hal ini ialah hari Tahun Baru, hari Paskah kedua dan
Pantekosta, hari Natal, hari Kenaikan Isa Almasih, dan hari Mikraj Nabi.
(s.d.u. dg. S. 1937-595.) Surat pengumuman ini harus memuat: 1?. nama, nama
depan, umur, pekerjaan tempat tinggal calon suami-istri dan, bila mereka
sebelumnya pernah kawin, nama suami atau istri mereka yang dulu; 2?. hari,
tempat dan jam terjadinya pengumuman. (KUHPerd.
53, 61-6?, 63-2?, 75, 82 dst., 99; BS. 54 dst.) (s.d.t. dg. S. 1937-595.)
Surat itu ditandatangani oleh pegawai catatan sipil itu.
(s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S. 1917-18.) Bila
kedua calon suami-istri tidak bertempat tinggal dalam wilayah catatan sipil
yang sama, maka pengumuman itu akan dilakukan oleh pegawai catatan sipil di
tempat tinggal masing-masing pihak. (KUHPerd.
17, 76, 83; BS. 56 dst.)
54. (s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S.
1917-18.) Bila calon suami-istri belum sampai enam bulan penuh bertempat
tinggal dalam daerah suatu catatan sipil, pengumumannya harus juga dilakukan
oleh pegawai catatan sipil di tempat tinggal mereka yang terakhir. (s.d.u. dg.
S. 1937-572, S. 1939-288.) Bila ada alasan-alasan yang penting, dari kewajiban
membuat pengumuman tersebut di atas boleh diberikan dispensasi oleh kepala
Pemerintahan Daerah yang di daerahnya telah dilakukan pemberitahuan kawin. (BS.
56 dst.)
(s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S. 1917-18.) Bila
perkawinan itu belum dilangsungkan dalam waktu satu tahun, terhitung dari waktu
pengumuman, perkawinan itu tidak boleh dilangsungkan, kecuali bila sebelumnya
diadakan pengumuman lagi. (KUHPerd. 75.)
(s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S. 1917-18.) Janji
kawin tidak menimbulkan hak untuk menuntut di muka hakim berlangsungnya
perkawinan, juga tidak menimbulkan hak untuk menuntut penggantian biaya,
kerugian dan bunga, akibat tidak dipenuhinya janji itu; semua persetujuan untuk
ganti rugi dalam hal ini adalah batal. Akan tetapi, jika pemberitahuan kawin
itu telah diikuti oleh suatu pengumuman, maka hal itu dapat menjadi dasar untuk
menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga berdasarkan kerugian-kerugian
yang nyata diderita oleh satu pihak atas barang barangnya sebagai akibat dari
penolakan pihak yang lain; dalam pada itu tak boleh diperhitungkan soal
kehilangan keuntungan. Tuntutan ini kadaluwarsa dengan lampaunya waktu delapan
belas bulan, terhitung dari pengumuman perkawinan itu. (AB 23; KUHPerd. 154, 1243 dst., 1305, 1320, 1335, 1337.)
Bagian 3
Pencegahan Perkawinan
Hak untuk mencegah berlangsungnya
perkawinan hanya ada pada orang-orang dan dalam hal-hal yang disebut dalam
pasal-pasal berikut. (Rv. 816 dst.)
Barangsiapa masih terikat oleh
perkawinan dengan salah satu pihak, termasuk juga anak-anak yang lahir dari
perkawinan itu, berhak mencegah perkawinan baru yang dilaksanakan, tetapi hanya
berdasarkan perkawinan yang masih ada. (KUHPerd.
27, 61-4?, 62 dst., 68, 86.)
(s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S. 1917-18; S.
1917-497; S. 27-31 jis. 390, 421.) Ayah atau ibu boleh mencegah perkawinan
dalam hal-hal berikut: 1?. bila anak mereka yang masih di bawah umur, belum
mendapat izin yang menjadi syarat; 2?. bila anak mereka, yang sudah dewasa
tetapi belum genap tiga puluh tahun, lalai meminta izin mereka, dan dalam hal
permohonan izin itu ditolak, lalai untuk meminta perantaraan pengadilan negeri
seperti yang diwajibkan menurut pasal 42; 3?. bila salah satu pihak, yang
karena cacat mental berada dalam pengampuan, atau dengan alasan yang sama telah
dimohonkan pengampuan, tetapi atas permohonan itu belum diambil keputusan; (KUHPerd. 434.) 4?. bila salah satu
pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk mengadakan perkawinan sesuai dengan
ketentuan-ketentuan bagian pertama bab ini; (KUHPerd. 27 dst., 60, 62 dt.) 5?. bila pengumuman perkawinan yang
menjadi syarat tidak diadakan; (KUHPerd.
52 dst.) 6?. bila salah satu pihak, karena sifat pemboros ditaruh di bawah
pengampuan dan perkawinan yang hendak dilangsungkan tampaknya akan membawa
ketidak-bahagiaan bagi anak mereka.
(KUHPerd. 434.) Bila yang menjalankan perwalian atas anak itu orang lain
daripada ayah atau ibunya, maka wali atau pengawasnya, bila yang disebut
terakhir ini harus mengganti si wali, mempunyai hak yang sama dalam hal-hal
seperti yang tercantum dalam nomor-nomor 1?, 3?, 4?, 5? dan 6?.
(s.d.u. dg S. 1917-497; S. 1927-31 jis. 390,
421.) Dalam hal kedua orang tua tidak ada, maka kakek-nenek dan wali atau wali
pengawas, bila yang disebut terakhir ini harus mengganti si wali berhak untuk
mencegah perkawinan dalam hal-hal seperti yang tercantum dalam nomor 3?, 4?, 5?
dan 6?, pasal yang lalu. Kakek-nenek dan wali, atau wali pengawas, bila yang
disebut terakhir ini menggantikan si wali untuk mencegah perkawinan dalam
hal-hal yang tercantum pada nomor 1?, jika izin mereka menjadi syarat
(s.d.u. dg. S. 1917-497; S. 1927- 31 jis.
390,421.) Dalam hal kakek-nenek tidak ada, maka saudara laki-laki dan
perempuan, paman dan bibi, demikian pula wali dan wali pengawas, pengampu dan
pengampu pengawas, berhak mencegah perkawinan: 1?. bila ketentuan-ketentuan
pasal 38 dan pasal 40 mengenai memperoleh izin kawin tidak diindahkan; 2?.
karena alasan-alasan seperti yang tercantum dalam nomor 3?, 4?, 5? dan 6? pasal
61. (KUHPerd. 58.)
Suami yang perkawinannya telah bubar
karena perceraian, boleh mencegah perkawinan bekas istrinya, bila dia hendak
kawin lagi sebelum lampau tiga ratus hari sejak pembubaran perkawinan yang
dulu. (KUHPerd. 34, 60, 61-4?, 62,
63-2?, 65.)
Jawatan kejaksaan wajib mencegah
perkawinan yang hendak dilangsungkan dalam hal-hal yang tercantum dalam pasal
27 sampai dengan 34. (RO. 55; KUHPerd.
94; Rv. 323)
Pencegahan perkawinan ditangani oleh
pengadilan negeri, yang di daerah hukumnya terletak tempat kedudukan pegawai
catatan yang harus melangsungkan perkawinan itu. (Rv. 817.)
Dalam akta pencegahan harus
disebutkan segala alasan yang dijadikan dasar pencegahan itu, dan tidak
diperkenankan mengajukan alasan baru, sejauh hal itu tidak timbul setelah
pencegahan. (BS. 59; Rv. 816.) Dihapus dg. S. 1937-595, berlaku terhitung 1
Januari 1939.
Bila pencegahan itu ditolak, para
penentang boleh dikenakan kewajiban mengganti biaya, kerugian dan bunga,
kecuali jika penentang itu adalah keluarga sedarah dalam garis ke atas dan
garis ke bawah atau jawatan kejaksaan. (KUHPerd.
62 dst.; Rv. 58.)
Bila terjadi pencegahan perkawinan,
pegawai catatan sipil tidak diperkenankan untuk melaksanakan perkawinan itu,
kecuali setelah kepadanya disampaikan suatu putusan pengadilan yang telah
mendapat kekuatan hukum tetap atau suatu akta otentik dengan mana pencegahan
itu ditiadakan; pelanggaran atas ketentuan ini kena ancaman hukuman penggantian
biaya, kerugian dan bunga. Bila perkawinan itu dilaksanakan sebelum pencegahan
itu ditiadakan, maka perkara mengenai pencegahan itu boleh dilanjutkan, dan
perkawinan boleh dinyatakan batal sekiranya gugatan penentang dikabulkan. (KUHPerd. 71-6?, 82; BS. 59.)
Bagian 4
Pelaksanaan Perkawinan
Sebelum melangsungkan perkawinan,
pegawai catatan sipil harus meminta agar kepadanya disampaikan: 1?. akta
kelahiran masing-masing calon suami-istri; (KUHPerd.
29, 35 dst.; Chin. 16.) 2?. (s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S. 1917-18; S. 1927-31
jis. 390, 421.) akta yang dibuat oleh pegawai catatan sipil dan didaftarkan
dalam daftar izin kawin, atau akta otentik lain yang berisi izin ayah, ibu,
kakek nenek, wali, atau wali pengawas, ataupun izin yang diperoleh dari hakim,
dalam hal-hal di mana izin itu diperlukan; (KUHPerd.
35 dst., 42 dst., 452.) Izin itu dapat juga diberikan pada akta perkawinan
sendiri; 3?. akta yang menunjukkan adanya perantaraan pengadilan negeri; (KUHPerd. 38 dst., 41 dst.) 4?. dalam
hal perkawinan kedua atau perkawinan berikutnya: akta kematian suami atau istri
yang dulu, atau akta perceraian, atau salinan surat izin dari hakim yang
diberikan dalam hal pihak lain dari suami atau istri tidak ada; (KUHPerd. 27, 32, 44, 493; Chin. 16.)
5?. akta kematian dari mereka yang seharusnya memberikan izin kawin; (KUHPerd. 71-2?; Chin. 16.) 6?. (s.d.u. dg.
S. 1916-338 jo. S.. 1917-18.) bukti, bahwa pengumuman perkawinan itu telah
berlangsung tanpa pencegahan di tempat yang disyaratkan menurut pasal 52 dan
berikutnya, ataupun bukti bahwa pencegahan yang dilakukan telah dihentikan; (KUHPerd. 70; BS. 59.) 7?. dispensasi
yang telah diberikan; (KUHPerd. 29, 31,
48, 54, 56.) 8?. izin untuk para perwira dan tentara bawahan yang menjadi
syarat untuk melakukan perkawinan.
Jika di antara calon suami-istri ada
yang tidak dapat memperlihatkan akta kelahiran seperti yang disyaratkan pada
nomor 1? pasal yang lampau, maka hal itu dapat diganti dengan akta tanda kenal
yang dikeluarkan oleh kepala Pemerintahan Daerah tempat lahir atau tempat
tinggal calon suami atau istri atas keterangan dua saksi laki-laki atau
perempuan, keluarga atau bukan keluarga. Keterangan ini harus menyebutkan
tempat dan waktu kelahirannya secermat-cermatnya, serta sebab-sebab yang menghalanginya
untuk menunjukkan akta kelahiran.
Tidak adanya akta kelahiran dapat
juga diganti dengan keterangan semacam itu di bawah sumpah yang diberikan oleh
saksi-saksi yang harus hadir pada pelaksanaan perkawinan itu, ataupun dengan
keterangan yang diberikan di bawah sumpah di hadapan pegawai catatan sipil oleh
calon suami atau istri, dan sumpah itu berisi, bahwa dia tidak dapat memperoleh
akta kelahiran atau akta tanda kenal. Dalam akta perkawinannya, keterangan yang
satu dan yang lain harus dicantumkan. (KUHPerd.
13, 76 dst.; BS. 27, 61; Chin. 16.)
Bila para pihak tidak dapat
memperlihatkan akta kematian yang disebut dalam pasal 71 nomor 5?, maka
kekurangan itu dapat diperbaiki dengan cara yang sama seperti yang tercantum
dalam pasal yang lalu. (KUHPerd. 13, 82;
BS. 27.)
Bila pegawai catatan sipil menolak
untuk melangsungkan perkawinan atas dasar tidak lengkapnya surat-surat dan
keterangan-keterangan yang diharuskan oleh pasal-pasal yang lalu, maka
pihak-pihak yang berkepentingan berhak mengajukan surat permohonan kepada
pengadilan negeri; setelah mendengar jawatan kejaksaan, bila ada alasan untuk
itu, dan mendengar pegawai catatan sipil, pengadilan negeri itu secara singkat
dan tanpa kemungkinan banding, akan mengambil keputusan tentang lengkap atau
tidak lengkapnya surat-surat.
(s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S. 1917-18.)
Perkawinan tidak boleh dilangsungkan, sebelum hari kesepuluh setelah hari
pengumuman, di mana hari itu sendiri tidak termasuk. (KUHPerd. 52, 57, 71-6?, 99.) Jika ada alasan penting, kepala Pemerintahan
Daerah, yang di daerahnya telah dilakukan pemberitahuan kawin, berkuasa
memberikan dispensasi dari pengumuman dan waktu tunggu yang diharuskan.
Jika dispensasi telah diberikan,
berita tentang hal itu harus ditempel secepat-cepatnya pada pintu utama gedung
yang dimaksud pada alinea pertama pasal 52. Dalam berita tempel itu harus
disebutkan kapan perkawinan itu akan atau telah dilaksanakan.
(s.d.u. dg. S. 1901-353 jo. S. 1905-552; S.
1932-42.) Perkawinan harus dilaksanakan di muka umum, dalam gedung tempat
membuat akta catatan sipil, di hadapan pegawai catatan sipil tempat tinggal
salah satu pihak, dan di hadapan dua orang saksi, baik keluarga maupun bukan
keluarga, yang telah mencapai umur dua puluh satu tahun dan berdiam di
Indonesia. (KUHPerd. 17 dst. 53, 83, 92
dst., 99; BS. 13, 61 dst.)
77. Bila salah satu pihak, karena
halangan yang terbukti cukup sah, tidak dapat pergi ke gedung tersebut,
perkawinan boleh dilangsungkan dalam sebuah rumah khusus di daerah pegawai
catatan sipil yang bersangkutan. Jika terjadi demikian, dalam akta perkawinan
harus dicantumkan sebab-sebab terjadinya. Penilaian tentang sah tidaknya
halangan tersebut dalam pasal ini, diserahkan kepada pegawai catatan sipil itu. (KUHPerd. 99; BS. 62.)
Kedua calon suami-istri harus datang
secara pribadi menghadap pegawai catatan sipil pada waktu pelaksanaan
perkawinan itu. (S. 1947-137.)
Jika ada alasan-alasan penting,
pemerintah berkuasa untuk mengizinkan pihak-pihak yang bersangkutan
melangsungkan perkawinan mereka dengan menggunakan seorang wakil yang khusus
diberi kuasa penuh dengan akta otentik. Bila pemberi kuasa itu, sebelum
perkawinan itu dilaksanakan, telah kawin dengan orang lain secara sah, maka
perkawinan yang telah berlangsung dengan wakil khusus dianggap tidak pernah terjadi.
(KUHPerd. 27, 29, 31, 48, 58 1792 dst.,
1815, 1818; BS. 12, 62.)
Kedua calon suami-istri, di hadapan
pegawai catatan sipil dan dengan kehadiran para saksi, harus menerangkan bahwa
yang satu menerima yang lain sebagai suami atau istrinya, dan bahwa dengan
ketulusan hati mereka akan memenuhi kewajiban mereka, yang oleh undang-undang
ditugaskan kepada mereka sebagai suami-istri. (BS. 13, 60 dst.)
Tidak ada upacara keagamaan yang
boleh diselenggarakan, sebelum kedua pihak membuktikan kepada pejabat agama
mereka, bahwa perkawinan di hadapan pegawai catatan sipil telah berlangsung. (KUHPerd. 26; KUHP 530.)
Jika terjadi pelanggaran oleh
pegawai catatan sipil atas ketentuan-ketentuan dalam bab ini, maka selama hal
itu tidak diatur dalam aturan undang-undang hukum pidana, para pegawai itu
boleh dihukum oleh pengadilan negeri dengan denda uang yang tidak melebihi
seratus gulden, tanpa mengurangi hak pihak-pihak yang berkepentingan untuk
menuntut ganti rugi, bila ada alasan untuk itu. (KUHPerd. 99; BS. 28; KUHP 530; ketentuan hukum yang terkandung dalam
KUHPerd. 82 telah dihapus dengan Inv. Sv. 3.)
Bagian 5
Perkawinan-perkawinan yang dilaksanakan di luar negeri
(s.d.u. dg. S. 1915-299 jo. 642.) Perkawinan
yang dilangsungkan di luar negeri, baik antara sesama warganegara Indonesia,
maupun antara warganegara Indonesia dan warganegara lain, adalah sah bila
perkawinan itu dilangsungkan menurut cara yang biasa di negara tempat
berlangsungnya perkawinan itu, dan suami-istri yang warganegara Indonesia tidak
melanggar ketentuan-ketentuan tersebut dalam Bagian 1 bab ini. (AB 3, 16, 18; KUHPerd. 27 dst., 52 dst.;
BS. 63.)
Dalam waktu satu tahun setelah
kembalinya suami-istri ke wilayah Indonesia, akta tentang perkawinan mereka di
luar negeri harus didaftarkan dalam daftar umum perkawinan di tempat tinggal
mereka. (KUHPerd. 4 dst., 91, 152; BS. 1 dst., 63.)
Bagian 6
Batalnya perkawinan
Batalnya suatu perkawinan hanya
dapat dinyatakan oleh hakim. (KUHPerd.
70.)
Batalnya suatu perkawinan yang
dilakukan bertentangan dengan pasal 27, dapat dituntut oleh orang yang karena
perkawinan sebelumnya terikat dengan salah seorang dari suami-istri itu, oleh
suami-istri itu sendiri, oleh keluarga sedarah dalam garis ke atas, oleh siapa
pun yang mempunyai kepentingan dengan batalnya perkawinan itu, dan oleh jawatan
kejaksaan. Bila batalnya perkawinan yang terdahulu dipertahankan, maka terlebih
dahulu harus diputuskan ada tidaknya perkawinan terdahulu itu. (KUHPerd. 60-65, 83, 93 dst., 493 dst.)
Keabsahan suatu perkawinan, yang
berlangsung tanpa persetujuan bebas kedua suami-istri atau salah seorang dari
mereka, hanya dapat dibantah oleh suami-istri itu, atau oleh salah seorang dari
mereka yang memberikan persetujuan secara tidak bebas. Bila telah terjadi
kekhilafan tentang diri orang yang dikawini, keabsahan perkawinan itu hanya
dapat dibantah oleh suami atau istri yang telah khilaf itu. Dalam hal-hal
tersebut dalam pasal ini, tuntutan akan pembatalan suatu perkawinan tidak boleh
diterima, bila telah terjadi tinggal serumah terus-menerus selama tiga bulan
sejak si suami atau istri mendapat kebebasan, atau sejak mengetahui
kekeliruannya. (KUHPerd. 28, 58, 61-3?
dan 4?, 62, 63-2?, 65, 83, 901.)
Bila perkawinan dilakukan oleh orang
yang karena cacat mental ditaruh di bawah pengampuan, keabsahan perkawinan itu
hanya boleh dibantah oleh ayahnya, ibunya dan keluarga sedarah dalam garis ke
atas, saudara laki-laki dan perempuan, paman dan bibinya, demikian pula oleh
pengampunya, dan akhirnya oleh jawatan kejaksaan. Setelah pengampuan itu
dicabut, pembatalan perkawinannya hanya boleh dituntut oleh suami atau istri
yang telah ditaruh di bawah pengampuan itu, tetapi tuntutan ini pun tidak dapat
diterima bila kedua suami-istri telah tinggal bersama selama enam bulan,
terhitung dari pencabutan pengampuan itu. (KUHPerd.
28, 61-3?, 62, 63-2?, 65, 83, 433 dst., 447, 460.)
Bila perkawinan dilakukan oleh orang
yang belum mencapai umur yang disyaratkan dalam pasal 29, maka pembatalan
perkawinan itu boleh dituntut, baik oleh orang yang belum cukup umur itu,
maupun oleh jawatan kejaksaan. Namun keabsahan perkawinan itu tidak dapat
dibantah: 1?. bila pada hari tuntutan akan pembatalan itu diajukan, salah
seorang atau kedua suami-istri telah mencapai umur yang disyaratkan; 2?. bila
si istri, kendati belum mencapai umur yang disyaratkan, telah hamil sebelum
tuntutan diajukan. (KUHPerd. 61-4?, 62,
63-2?, 65, 83.)
Semua perkawinan yang dilakukan
dengan melanggar ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal 30, 31, 32, dan 33,
boleh dimintakan pembatalan, baik oleh suami-istri itu sendiri, maupun oleh
orang tua mereka atau keluarga sedarah mereka dalam garis ke atas, atau oleh
siapa pun yang mempunyai kepentingan dengan pembatalan itu, ataupun oleh
jawatan kejaksaan. (KUHPerd. 61-4?, 62,
63-2?, 65, 83, 93.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421, 456.)
Bila suatu perkawinan dilaksanakan tanpa izin ayah, ibu, kakek, nenek, wali
atau wali pengawas, maka dalam hal izin harus diperoleh ataupun wali harus
didengar menurut pasal-pasal 35, 36, 37, 38, 39, dan 40, pembatalan perkawinan
hanya boleh dituntut oleh orang yang harus diperoleh izinnya atau harus
didengar menurut undang-undang. Para keluarga sedarah yang izinnya disyaratkan
tidak lagi boleh menuntut pembatalan perkawinan, bila perkawinan itu telah
mereka setujui secara tegas atau secara diam-diam, atau perkawinan itu telah
berlangsung enam bulan tanpa bantahan apa pun dari mereka terhitung sejak saat
mereka mengetahui perkawinan itu. Mengenai perkawinan yang dilangsungkan di
luar negeri, pengetahuan tentang berlangsungnya perkawinan itu tidak boleh
dianggap ada, selama suami-istri itu tetap lalai untuk mendaftarkan akta
pelaksanaan perkawinan mereka dalam daftar umum perkawinan sesuai dengan
ketentuan pasal 84. (KUHPerd. 35 dst.,
61-1?, 62, 63-1?, 83 dst, 95 dst, 901; S. 1927-31 ketentuan peralihan 1.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Perkawinan yang dilangsungkan tidak di hadapan pegawai catatan sipil yang
berwenang dan tanpa kehadiran sejumlah saksi yang disyaratkan, dapat dimintakan
pembatalannya oleh suami-istri itu, oleh ayah, ibu dan keluarga sedarah lainnya
dalam garis ke atas, dan, pula oleh wali, wali pengawas, dan oleh siapa pun
yang mempunyai kepentingan dalam hal itu dan akhirnya jawatan kejaksaan. Jika
terjadi pelanggaran terhadap pasal 76, sejauh mengenai keadaan saksi-saksi,
maka perkawinan itu tidak mutlak harus batal; hakimlah yang akan mengambil
keputusan menurut keadaan. Bila tampak jelas adanya hubungan selaku
suami-istri, dan dapat pula diperlihatkan akta perkawinan yang dibuat di
hadapan pegawai catatan sipil, maka suami-istri tidak dapat diterima untuk
minta pembatalan perkawinan mereka menurut pasal ini. (KUHPerd. 76 dst., 83, 99 dst.; BS. 13; S 1927-31 ketentuan peralihan
1.)
Dalam segala hal di mana sesuai
dengan pasal-pasal 86, 90, dan 92 suatu tuntutan hukum pernyataan batal dapat
dimulai oleh orang yang mempunyai kepentingan dalam hal itu, yang demikian tidak
dapat dilakukan oleh kerabat sedarah dalam garis ke samping, oleh anak dari
perkawinan lain, atau oleh orang-orang luar, selama suami-istri itu
kedua-duanya masih hidup, dan tuntutan boleh diajukan hanya bila mereka dalam
hal itu telah memperoleh atau akan segera memperoleh kepentingan. Setelah
perkawinan dibubarkan, jawatan kejaksaan tidak boleh menuntut pembatalannya.
Suatu perkawinan, walaupun telah dinyatakan batal, mempunyai segala akibat
perdatanya, baik terhadap suami-istri, maupun terhadap anak-anak mereka, bila
perkawinan itu dilangsungkan dengan itikad baik oleh kedua suami-istri itu. (KUHPerd. 27 dst., 86 dst., 97.)
Bila itikad baik hanya ada pada
salah seorang dari suami-istri, maka perkawinan itu hanya mempunyai
akibat-akibat perdata yang menguntungkan pihak yang beritikad baik itu dan
anak-anak yang lahir dari perkawinan itu. Suami atau istri yang beritikad buruk
boleh dijatuhi hukuman mengganti biaya, kerugian dan bunga terhadap pihak yang
lain. (KUHPerd. 97.)
Dalam hal-hal tersebut dalam dua
pasal lalu, perkawinan itu berhenti mempunyai akibat-akibat perdata, terhitung
sejak hari perkawinan itu dinyatakan batal. Batalnya suatu perkawinan tidak
boleh merugikan pihak ketiga., bila dia telah bertindak dengan itikad baik
terhadap suami-istri itu. Tiada suatu perkawinan pun yang harus batal bila
terjadi pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan pasal-pasal 34, 42, 46, 52,
dan atau, kecuali apa yang diatur dalam pasal 77, bila perkawinan itu
dilangsungkan tidak di muka umum dalam gedung tempat akta-akta catatan sipil
dibuat. Dalam hal-hal itu berlakulah ketentuan pasal 82 bagi pegawai-pegawai
catatan sipil. (s.d.u. dg. S. 1937-595,
mb. 1 Januari 1939.) Pembatalan suatu perkawinan oleh pengadilan negeri atas tuntutan
jawatan kejaksaan di pengadilan tersebut, harus didaftar dalam daftar
perkawinan yang sedang berjalan oleh pegawai catatan sipil tempat perkawinan
itu dilangsungkan, dengan cara yang sesuai dengan alinea pertama pasal 64
Reglemen tentang Catatan Sipil untuk golongan Eropa atau alinea pertama pasal
72 Reglemen yang sama untuk golongan Tionghoa. Tentang pendaftaran itu harus
dibuat catatan pada tepi akta perkawinan. Bila perkawinan itu berlangsung di
luar Indonesia, maka pendaftarannya dilakukan di Jakarta.
Bagian 7
Bukti adanya suatu perkawinan
Adanya suatu perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan cara lain daripada dengan akta pelaksanaan perkawinan itu
yang didaftarkan dalam daftar-daftar catatan sipil, kecuali dalam hal-hal yang
diatur dalam pasal-pasal berikut. (KUHPerd.
4, 92; BS. 1, 7, 61; S. 1847-64 pasal 5.)
Bila ternyata, bahwa daftar-daftar itu tidak pernah ada, atau telah
hilang, atau akta perkawinan itu tidak terdapat di dalamnya, maka penilaian
tentang cukup tidaknya bukti-bukti tentang, adanya perkawinan diserahkan kepada
hakim, asalkan kelihatan jelas adanya hubungan selaku suami-istri. (KUHPerd. 13; BS. 27; S. 1847-64 pas 5.)
Keabsahan seorang anak yang tidak
dapat memperlihatkan akta perkawinan orang tuanya yang sudah meninggal, tidak
dapat dibantah, bila dia telah memperlihatkan kedudukannya sebagai anak sesuai
dengan akta kelahirannya, dan orang tuanya telah hidup secara jelas sebagai
suami-istri. (KUHPerd. 250, 261 dst.)
Bab V
Hak dan Kewajiban Suami-Istri
Suami-istri wajib setia satu sama
lain, saling menolong dan saling membantu. (KUHPerd.
140, 145 dst., 193, 225, 227, 237; KUHP 304.)
Suami-istri, dengan hanya melakukan
perkawinan, telah saling mengikat diri untuk memelihara dan mendidik anak
mereka. (KUHPerd. 109, 145 dst., 193,
214, 230, 293, 318, 320 dst., 1097, 1601i; KUHP 304.)
Sang suami menjadi kepala persatuan
perkawinan. (KUHPerd. 124, 140.)
Sebagai kepala, ia wajib memberi bantuan kepada istrinya atau tampil untuknya
di muka hakim, dengan mengingat pengecualian-pengecualian yang diatur di bawah
ini. (KUHPerd. 110 dst.) Dia harus
mengurus harta kekayaan pribadi si istri, kecuali bila disyaratkan yang
sebaliknya. (KUHPerd. 140, 194, 215,
244; LN. 1953-86 pasal 6.) Dia harus mengurus harta kekayaan itu sebagai
seorang kepala keluarga yang baik, dan karenanya bertanggung jawab atas segala
kelalaian dalam pengurusan itu. (KUHPerd.
195.) Dia tidak diperkenankan memindahtangankan atau membebankan harta
kekayaan tak bergerak istrinya tanpa persetujuan si istri.
Sang istri harus patuh kepada
suaminya. (KUHPerd. 140.) Dia wajib
tinggal serumah dengan suaminya dan mengikuti dia di mana pun dianggapnya perlu
untuk bertempat tinggal. (KUHPerd. 21,
140, 211 dst., 242.)
Sang suami wajib menerima istrinya
di rumah yang ditempatinya. (KUHPerd.
21.) Dia wajib melindungi istrinya, dan memberinya apa saja yang perlu,
sesuai dengan kedudukan dan kemampuannya.
(KUHPerd. 193, 213, 225 dst., 237.)
Sang istri, sekalipun dia kawin di
luar harta bersama, atau dengan harta benda terpisah, tidak dapat menghibahkan,
memindahtangankan, menggandaikan, memperoleh apa pun, baik secara cuma-cuma
maupun dengan beban, tanpa bantuan suami dalam akta atau izin tertulis.
Sekalipun suami telah memberi kuasa kepada istrinya untuk membuat akta atau
perjanjian tertentu, si istri tidaklah berwenang untuk menerima pembayaran apa
pun, atau memberi pembebasan untuk itu tanpa izin tegas dari suami. (KUHPerd. 109, 112 dst., 115 dst., 118,
125, 194, 896, 1006, 1046, 1171, 1330 dst., 1446, 1454, 1601f, 1676, 1678,
1684, 1702, 1722m, 1798.)
(s.d.u. dg. S. 1926-333 jis. 458, 565, S.
1927-108.) Mengenai perbuatan atau perjanjian, yang dibuat oleh seorang istri
karena apa saja yang menyangkut perbelanjaan rumah tangga biasa dan
sehari-hari, juga mengenai perjanjian perburuhan yang diadakan olehnya sebagai
majikan untuk keperluan rumah tangga, undang-undang menganggap bahwa ia telah
mendapat persetujuan dari suaminya.
(KUHPerd. 1601a, 1601c, 1601f, 1916.)
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Istri tidak boleh
tampil dalam pengadilan tanpa bantuan suaminya, meskipun dia kawin tidak dengan
harta bersama, atau dengan harta terpisah, atau meskipun dia secara mandiri
menjalankan pekerjaan bebas. (KUHPerd.
105, 113 dst., 139, 194, 1171; Rv. 815.)
Bantuan suami tidak diperlukan: (LN. 1953-86 pasal 6; KUHPerd. 1601f.)
1. bila si istri dituntut dalam perkara pidana; 2. dalam perkara perceraian,
pisah meja dan ranjang, atau pemisahan harta. (Rv. 819 dst., 831 dst., 841.)
Bila suami menolak memberi kuasa
kepada istrinya untuk membuat akta, atau menolak tampil di pengadilan, maka si
istri boleh memohon kepada pengadilan negeri di tempat mereka tinggal bersama
supaya dikuasakan untuk itu. (KUHPerd.
114; Rv. 813 dst.)
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Seorang istri yang
atas usaha sendiri melakukan suatu pekerjaan dengan izin suaminya, secara tegas
atau secara diam-diam, boleh mengadakan perjanjian apa pun yang berkenaan
dengan usaha itu tanpa bantuan suaminya. Bila dia kawin dengan suaminya dengan
penggabungan harta, maka si suami juga terikat pada perjanjian itu. Bila si
suami menarik kembali izinnya, dia wajib mengumumkan penarikan kembali itu. (KUHPerd. 108, 110, 121, 130, 132, 1330
dst., 1916; Rv. 581.)
Bila si suami, karena sedang tidak
ada atau karena alasan-alasan lain, terhalang untuk membantu istrinya atau
memberinya kuasa, atau bila ia mempunyai kepentingan yang berlawanan, maka
pengadilan negeri di tempat tinggal suami-istri itu boleh memberikan wewenang
kepada si istri untuk tampil di pengadilan, mengadakan perjanjian, melakukan
pengurusan, dan membuat akta-akta lain.
(KUHPerd. 112, 125, 496; Rv. 813.)
Pemberian kuasa umum, pun jika
dicantumkan pada perjanjian perkawinan, berlaku tidak lebih daripada yang
berkenaan dengan pengurusan harta kekayaan si istri itu sendiri. (KUHPerd. 108, 125, 140, 194, 1387,
1798.)
Batalnya suatu perbuatan berdasarkan
tidak adanya kuasa, hanya dapat dituntut oleh si istri, suaminya, atau oleh
para ahli waris mereka. (KUHPerd. 108,
1046. 1331, 1387. 1446, 1451, 1454, 1821.)
Bila seorang istri, setelah
pembubaran perkawinan, melaksanakan suatu perjanjian atau akta, seluruhnya atau
sebagian, yang telah dia adakan tanpa kuasa yang disyaratkan, maka dia tidak
berwenang untuk minta pembatalan perjanjian atau akta itu. (KUHPerd. 1456.)
Istri dapat membuat wasiat tanpa
izin suami. (KUHPerd. 895.)
Bab
VI
Harta-bersama Menurut Undang-undang
dan Pengurusannya
Bagian 1
Harta-bersama menurut Undang-undang
Sejak saat dilangsungkan perkawinan,
maka menurut hukum terjadi harta-bersama menyeluruh antara suami-istri, sejauh
tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian
perkawinan. Harta bersama itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh
ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami-istri. (KUHPerd. 126, 139, 149, 153, 180, 186;
F. 60, 62.)
Berkenaan dengan soal keuntungan,
maka harta-bersama itu meliputi barang-barang bergerak dan barang-barang tak
bergerak suami-istri itu, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, juga
barang-barang yang mereka peroleh secara cuma-cuma, kecuali bila dalam hal
terakhir ini yang mewariskan atau yang menghibahkan menentukan kebalikannya
dengan tegas. (KUHPerd. 158.)
Berkenaan dengan beban-beban, maka
harta-bersama itu meliputi semua utang yang dibuat oleh masing-masing
suami-istri, baik sebelum perkawinan maupun selama perkawinan. (KUHPerd. 130 dst., 163, F. 62.)
Semua penghasilan dan pendapatan,
begitu pula semua keuntungan dan kerugian yang diperoleh selama perkawinan,
juga menjadi keuntungan dan kerugian harta-bersama itu. (KUHPerd. 155; Rv.
823j.)
Semua utang kematian, yang terjadi
setelah seseorang meninggal dunia, hanya menjadi beban para ahli waris dari
yang meninggal itu. (KUHPerd. 126-1?,
128.
Bagian 2
Pengurusan harta-bersama
Hanya suami saja yang boleh mengurus
harta-bersama itu. Dia boleh menjualnya, memindahtangankannya dan membebaninya
tanpa bantuan istrinya, kecuali dalam hal yang diatur dalam pasal 140. Dia
tidak boleh memberikan harta bersama sebagai hibah antara mereka yang sama-sama
masih hidup, baik barang-barang tak bergerak maupun keseluruhannya atau suatu
bagian atau jumlah tertentu dari barang-barang bergerak, bila bukan kepada
anak-anak yang lahir dari perkawinan mereka, untuk memberi suatu kedudukan.
Bahkan dia tidak boleh menetapkan ketentuan dengan cara hibah mengenai suatu
barang yang khusus, bila dia memperuntukkan untuk dirinya hak pakai hasil dari
barang itu. (KUHPerd. 105, 119, 186,
320, 434, 903; LN 1953-86 pasal 6, bdk. catatan KUHPerd. 105.)
Bila si suami tidak ada, atau berada
dalam keadaan tidak mungkin untuk menyatakan kehendaknya, sedangkan hal itu
dibutuhkan segera, maka si istri boleh mengikatkan atau memindahtangankan
barang-barang dari harta-bersama itu, setelah dikuasakan untuk itu oleh
pengadilan negeri. (KUHPerd. 108, 112,
114 dst., 496; Rv. 813 dst.)
Bagian 3
Pembubaran gabungan harta-bersama dan bagian hak untuk
melepaskan diri dari padanya
Harta-bersama bubar demi hukum:
1.
karena kematian;
2.
karena perkawinan atas izin hakim setelah suami atau istri tidak ada; (KUHPerd.
493 dst.)
3.
karena perceraian; (KUHPerd. 207 dst.)
4.
karena pisah meja dan ranjang; (KUHPerd. 233 dst.)
5.
karena pemisahan harta. (KUHPerd. 186 dst.)
Akibat-akibat khusus dari pembubaran
dalam hal-hal tersebut pada nomor 2, 3, 4 dan 5 pasal ini, diatur dalam bab-bab
yang membicarakan soal ini. (KUHPerd.
119, 222 dst.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Setelah
salah seorang dari suami-istri meninggal, maka bila ada ditinggalkan anak yang
masih di bawah umur, pihak yang hidup terlama wajib untuk mengadakan
pendaftaran harta-benda yang merupakan harta-bersama dalam waktu empat bulan.
[Catatan Editor: Dalam BW jangka waktu yang diindikasikan lamanya adalah tiga
bulan]. Pendaftaran harta-bersama itu boleh dilakukan di bawah tangan, tetapi
harus dihadiri oleh wali pengawas. Bila pendaftaran harta-bersama itu tidak
diadakan, gabungan harta-bersama berlangsung terus untuk keuntungan si anak
yang masih di bawah umur, dan sekali-kali tidak boleh merugikannya. (KUHPerd. 311, 315, 370, 408, 417; Wsk.
48.)
Setelah bubarnya harta-bersama,
kekayaan-bersama mereka dibagi dua antara suami dan istri, atau antara para
ahli waris mereka, tanpa mempersoalkan dari pihak mana asal barang-barang itu.
Ketentuan-ketentuan yang tercantum
dalam Bab XVII Buku Kedua, mengenai pemisahan harta peninggalan, berlaku
terhadap pembagian harta bersama menurut undang-undang. (KUHPerd. 123, 156, 243, 408, 903, 1066 dst., 1071 dst.; Rv. 689 dst.)
Pakaian, perhiasan dan perkakas untuk
mata-pencaharian salah seorang dari suami-istri itu, beserta buku-buku dan
koleksi benda-benda kesenian dan keilmuan, dan akhirnya surat atau tanda
kenang-kenangan yang bersangkutan dengan asal-usul keturunan salah seorang dari
suami-istri itu, boleh dituntut oleh pihak asal benda itu, dengan membayar
harga yang ditaksir secara musyawarah atau oleh ahli-ahli (KUHPerd. 132.)
Sang suami, setelah pembubaran
harta-bersama, boleh ditagih atas utang dari harta-bersama seluruhnya, tanpa
mengurangi haknya untuk minta penggantian setengah dari utang itu kepada
istrinya atau kepada para ahli waris si istri. (KUHPerd. 121, 124, 128.)
Suami atau istri, setelah pemisahan
dan pembagian seluruh harta-bersama, tidak boleh dituntut oleh para kreditur
untuk membayar utang-utang yang dibuat oleh pihak lain dari suami atau istri
itu sebelum perkawinan, dan utang-utang itu tetap menjadi tanggungan suami atau
istri yang telah membuatnya atau para ahli warisnya; hal ini tidak mengurangi
hak pihak yang satu untuk minta ganti rugi kepada pihak yang lain atau ahli
warisnya. (KUHPerd. 121, 128, 132.)
Istri berhak melepaskan haknya atas
harta-bersama; segala perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan ini batal;
sekali melepaskan haknya, dia tidak boleh menuntut kembali apa pun dari harta-bersama,
kecuali kain seprei dan pakaian pribadinya. (s.d.u. dg. S. 1938-276.) Dengan
pelepasan ini dia dibebaskan dari kewajiban untuk ikut membayar utang-utang
harta-bersama. (s.d.u. dg. S. 1938-276.) Tanpa mengurangi hak para kreditur
atas harta-bersama, si istri tetap wajib untuk melunasi utang-utang yang dari
pihaknya telah jatuh ke dalam harta-bersama; hal ini tidak mengurangi haknya
untuk minta penggantian seluruhnya kepada suaminya atau ahli warisnya. (AB. 23;
KUHPerd. 113, 121, 129, 131, 136, 138,
153, 483, 1023, 1045.)
Istri yang hendak mempergunakan hak
tersebut dalam pasal yang lampau, wajib untuk menyampaikan akta pelepasan,
dalam waktu satu bulan setelah pembubaran harta-bersama itu, kepada panitera
pengadilan negeri di tempat tinggal bersama yang terakhir, dengan ancaman akan
kehilangan hak itu (bila lalai).
Bila gabungan itu bubar akibat
kematian suaminya, maka tenggang waktu satu bulan berlaku sejak si istri
mengetahui kematian itu. (Ov. 14; KUHPerd.
134, 138, 1023 dst., 1989; Rv. 135, 829.)
Bila dalam jangka waktu tersebut di
atas istri meninggal dunia, sebelum menyampaikan akta pelepasan, para ahli
warisnya berhak melepaskan hak mereka atas harta-bersama itu dalam waktu satu
bulan setelah kematian itu, atau setelah mereka mengetahui kematian itu, dan
dengan cara seperti yang diuraikan dalam pasal terakhir. Hak istri untuk
menuntut kembali kain seprei dan pakaiannya dari harta-bersama itu, tidak dapat
diperjuangkan oleh para ahli-warisnya. (Ov. 14; KUHPerd. 132, 138, 903, 1023 dst.)
Bila para ahli waris istri tidak
sepakat dalam tindakan, sehingga sebagian menerima dan yang lain melepaskan
diri dari harta-bersama itu, maka yang menerima itu, tidak dapat memperoleh
lebih dari bagian warisan yang menjadi haknya atas barang-barang yang sedianya
menjadi bagian istri itu seandainya terjadi pemisahan harta. Sisanya dibiarkan
tetap pada si suami, atau pada ahli warisnya, yang sebaliknya berkewajiban
terhadap ahli waris yang melakukan pelepasan, untuk memenuhi apa saja yang
sedianya akan dituntut oleh si istri dalam hal pelepasan, tetapi hanya sebesar
bagian warisan yang menjadi hak ahli waris yang melakukan pelepasan. (KUHPerd. 132, 134, 138, 903, 1048, 1051,
1061.)
Istri yang telah menarik pada
dirinya barang-barang dari harta-bersama, tidak berhak melepaskan diri dari
harta-bersama itu. Tindakan-tindakan yang menyangkut pengurusan semata-mata
atau penyelamatan, tidak membawa akibat seperti itu. (KUHPerd. 137, 483, 1048 dst.)
Istri yang telah menghilangkan atau
menggelapkan barang-barang dari harta-bersama, tetap berada dalam penggabungan,
meskipun telah melepaskan dirinya; hal yang sama berlaku bagi para ahli
warisnya. (KUHPerd. 136, 1031, 1064.)
Dalam hal gabungan harta-bersama
berakhir karena kematian si istri, para ahli warisnya dapat melepaskan diri
dari harta-bersama itu, dalam waktu dan dengan cara seperti yang diatur
mengenai si istri sendiri. (Ov. 14; KUHPerd.
132 dst., 135, 242 dst., 1023.)
Bab
VII
Perjanjian Kawin
Bagian 1
Perjanjian kawin pada umumnya.
Para calon suami-istri, dengan perjanjian
kawin dapat menyimpang dari peraturan undang-undang mengenai harta-bersama,
asalkan hal itu tidak bertentangan dengan tata-susila yang baik atau dengan
tata-tertib umum, dan diindahkan pula ketentuan-ketentuan berikut. (AB. 23; KUHPerd. 119, 132, 153, 180,
888, 1254, 1337.)
Perjanjian itu tidak boleh
mengurangi hak-hak yang bersumber pada kekuasaan si suami sebagai suami, dan
pada kekuasaan sebagai ayah, tidak pula hak-hak yang oleh undang-undang
diberikan kepada yang masih hidup paling lama. (KUHPerd. 105 dst., 110, 298 dst., 300, 307 dst., 311, 345 dst., 355.)
Demikian pula perjanjian itu tidak boleh mengurangi hak-hak yang diperuntukkan
bagi si suami sebagai kepala persatuan suami-istri; namun hal ini tidak
mengurangi wewenang istri untuk mempersyaratkan bagi dirinya pengurusan harta
kekayaan pribadi, baik barang-barang bergerak maupun barang-barang tak
bergerak, di samping penikmatan penghasilannya pribadi secara bebas. (KUHPerd. 105, 115.) Mereka juga berhak
untuk membuat perjanjian, bahwa meskipun ada gabungan harta-bersama,
barang-barang tetap, surat-surat pendaftaran dalam buku besar pinjaman-pinjaman
negara, surat-surat berharga lainnya dan piutang-piutang yang diperoleh atas
nama istri, atau yang selama perkawinan dari pihak istri jatuh ke dalam
harta-bersama, tidak boleh dipindahtangankan atau dibebani oleh suaminya tanpa
persetujuan si istri. (KUHPerd. 124,
132.)
Para calon suami-istri, dengan
mengadakan perjanjian perkawinan, tidak boleh melepaskan hak yang diberikan
oleh undang-undang kepada mereka atas warisan keturunan mereka, pun tidak boleh
mengatur warisan itu. (KUHPerd. 852
dst., 1063, 1334.)
Mereka tidak boleh membuat
perjanjian, bahwa yang satu mempunyai kewajiban lebih besar dalam utang-utang
daripada bagiannya dalam keuntungan-keuntungan harta-bersama. Mereka tidak
boleh membuat perjanjian dengan kata-kata sepintas lalu, bahwa ikatan
perkawinan mereka akan diatur oleh undang-undang luar negeri, atau oleh
beberapa adat kebiasaan, undang-undang, kitab undang-undang atau peraturan
daerah, yang pernah berlaku di Indonesia.
Tidak adanya gabungan harta-bersama
tidak berarti tidak adanya keuntungan dan kerugian bersama, kecuali jika hal
ini secara tegas ditiadakan. Penggabungan keuntungan dan kerugian diatur dalam
Bagian 2 bab ini. (KUHPerd. 155 dst.,
164; F. 60 dst.)
Juga dalam hal tidak digunakannya
atau dibatasinya gabungan harta-bersama, boleh ditetapkan jumlah yang harus
disumbangkan oleh si istri setiap tahun dari hartanya untuk biaya rumah tangga
dan pendidikan anak-anak. (KUHPerd. 104,
193.)
Bila tidak ada perjanjian mengenai
hal itu, hasil-hasil dan pendapatan dari harta
Perjanjian kawin harus dibuat dengan
akta notaris sebelum pernikahan berlangsung, dan akan menjadi batal bila tidak
dibuat secara demikian. (KUHPerd. 232a.)
Perjanjian itu akan mulai berlaku pada saat pernikahan dilangsungkan; tidak
boleh ditentukan saat lain untuk itu.
(KUHPerd. 119, 149.)
Perubahan-perubahan dalam hal itu,
yang sedianya boleh diadakan sebelum perkawinan dilangsungkan, tidak dapat
diadakan selain dengan akta, dalam bentuk yang sama seperti akta perjanjian
yang dulu dibuat. Lagipula tiada perubahan yang berlaku jika diadakan tanpa
kehadiran dan izin orang-orang yang telah menghadiri dan menyetujui perjanjian
kawin itu. (KUHPerd. 1873.)
Setelah perkawinan berlangsung,
perjanjian kawin tidak boleh diubah dengan cara apa pun. (KUHPerd. 196 dst., 232a, 237, 1678.)
Jika tidak ada gabungan
harta-bersama, maka masuknya barang-barang bergerak, terkecuali surat-surat
pendaftaran pinjaman-pinjaman negara dan efek-efek dan surat-surat piutang atas
nama, tidak dapat dibuktikan dengan cara lain daripada dengan cara
mencantumkannya dalam perjanjian kawin, atau dengan pertelaan yang
ditandatangani oleh notaris dan pihak-pihak yang bersangkutan, dan dilekatkan pada
surat asli perjanjian kawin, yang di dalamnya hal itu harus tercantum. (KUHPerd. 165 dst., 513; F. 60 dst., HCI
50; Bep. Vr. O. 2.)
Anak di bawah umur yang memenuhi
syarat-syarat untuk melakukan perkawinan, juga cakap untuk memberi persetujuan
atas segala perjanjian yang boleh ada dalam perjanjian kawin, asalkan dalam
perbuatan perjanjian itu, anak yang masih di bawah umur itu dibantu oleh orang
yang persetujuannya untuk melakukan perkawinan itu diperlukan. Bila perkawinan
itu harus berlangsung dengan izin tersebut dalam pasal 38 dan pasal 41, maka
rencana perjanjian kawin itu harus dilampirkan pada permohonan izin itu, agar
tentang hal itu dapat sekaligus diambil ketetapan. (KUHPerd. 29, 35, 40 dst., 452, 458, 1447, 1677.)
Ketentuan yang tercantum dalam
perjanjian kawin, yang menyimpang dari harta-bersama menurut undang-undang,
seluruhnya atau sebagian, tidak akan berlaku bagi pihak ketiga sebelum hari
pendaftaran ketentuan-ketentuan itu dalam daftar umum, yang harus
diselenggarakan di kepaniteraan pada pengadilan negeri, yang di daerah hukumnya
perkawinan itu dilangsungkan, atau kepaniteraan di mana akta perkawinan itu
didaftarkan, jika perkawinan berlangsung di luar negeri. (KUHPerd. 84, 147, 245, 249; F. 60 dst.)
Segala ketentuan mengenai gabungan
harta-bersama selalu berlaku, selama tidak ada penyimpangan daripadanya, baik
yang dibuat secara tertulis, maupun secara tersirat, dalam perjanjian kawin.
Bagaimanapun sifat dan cara gabungan harta-bersama diperjanjikan, istri atau
para ahli warisnya berhak untuk melepaskan diri daripadanya, dengan cara dan
dalam hal-hal seperti yang diatur dalam bab yang lalu. (Ov. 14; KUHPerd. 119 dst., 132 dst., 138 dst., 1423.)
Perjanjian kawin, demikian pula
hibah-hibah yang berkenaan dengan perkawinan, tidak berlaku bila tidak diikuti
oleh perkawinan. (KUHPerd. 58, 168 dst.,
176 dst. 1258.
Bagian 2
Gabungan keuntungan dan kerugian dan gabungan hasil dan
pendapatan
Bila para calon suami-istri hanya
memperjanjikan, bahwa harus ada gabungan keuntungan dan kerugian, maka persyaratan
ini menutup jalan untuk mengadakan gabungan harta-bersama secara menyeluruh
menurut undang-undang, dan segala keuntungan yang diperoleh suami-istri selama
perkawinan harus dibagi antara mereka, sedangkan segala kerugian harus dipikul
bersama, bila gabungan harta-bersama bubar. (KUHPerd. 144; 165.)
Masing-masing dari suami-istri
mendapat separuh keuntungan dan memikul separuh kerugian, bila mengenai hal itu
dalam perjanjian kawin tidak ada ketentuan-ketentuan lain. (KUHPerd. 128, 142, 185.)
Yang dianggap sebagai keuntungan
pada harta-bersama suami-istri ialah bertambahnya harta-kekayaan mereka berdua,
yang selama perkawinan timbul dari hasil harta-kekayaan mereka dan pendapatan
masing-masing, dari usaha dan kerajinan masing-masing dan dari penabungan pendapatan
yang tidak dihabiskan; yang dianggap sebagai kerugian ialah berkurangnya
harta-benda itu akibat pengeluaran yang lebih tinggi dari pendapatan. (KUHPerd. 120.)
Apa saja yang diperoleh seorang
suami atau istri selama perkawinan dari warisan, wasiat atau hibah, entah
berasal dari keluarga entah dari orang lain, tidak termasuk keuntungan, dengan
tidak mengurangi ketentuan pasal 167.
(KUHPerd. 120, 166.)
Barang-barang tetap dan efek-efek
yang dibeli selama perkawinan, atas nama siapa pun juga, dianggap sebagai
keuntungan, kecuali bila terbukti sebaliknya. Naik atau turunnya harga barang
salah seorang dari suami-istri itu, tidak dihitung sebagai keuntungan atau
kerugian bersama.
Perbaikan barang-barang tetap, yang
terjadi karena pertumbuhan tanah, perdamparan lumpur, penanganan oleh tukang
kayu atau karena hal-hal lain, tidak dianggap sebagai keuntungan bersama,
melainkan hanya menguntungkan pemilik barang-barang itu. (KUHPerd. 596 dst.)
Kerusakan atau pengurangan karena
kebakaran, kebanjiran, hanyut atau lain sebagainya, tidak termasuk kerugian
bersama, tetapi menjadi beban si pemilik barang yang rusak atau berkurang itu.
Semua utang kedua suami-istri itu bersama-sama, yang dibuat selama perkawinan,
harus dihitung sebagai kerugian bersama. Apa yang dirampas akibat kejahatan
salah seorang dari suami-istri itu, tidak termasuk kerugian bersama itu. (KUHPerd. 121, 130 dst.)
Perjanjian, bahwa antara suami-istri
hanya akan ada gabungan penghasilan dan pendapatan saja, mengandung arti secara
diam-diam bahwa tiada gabungan harta bersama secara menyeluruh menurut
undang-undang dan tiada pula gabungan keuntungan dan kerugian. (KUHPerd. 165.)
Barang-barang bergerak kepunyaan
masing-masing suami-istri sewaktu melakukan perkawinan, harus dinyatakan dengan
tegas dalam akta perjanjian kawin sendiri, atau dalam surat pertelaan yang
ditandatangani oleh notaris dan para pihak yang berjanji, dan dilekatkan pada
akta asli perjanjian kawin, yang di dalamnya harus tercantum hal itu, baik jika
gabungan keuntungan dan kerugian saja yang dipersyaratkan, maupun jika
dipersyaratkan gabungan penghasilan dan pendapatan seperti yang diuraikan dalam
pasal 155 dan 164; tanpa bukti ini, barang-barang bergerak itu dianggap sebagai
keuntungan. (KUHPerd. 150, 513, 1977; F.
60 dst.)
Adanya barang-barang bergerak yang
diperoleh masing-masing pihak dari suami-istri itu dengan pewarisan, hibah
wasiat atau hibah biasa selama perkawinan, harus dapat diperlihatkan dengan
surat pertelaan. Bila tidak ada surat pertelaan barang-barang bergerak yang diperoleh
si suami selama perkawinan, atau bila tidak ada surat yang dapat memperlihatkan
hal itu, maka suami itu tidak berwenang untuk mengambil kembali barang-barang
itu sebagai kepunyaannya. Bila tidak ada surat pertelaan barang-barang bergerak
yang diperoleh si istri selama perkawinan, atau bila tidak ada surat yang
memperlihatkan apa saja barang-barang itu dan berapa harga masing-masing, istri
itu atau para ahliwarisnya berwenang untuk membuktikan adanya dan harga
barang-barang itu dengan saksi-saksi, dan jika perlu, dengan menunjukkan bahwa
umum mengetahuinya. (KUHPerd. 165, 513.)
Yang termasuk penghasilan dan
pendapatan ialah segala hibah wasiat, hibah atau penerimaan uang tahunan,
bulanan, mingguan dan sebagainya seperti juga cagak hidup; dan dengan demikian
tercakup kedua jenis gabungan yang dibicarakan dalam bagian ini. (KUHPerd. 120, 157 dst.)
Bagian 3
Hibah-hibah antara kedua calon suami-ister
Dalam mengadakan perjanjian kawin,
kedua calon suami-istri, secara timbal-balik atau secara sepihak, boleh
memberikan hibah yang menurut pertimbangan mereka pantas diberikan, tanpa
mengurangi kemungkinan pemotongan hibah itu sejauh penghibahan itu kiranya akan
merugikan mereka yang berhak atas suatu bagian menurut undang-undang. (KUHPerd. 182, 222, 913 dst., 919 dst.,
1666 dst., 1678, 1692.)
Hibah-hibah itu dapat berkenaan
dengan barang-barang yang telah ada seperti yang diperinci dalam aktanya, dapat
pula dengan seluruh atau sebagian harta warisan si penghibah. (KUHPerd. 175, 179, 222, 224, 1334, 1667.)
Pemberian hibah-hibah demikian itu
berlaku biarpun disambut tanpa pernyataan setuju secara tegas oleh pihak yang
diberi hibah. (KUHPerd. 151, 402, 452,
1683, 1685,)
Hibah-hibah itu dapat diberikan
dengan persyaratan-persyaratan, yang pelaksanaannya tergantung pada kehendak si
penghibah. (KUHPerd. 179, 1256, 1668.) Hibah
yang terdiri dari barang-barang yang telah ada dan tertentu tidak dapat ditarik
kembali, kecuali jika tidak dipenuhi persyaratan-persyaratan hibah itu. (KUHPerd. 179, 1253-1255, 1688.) Hibah yang mencakup seluruh atau sebagian
warisan si penghibah tidak dapat ditarik kembali, dengan pengertian, bahwa dia
tidak lagi menguasai barang-barang yang termasuk dalam hibah itu, kecuali uang
dalam jumlah-jumlah kecil untuk upah, atau untuk soal-soal lain menurut
pertimbangan hakim. Bila syarat-syarat tidak dipenuhi, hibah-hibah itu dapat
ditarik kembali. (KUHPerd. 173, 178
dst., 1608.)
Hibah yang terdiri dari
barang-barang yang telah ada dan terperinci secara tertentu, dan diberikan
antara suami-istri dalam perjanjian kawin, tak dapat dianggap diberikan dengan
syarat, bahwa penerima hibah harus hidup lebih lama daripada pemberinya,
kecuali bila syarat dibuat secara tegas dalam perjanjian. (KUHPerd. 1666, 1672.) Tiada hibah seluruh atau sebagian dari
warisan si penghibah, yang diberikan dalam perjanjian kawin, baik yang
diberikan oleh yang seorang dari suami-istri kepada yang lain, maupun yang
diberikan secara timbal-balik, akan beralih kepada anak-anak yang lahir dari
perkawinan mereka, bila yang diberi hibah meninggal sebelum si penghibah. (KUHPerd. 174, 178, 231, 899.)
Bagian 4
Hibah-hibah yang diberikan kepada kedua calon suami-istri
bagian atau kepada anak-anak dari perkawinan mereka
Baik dalam perjanjian kawin, maupun
dengan akta notaris tersendiri, yang dibuat sebelum pelaksanaan perkawinan,
pihak ketiga boleh memberikan hibah, yang menurut pendapat mereka pantas
diberikan kepada kedua calon suami-istri atau kepada salah seorang dari mereka,
dengan tidak mengurangi kemungkinan untuk mengurangi hibah itu, bila dengan
hibah itu orang yang mempunyai hak atas suatu bagian menurut undang-undang
dirugikan. (KUHPerd. 228, 913 dst., 919
dst., 1090, 1334, 1693.)
Bila hibah-hibah itu diberikan dalam
perjanjian kawin, maka untuk berlakunya secara sah tidak perlu ada persetujuan
tegas dari yang diberi hibah; sebaliknya bila hibah itu diberikan dengan akta
tersendiri, maka hal itu tidak mempunyai akibat kecuali setelah ada persetujuan
tegas untuk menerima. (KUHPerd. 170,
1666, 1683.)
Suatu hibah yang terdiri dari
seluruh atau sebagian warisan si penghibah, meskipun diberikan hanya untuk
kedua suami-istri atau untuk salah seorang dari mereka, selalu dianggap
diberikan untuk anak-anak dan keturunan mereka, bila si penghibah hidup lebih
lama daripada yang diberi hibah, dan bila dalam akta tidak ditentukan lain.
Hibah seperti itu hapus, bila si penghibah hidup lebih lama daripada anak-anak
dan keturunan mereka selanjutnya yang diberi hibah. (KUHPerd. 173, 175, 231, 976, 1334, 1679.)
Ketentuan-ketentuan dalam
pasal-pasal 169, 171, 172, dan 173, berlaku juga pada hibah-hibah yang
dibicarakan dalam bagian ini.
Bab VIII
Gabungan Harta-bersama atau Perjanjian Kawin
pada Perkawinan Kedua atau selanjutnya
Juga dalam perkawinan kedua dan
berikutnya, menurut hukum ada gabungan harta-benda menyeluruh antara
suami-istri, bila dalam perjanjian kawin tidak diadakan ketentuan lain. (KUHPerd. 119, 139.)
Akan tetapi pada perkawinan kedua
atau berikutnya, bila ada anak dan keturunan dari perkawinan yang sebelumnya,
suami atau istri yang baru, oleh percampuran harta dan utang-utang pada suatu
gabungan, tidak boleh memperoleh keuntungan yang lebih besar daripada jumlah
bagian terkecil yang diperoleh seorang anak, atau bila anak itu telah meninggal
lebih dahulu, oleh keturunannya dalam penggantian ahli waris, dengan ketentuan,
bahwa keuntungan ini sekali-kali tidak boleh melebihi seperempat bagian dari
harta-benda suami atau istri yang kawin lagi itu. Anak-anak dari perkawinan
terdahulu atau keturunan mereka, pada waktu terbukanya warisan dari suami atau
istri yang kawin lagi, berhak menuntut pemotongan atau pengurangan; dan apa
yang melebihi bagian yang diperkenankan, masuk ke dalam warisan itu. (KUHPerd. 182, 185, 231, 842, 902, 913
dst., 920, 929, 1060.)
Suami atau istri, yang mempunyai
anak-anak dari perkawinan yang terdahulu dan melakukan perkawinan berikutnya,
tidak boleh menyediakan kepada suami atau istri yang baru, dengan perjanjian
kawin pun, keuntungan-keuntungan yang lebih daripada yang tersebut dalam pasal
sebelum ini. (KUHPerd. 168, 902.)
Suami-istri tidak diperkenankan
dengan cara yang berliku-liku saling memberi hibah lebih daripada yang
diperkenankan dalam ketentuan-ketentuan di atas. Semua hibah yang diberikan
dengan dalih yang dikarang-karang, atau diberikan kepada orang-orang perantara,
adalah batal. (KUHPerd. 911, 1057 dst.)
Yang dimaksud dengan hibah yang
diberikan kepada perantara ialah hibah yang diberikan oleh seorang suami atau
istri kepada semua anak atau salah seorang anak dari perkawinan terdahulu istri
atau suaminya, demikian pula hibah yang diberikan kepada keluarga sedarah
penghibah dan pada waktu penghibahan diperkirakan akan menjadi warisan istri
atau suami penghibah itu, meskipun suami atau istri penghibah ini mungkin tidak
hidup lebih lama dari penerima hibah.
(KUHPerd. 911, 1916-1?, 1921.)
(s.d.t. dg. S. 1923-31.) Pasal-pasal 181-184,
dalam hal suami-istri yang kawin kembali satu sama lain, tidak berlaku bagi
anak-anak atau keturunan dari perkawinan mereka yang terdahulu.jika ada
anak-anak dari perkawinan yang dulu, maka keuntungan dan kerugian harus dibagi
rata antara suami dan istri, kecuali bila peraturan tentang itu ditiadakan atau
diubah oleh perjanjian kawin. (KUHPerd.
128, 156, 164.)
Bab IX
Pemisahan Harta-benda
Selama perkawinan, si istri boleh
mengajukan tuntutan akan pemisahan harta-benda kepada hakim, tetapi hanya dalam
hal-hal berikut: 1?. bila suami, dengan kelakuan buruk yang nyata, memboroskan
barang-barang dari gabungan harta-bersama, dan membiarkan rumah-tangga terancam
bahaya kehancuran; 2?. bila karena kekacaubalauan dan keburukan pengurusan
harta kekayaan si suami, jaminan untuk harta perkawinan istri serta untuk apa
yang menurut hukum menjadi hak istri akan hilang, atau jika karena kelalaian
besar dalam pengurusan harta perkawinan si istri, harta itu berada dalam
keadaan bahaya. Pemisahan harta-benda yang dilakukan hanya atas persetujuan
bersama, adalah batal. (KUHPerd. 105,
119. 124, 126-1 nomor 5?, 149; Rv. 819 dst., 825.)
Tuntutan akan pemisahan harta-benda
harus diumumkan secara terbuka. (Rv. 822.)
Para Kreditur si suami dapat
ikut-campur dalam penyidangan perkara untuk menentang tuntutan akan pemisahan
harta-benda itu. (KUHPerd. 192; Rv. 279
dst.)
Putusan hakim yang mengabulkan
tuntutan akan pemisahan harta-benda itu, sebelum pelaksanaannya, harus
diumumkan secara terbuka, dengan ancaman menjadi batal pelaksanaannya bila
tidak dipenuhi persyaratan pengumuman itu. (Rv. 811.) Putusan tentang
dikabulkannya pemisahan harta-benda itu, dalam hal akibat hukumnya, mempunyai
kekuatan berlaku surut, terhitung dari hari gugatan diajukan. (KUHPerd. 192.)
Selama penyidangan, istri boleh
melakukan tindakan-tindakan, dengan seizin hakim, untuk menjaga, agar
barang-barangnya tidak hilang atau diboroskan. (Rv. 823 dst.)
Keputusan, di mana pemisahan
harta-benda diizinkan, hapus menurut hukum, bila hal itu tidak dilaksanakan
secara sukarela dengan pembagian barang-barang itu, seperti yang ternyata dari
akta otentik tentang itu; atau bila dalam waktu satu bulan setelah putusan itu
memperoleh kekuatan hukum tetap, si istri tidak mengajukan tuntutan untuk
pelaksanaannya kepada hakim dan tidak melanjutkan penuntutan secara teratur. (KUHPerd. 1066; Rv. 827.)
Para kreditur si suami yang tidak
campur dalam penyidangan, boleh menentang pemisahan itu, meskipun hal itu telah
dilaksanakan, bila hak-hak mereka, dengan pelaksanaan itu, secara sengaja
dirugikan. (KUHPerd. 188, 215, 1341; Rv.
828.)
Meskipun ada pemisahan harta-benda,
si istri wajib memberi sokongan untuk biaya rumah-tangga dan pendidikan
anak-anak yang dilahirkan olehnya karena perkawinan dengan si suami itu,
menurut perbandingan antara harta si istri dan harta si suami. Bila si suami
ada dalam keadaan tidak mampu, biaya-biaya itu menjadi tanggungan si istri
saja. (KUHPerd. 104, 145 dst., 298.)
Istri yang berpisah harta-benda
dengan suaminya, memperoleh kembali kebebasan untuk mengurusnya, dan meskipun
ada ketentuan-ketentuan pasal 108, dia dapat memperoleh izin umum dari hakim
untuk menguasai barang-barang bergeraknya. (KUHPerd.
105, 110, 115, 124.)
Suami tidak bertanggungjawab kepada
istrinya, bila si istri, setelah terpisah harta-bendanya, telah lalai untuk
memanfaatkan atau menanamkan kembali uang penjualan barang tetap yang telah
dipindahtangankannya atas izin yang diperolehnya dari hakim, kecuali bila si
suami telah ikut membantu dalam mengadakan kontrak, atau bila dapat dibuktikan,
bahwa uang itu telah diterima oleh suami, atau telah dipergunakan untuk
kepentingan suami. Gabungan harta-benda yang telah dibubarkan, dapat dipulihkan
kembali atas persetujuan kedua suami-istri. Persetujuan yang demikian tidak
boleh diadakan selain dengan akta otentik.
(KUHPerd. 149, 232a, 1868; Rv. 826, 830.)
Bila gabungan harta-bersama itu
telah pulih kembali, barang-barangnya dikembalikan ke keadaan semula,
seakan-akan tidak pernah ada pemisahan, tanpa mengurangi kewajiban si istri
untuk memenuhi perjanjian, yang dibuatnya selama waktu sejak pemisahan sampai
dengan pemulihan kembali gabungan harta-bersama itu. Segala perjanjian yang
oleh suami-istri itu dipergunakan untuk memulihkan kembali gabungan
harta-bersama itu dengan syarat-syarat yang lain dari syarat-syarat yang
semula, adalah batal. (AB 23; KUHPerd.
119, 149, 232a, 1340.)
Suami-istri itu wajib untuk
mengumumkan pemulihan kembali gabungan harta-bersama itu secara terbuka. Selama
pengumuman seperti itu belum dilaksanakan, suami-istri itu tidak boleh
mempersoalkan akibat-akibat pemulihan gabungan harta-bersama itu dengan
pihak-pihak ketiga. (KUHPerd. 232a; Rv.
828, 830.)
Bab X
Pembubaran Perkawinan
Bagian 1
Pembubaran perkawinan pada umunnya
Perkawinan bubar: 1?. oleh kematian;
(KUHPerd. 3, 220.) 2?. oleh tidak-hadirnya si suami atau si istri selama
sepuluh tahun, yang disusul oleh perkawinan baru istrinya atau suaminya, sesuai
dengan ketentuan-ketentuan Bagian 5 Bab XVIII; (KUHPerd. 493 dst.) 3?. (s.d.u.
dg. S. 1916-530.) oleh keputusan hakim setelah pisah meja dan ranjang dan
pendaftaran pernyataan pemutusan perkawinan itu dalam daftar-daftar catatan
sipil, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bagian 2 bab ini; (KUHPerd. 200 dst.)
4?. oleh perceraian, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bagian 3 bab ini.
(KUHPerd. 207 dst.)
Bagian 2
Pembubaran perkawinan setelah pisah meja dan ranjang
Bila suami-istri pisah meja dan
ranjang, baik karena salah satu alasan dari alasan-alasan yang tercantum dalam
pasal 233, maupun atas permohonan kedua belah pihak, dan perpisahan itu tetap
berlangsung selama lima tahun penuh tanpa perdamaian antara kedua belah pihak,
maka mereka masing-masing bebas untuk menghadapkan pihak lain ke pengadilan,
dan menuntut agar perkawinan mereka dibubarkan. (KUHPerd. 233, 236, 242, 248.)
Tuntutan itu harus segera ditolak,
bila pihak tergugat, setelah tiga kali dari bulan ke bulan dipangggil ke
pengadilan tidak muncul-muncul, atau datang dengan mengadakan perlawanan
terhadap tuntutan itu, atau menyatakan bersedia untuk berdamai dengan pihak
lawan. (KUHPerd. 248.)
Bila pihak tergugat menyetujui
tuntutan, pengadilan negeri harus memerintahkan, agar suami-istri itu secara
pribadi bersama-sama menghadap seorang atau lebih hakim anggota, yang akan
berusaha mendamaikan mereka. Bila usaha itu tidak berhasil, hakim harus
memerintahkan untuk menghadap kembali lagi, paling cepat tiga bulan dan paling
lambat enam bulan setelah pertama kali menghadap. (Ov. 46; KUHPerd. 208, 236, 239, 248, 1023; Rv. 31.) (s.d.t. dg. S.
1923-287 jo. 441.) Bila ada alasan sah untuk tidak menghadap, maka anggota
atau para anggota yang ditunjuk itu harus pergi ke rumah suami-istri itu.
(s.d.t. dg. S. 1923-287, 441, s.d.u. dg. S. 1925-497, 678 jo. S. 1926-63.) Bila
salah seorang dari suami-istri, atau kedua-duanya, bertempat tinggal di luar
daerah hukum pengadilan negeri yang kepadanya pdrmohonan itu diajukan, maka
pengadilan negeri itu atau dalam hal tidak ada badan semacam itu boleh meminta
kepala/pejabat pemerintah setempat yang di daerah hukumnya kedua suami-istri
itu bertempat tinggal untuk melakukan tindakan-tindakan tersebut dalam tiga
alinea terdahulu. Pejabat yang ditunjuk ini akan membuat berita acara tentang
tindakan-tindakan yang dilakukannya dan segera mengirimkannya kepada pengadilan
negeri tersebut pertama. (s.d.t. dg. S. 1923-287 jo. 441.) Bila salah seorang
dari suami-istri, atau kedua-duanya, bertempat tinggal di luar Indonesia,
pengadilan negeri boleh meminta kepada seorang pejabat pengadilan di negara
tempat mereka berdiam, untuk melakukan tindakan-tindakan tersebut dalam alinea
satu dan dua, atau memerintahkannya kepada pegawai Perwakilan Indonesia di
tempat tinggal suami-istri itu. Berita acara mengenai hal itu dikirimkan kepada
pengadilan negeri itu.
(s.d.u. dg. S. 1923-286 jo. 441.) Bila
pertemuan yang kedua ternyata sia-sia juga, maka setelah mendengar penuntut
umum, pengadilan negeri harus mengambil keputusan dan menerima tuntutan itu,
jika segala persyaratan acara telah dipenuhi seperti yang dikemukakan di atas.
Namun demikian, setelah mengadakan pemeriksaan, pengadilan negeri bebas untuk
menangguhkan putusan selama enam bulan, bila ternyata baginya masih ada
kemungkinan untuk berdamai. (KUHPerd.
240.)
Terhadap putusan pengadilan negeri
ini boleh dimintakan banding kepada hakim yang lebih tinggi selambat-lambatnya
dalam waktu satu bulan. (Ov. 45; KUHPerd.
241, 1023.)
(s.d.u. dg. S. 1916-530.) Perkawinan itu
dibubarkan oleh putusan tersebut dan pendaftarannya dalam daftar-daftar catatan
sipil. Pendaftarannya harus dilakukan dengan cara, dalam jangka waktu dan
dengan ancaman hukuman seperti yang ditentukan dalam pasal 221 tentang
perceraian. (KUHPerd. 245; BS. 64; bdgk.
S. 1945-14, S. 1946-24.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Pembubaran perkawinan tidak mengurangi akibat-akibat yang diatur dalam
pasal-pasal 222 sampai dengan 228 dan pasal 231 yang berdasarkan pasal 246 juga
berlaku terhadap pisah meja dan ranjang, dan juga tidak mengurangi
syarat-syarat, yang berdasarkan permufakatan berkenaan dengan pasal 237, telah
ditetapkan oleh suami-istri itu, baik terhadap diri mereka maupun terhadap pemeliharaan
dan pendidikan anak-anak. Pada waktu memutuskan pisah meja dan ranjang itu,
hakim mengangkat salah seorang dari antara orang tua yang telah melakukan
kekuasaan orang tua sebagai wali. Atas permohonan kedua orang tua atau salah
seorang dari mereka, pengadilan negeri, berdasarkan keadaan yang timbul setelah
putusan pembubaran perkawinan mempunyai kekuatan hukum yang pasti, boleh
mengubah penetapan yang telah diberikan berdasarkan alinea yang lalu, dan
persyaratan-persyaratan terhadap anak-anak seperti yang termaksud dalam alinea
pertama, setelah mendengar atau memanggil dengan sah para orang tua, wali
pengawasnya dan keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak yang masih di
bawah umur. Boleh dinyatakan, bahwa penetapan ini dapat segera dilaksanakan, meskipun
ada perlawanan atau banding, dengan atau tanpa jaminan. (KUHPerd. 230, 246a; Rv. 54 dst.) (s.d.u. dg. S. 1927-456.)
Pemeriksaan terhadap orang tua dan wali pengawas, yang bertempat tinggal di
luar daerah hukum pengadilan negeri itu, boleh dilimpahkan kepada pengadilan
negeri di tempat tinggal atau tempat kediaman mereka, yang akan menyampaikan
berita acara tentang hal itu kepada pengadilan negeri tersebut pertama.
Pemanggilan para orang tua dan wali pengawas dilakukan dengan cara seperti yang
ditentukan dalam pasal 333 terhadap keluarga sedarah dan semenda. Mereka dapat
mewakilkan diri dengan cara seperti yang ditentukan dalam pasal 334. Salah satu
dari kedua orang tua yang tidak mengajukan permohonan dan yang tidak menghadap
atas panggilan, boleh mengadakan perlawanan dalam waktu tiga puluh hari setelah
suatu penetapan atau suatu akta yang dibuat berdasarkan hal itu atau untuk
pelaksanaan penetapan itu, disampaikan kepada orang tua itu sendiri, atau
setelah dia melakukan suatu perbuatan yang tak dapat tidak memberi kesimpulan,
bahwa dia telah maklum tentang penetapan itu atau tentang pelaksanaannya yang
dimulai. Orang tua yang permohonannya telah ditolak, dan orang tua yang kendati
mengadakan perlawanan telah dinyatakan salah, demikian pula yang perlawanannya
telah ditolak, boleh mohon banding dalam waktu tiga puluh hari setelah
keputusan itu diucapkan. (Rv. 83, 341.) Bila anak yang belum dewasa belum
benar-benar berada dalam kekuasaan orang yang berdasarkan salah satu ketentuan
pasal ini ditugaskan menjadi wali, maka dalam putusan atau dalam penetapan
harus diperintahkan juga penyerahan anak-anak itu. Ketentuan-ketentuan alinea
kedua, ketiga, keempat dan kelima pasal 319h berlaku terhadap hal ini.
(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis 390, 421; s.d.u.
dg. S. 1938-622.) Dalam menyatakan pemutusan atau pada pengubahan seperti yang
dimaksud dalam alinea ketiga pasal 206, bila ada ketakutan yang beralasan,
jangan-jangan orang tua yang tidak diserahi tugas perwalian tidak akan memberi
cukup bantuan untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang belum dewasa,
pengadilan negeri dapat pula memberi perintah tersebut dalam pasal 230b, dengan
cara dan dengan akibat-akibat seperti yang ditentukan dalam pasal itu. Dalam
hal tidak ada perintah ini, dewan perwalian boleh menuntut pembayaran itu pada
pengadilan, setelah penetapan pembubaran perkawinan itu didaftarkan dalam
daftar-daftar catatan sipil. (KUHPerd.
298�.)
(s.d.t. dg. S. 1923-31.) Ketentuan pasal 232a
berlaku juga bagi orang-orang yang kawin kembali satu sama lain, setelah
perkawinan mereka yang dahulu dibubarkan sesuai dengan pasal-pasal sebelum ini.
Bagian 3
Perceraian perkawinan
(s.d.u. dg. S. 1925-199 jo. 273.) Gugatan
perceraian perkawinan harus diajukan kepada pengadilan negeri yang di daerah
hukumnya si suami mempunyai tempat tinggal pokok, pada waktu memajukan
permohonan termaksud dalam pasal 831 Reglemen Acara Perdata, atau tempat
tinggal yang sebenarnya bila tidak mempunyai tempat tinggal pokok. Jika pada
waktu mengajukan surat permohonan tersebut di atas si suami tidak mempunyai
tempat tinggal pokok atau tempat tinggal yang sesungguhnya di Indonesia, maka
gugatan itu harus diajukan kepada pengadilan negeri tempat kediaman si istri
yang sebenarnya. (KUHPerd. 17, 20 dst.,
33; Rv. 931 dst.)
Perceraian perkawinan sekali-kali
tidak dapat terjadi hanya dengan persetujuan bersama. (KUHPerd. 200 dst., 236; Rv. 78.)
Dasar-dasar yang dapat berakibat
perceraian perkawinan hanya sebagai berikut: 1?. zinah; (KUHPerd. 32, 310, 909.) 2?. meninggalkan tempat tinggal bersama
dengan itikad buruk; (KUHPerd. 211,
218.) 3?. (s.d.u. dg. S. 1917-497 jo. 646.) dikenakan hukuman penjara lima
tahun atau hukuman yang lebih berat lagi, setelah dilangsungkan perkawinan; (KUHPerd. 210.) 4?. pencederaan berat
atau penganiayaan, yang dilakukan oleh salah seorang dari suami-istri itu
terhadap yang lainnya sedemikian rupa, sehingga membahayakan keselamatan jiwa,
atau mendatangkan luka-luka yang berbahaya. (Ov. 63; KUHPerd. 233.)
Bila salah seorang dari suami-istri
itu dengan keputusan hakim dikenakan hukuman, karena telah berzinah, maka untuk
mendapatkan perceraian perkawinan, cukuplah salinan surat putusan itu
disampaikan kepada pengadilan negeri, dengan surat keterangan, bahwa putusan
itu telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti. (s.d.u. dg. S. 1917-497 jo.
645.) Ketentuan ini berlaku juga, bila perceraian perkawinan ini dituntut
karena si suami atau si istri dikenakan hukuman penjara lhma tahun atau hukuman
yang lebih berat. (KUHPerd. 219, 233
dst., 909, 1918; Sv. 189, 314.)
(s.d.u. dg. S. 1925-199 jo. 273.) Dalam hal
perbuatan meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad buruk, demikian
pula dalam hal perubahan tempat tinggal pokok atau tempat tinggal sebenarnya,
yang terjadi setelah timbulnya sebab perceraian perkawinan, tuntutan perceraian
perkawinan itu boleh juga diajukan kepada pengadilan di tempat tinggal bersama
yang terakhir. Tuntutan akan perceraian perkawinan atas dasar meninggalkan
tempat tinggal bersama dengan itikad buruk hanya dapat dikabulkan, bila yang
meninggalkan tempat tinggal bersama tanpa alasan sah, tetap menolak untuk
kembali kepada suami atau istrinya. Tuntutan itu tidak boleh dimulai sebelum
lampau lima tahun, terhitung sejak suami atau istri itu meninggalkan tempat
tinggal bersama mereka. Bila kepergian itu mempunyai alasan yang sah, jangka
waktu lima tahun itu akan dihitung sejak berakhirnya alasan itu. (KUHPerd. 21, 106 dst., 199, 218, 233 dst.,
463, 493.)
212. Isteri itu, baik sebagai
penggugat untuk perceraian maupun sebagai tergugat, dengan izin hakim boleh
meninggalkan rumah suaminya selama berlangsungnya persidangan. Pengadilan
negeri akan menunjuk rumah di mana istri itu harus tinggal. (KUHPerd. 21, 106, 214, 216; Rv. 835.)
213. Isteri itu berhak untuk
menuntut tunjangan nafkah, yang setelah ditentukan hakim harus dibayar oleh si
suami kepada istrinya selama berlangsungnya perkara itu. Bila istri itu, tanpa
izin hakim, meninggalkan tempat tinggal yang ditunjuk baginya, maka tergantung
pada keadaan, dia boleh tidak diberi hak lagi untuk menuntut tunjangan, bahkan
bila dia adalah penggugat, dia dapat dinyatakan tidak dapat diterima untuk
melanjutkan tuntutan hukumnya. (KUHPerd.
105, 107, 212, 217, 226, 324 dst.; Rv. 839.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Pengadilan negeri, selama persidangan masih berjalan, bebas untuk mencabut
pelaksanaan kekuasaan orang tua untuk sementara, seluruhnya atau sebagian, dan
sejauh dianggap perlu, memberikan wewenang-wewenang yang demikian atas diri dan
barang-barang anak-anak kepada pihak lain dari antara orang tua itu, atau
kepada orang yang ditunjuk oleh pengadilan negeri, atau kepada dewan perwalian.
Terhadap penetapan-penetapan ini tidak diperkenankan memohon banding.
Penetapan-penetapan itu tetap berlaku sampai putusan yang menolak gugatan
perceraian memperoleh kekuatan hukum yang pasti; dalam hal gugatan diterima,
penetapan-penetapan itu tetap berlaku sampai satu bulan berlalu, setelah
penetapan yang diberikan berkenaan dengan itu untuk mengatur soal perwalian
memperoleh kekuatan hukum yang pasti. (Rv. 836, 839.) Mengenai biaya-biaya yang
dikeluarkan sesuai dengan alinea pertama, berlaku alinea ketujuh dan kedelapan
pasal 319f.
Hak-hak si suami mengenai pengurusan
harta si istri tidak terhenti selama perkara berjalan; hal ini tidak mengurangi
wewenang si istri untuk melindungi haknya, dengan melakukan tindakan-tindakan
pencegahan yang ditunjukkan dalam ketentuan-ketentuan Reglemen Acara Perdata.
Semua akta si suami yang sengaja mengurangi hak-hak si istri adalah batal. (KUHPerd. 105, 124, 192, 1341; Rv. 840.)
Hak untuk menuntut perceraian
perkawinan gugur jika terjadi perdamaian suami-istri, entah perdamaian itu
terjadi sesudah si suami atau si istri mengetahui perbuatan-perbuatan yang
sedianya boleh dipakai sebagai alasan untuk menggugat, entah setelah gugatan
untuk perceraian dilakukan. Undang-undang menganggap telah ada perdamaian, bila
si suami dan si istri tinggal bersama lagi setelah si istri dengan izin hakim
meninggalkan rumah kediaman mereka bersama.
(KUHPerd. 212 dst., 217, 220, 235, 1921; Rv. 831 dst.)
Suami atau istri, yang mengajukan
gugatan baru atas dasar suatu sebab baru yang timbul setelah perdamaian, boleh
mempergunakan alasan-alasan yang lama untuk mendukung gugatannya. (KUHPerd. 209, 213, 219.)
Gugatan untuk perceraian perkawinan
atas dasar meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad buruk, gugur bila
suami atau istri, sebelum diputuskan perceraian, kembali ke rumah kediaman
bersama. Namun bila setelah kembali, suami atau istri itu meninggalkan lagi
rumah tinggal bersama tanpa sebab yang sah, pihak lain boleh memulai gugatan
baru untuk perceraian perkawinan enam bulan setelah kepergian itu, dan boleh
menggunakan alasan-alasan lama untuk mendukung gugatannya. Dalam hal itu,
gugatan perceraian perkawinan tidak akan gugur bila pihak yang meninggalkan
tempat tinggal bersama itu kembali sekali lagi. (KUHPerd. 211, 216 dst.)
Dalam kedua hal yang diatur dalam
pasal 210, suami atau istri yang membiarkan lampau waktu enam bulan terhitung
dari hari putusan hakim mendapat kekuatan hukum yang pasti, tidak dapat
diterima lagi untuk memulai gugatan perceraian perkawinan. Bila salah seorang
dari suami-istri itu berada di luar negeri pada waktu pihak yang lain mendapat
putusan hukuman, maka jangka waktu yang ditetapkan adalah enam bulan dihitung
mulai dari hari kembalinya ke Indonesia.
Gugatan untuk perceraian gugur, bila
salah seorang dari kedua suami-istri meninggal sebelum ada putusan. (KUHPerd. 199-11.)
(s.d.u. dg. S. 1916-530.) Perkawinan
dibubarkan oleh keputusan hakim dan pendaftaran perceraian yang ditetapkan
dengan putusan itu dalam daftar-daftar catatan sipil. Pendaftaran itu harus
dilakukan atas permohonan kedua suami-istri atau salah seorang dari mereka di
tempat pendaftaran perkawinan itu. Jika perkawinan itu dilaksanakan di luar
Indonesia, maka pendaftaran harus dilakukan dalam daftar-daftar catatan sipil
di Jakarta. Pendaftaran itu harus dilakukan dalam jangka waktu enam bulan,
terhitung dari hari putusan itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti. Bila
pendaftaran itu tidak dilakukan dalam jangka waktu itu, kekuatan putusan
perceraian itu hapus, dan perceraian tidak dapat dituntut sekali lagi atas
dasar dan alasan yang sama. (KUHPerd.
245, 254; BS. 64; Rv. 843; untuk ketentuan-ketentuan sementara yang menyimpang
dan pengaturan-pengaturan tentang pendaftaran, lihat S. 1945-14, S. 1946-24.)
Suami atau istri yang gugatannya
untuk perceraian perkawinan dikabulkan, boleh menikmati keuntungan-keuntungan
yang dijanjikan kepadanya oleh pihak lain berkenaan dengan perkawinan mereka,
sekalipun keuntungan-keuntungan itu dijanjikan secara timbal-balik. (KUHPerd. 139, 168 dst., 228, 327.)
Sebaliknya, suami atau istri yang
dinyatakan kalah dalam putusan perceraian itu, kehilangan semua keuntungan yang
dijanjikan oleh pihak lain kepadanya berkenaan dengan perkawinan mereka. (KUHPerd. 139, 168 dst., 228, 317.)
Dengan berlakunya perceraian
perkawinan, keuntungan-keuntungan, yang dijanjikan akan keluar setelah kematian
salah seorang dari suami-istri itu, tidak segera dapat dituntut; pihak yang
gugatannya untuk perceraian perkawinan dikabulkan, baru boleh mempergunakan
haknya akan keuntungan-keuntungan itu setelah pihak lawannya meninggal. (KUHPerd. 168 dst., 173, 175, 317.)
Bila suami atau istri, yang atas
permohonannya dinyatakan perceraian, tidak mempunyai penghasilan yang mencukupi
untuk biaya penghidupan, maka pengadilan negeri akan menetapkan pembayaran,
tunjangan hidup baginya dari harta pihak yang lain. (KUHPerd. 103, 227.)
227. Kewajiban untuk memberi
tunjangan hidup terhenti dengan kematian si suami atau si istri.
228. Tunjangan-tunjangan yang
dijanjikan oleh pihak ketiga dalam perjanjian perkawinan, tetap harus dibayar
kepada si suami atau si istri yang mendapat jari untuk kepentingannya.
(KUHPerd. 176 dst., 222.)
229. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Setelah memutuskan perceraian, dan setelah mendengar atau memanggil
dengan sah para orang tua atau keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak
yang di bawah umur, pengadilan negeri akan menetapkan siapa dari kedua orang
tua akan melakukan perwalian atas tiap-tiap anak, kecuali jika kedua orang tua
itu telah dipecat atau dilepaskan dari kekuasaan orang tua, dengan mengindahkan
putusan-putusan hakim terdahulu yang mungkin memecat atau melepaskan mereka
dari kekuasaan orang tua. (KUHPerd.
230a, b, 319a.) Penetapan ini tidak berlaku sebelum hari putusan perceraian
perkawinan itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti. Sebelum itu tidak usah
dilakukan pemberitahuan, dan tidak boleh dilakukan perlawanan atau banding.
Terhadap penetapan ini, si ayah atau si ibu yang tidak diangkat menjadi wali
boleh melakukan perlawanan, bila dia tidak hadir atas panggilan yang dimaksud
dalam alinea pertama. Perlawanan ini harus dilakukan dalam waktu tiga puluh
hari setelah penetapan itu diberitahukan kepadanya. (Rv. 83.) Si ayah atau si
ibu yang setelah hadir atas panggilan tidak diangkat menjadi wali, atau yang
perlawanannya ditolak, dalam tiga puluh hari setelah hari termaksud dalam
alinea kedua, dapat naik banding mengenai penetapan itu. (Rv. 341.) Alinea
keempat pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan para orang tua.
230. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Pengadilan negeri, atas dasar hal-hal yang terjadi setelah putusan
perceraian perkawinan memperoleh kekuatan hukum yang pasti, berkuasa untuk
mengubah penetapan-penetapan yang telah diberikan menurut alinea pertama pasal
yang lalu atas permohonan kedua orang tua atau salah seorang setelah mendengar
atau memanggil dengan sah kedua orang tua, para wali pengawas dan keluarga
sedarah atau semenda anak-anak yang di bawah umur. Penetapan-penetapan ini
boleh dinyatakan dapat dilaksanakan segera meskipun ada perlawanan atau
banding, dengan atau tanpa jaminan. Ketentuan alinea keempat dan kelima pasal
206 berlaku terhadap hal ini.
230a. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis.
390.) Bila anak-anak yang di bawah umur belum berada dalam kekuasaan nyata
orang yang berdasarkan pasal 229 atau pasal 230 ditugaskan menjadi wali, atau
dalam kekuasaan si ayah, si ibu, atau dewan perwalian yang mungkin diserahi
anak-anak itu berdasarkan pasal 214 alinea pertama, maka dalam penetapan itu
juga harus diperintahkan penyerahan anak-anak itu. Ketentuan-ketentuan alinea
kedua, ketiga, keempat dan kelima pasal 319h dalam hal ini berlaku.
230b. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Pada penetapan termaksud dalam alinea pertama pasal 229, setelah
mendengar atau memanggil dengan sah seperti yang dimaksud dalam alinea itu dan
setelah mendengar dewan perwalian, bila ada kekhawatiran yang beralasan, bahwa
orang tua yang tidak diserahi tugas perwalian, tidak akan memberikan tunjangan
secukupnya untuk biaya hidup dan pendidikan anak-anak yang masih di bawah umur,
pengadilan negeri boleh memerintahkan juga, bahwa orang tua itu untuk biaya
hidup dan pendidikan anak tiap-tiap minggu atau tiap-tiap bulan atau tiap-tiap
tiga bulan akan membayarkan kepada dewan perwalian suatu jumlah yang dalam pada
itu ditentukan. Ketentuan-ketentuan alinea kedua, ketiga dan keempat pasal 229
berlaku juga terhadap perintah ini.
231. Bubarnya perkawinan karena
perceraian tidak akan menyebabkan anak-anak yang lahir dari perkawinan itu
kehilangan keuntungan-keuntungan yang telah dijaminkan bagi mereka oleh
undang-undang, atau oleh perjanjian perkawinan orang tua mereka. Akan tetapi
anak-anak itu tidak boleh menuntutnya, selain dengan cara yang sama dan dalam
keadaan yang sama seakan-akan tidak pernah terjadi perceraian perkawinan. (KUHPerd. 175, 178, 181 dst., 311, 317,
852 dst.)
232. Bila suami-istri yang bercerai
itu dahulu kawin dengan gabungan harta-bersama, pembagian harta harus dilakukan
berdasarkan dan dengan cara seperti yang ditentukan dalam Bab VI. (KUHPerd. 126, 128, 1066 dst.)
232a. (s.d.t. dg. S. 1923-31, s.d.u.
dg. S. 1928-546.) Bila suami-istri itu kawin kembali satu sama lain, semua
akibat perkawinan itu menurut hukum dengan sendirinya timbul kembali,
seakan-akan tidak pernah terjadi perceraian. Namun hal ini tidak mengurangi
kelanjutan berlakunya perbuatan-perbuatan yang sekiranya telah dilakukan
terhadap pihak-pihak ketiga selama waktu antara perceraian itu dan perkawinan
baru, dan tidak mengurangi kelanjutan berlakunya penetapan-penetapan hakim,
yang sekiranya telah memecat atau melepaskan suami-istri itu dari perwalian
atas anak-anak mereka sendiri, penetapan-penetapan mana harus dipandang sebagai
pemecatan atau pelepasan dari kekuasaan orang tua. Segala persetujuan antara
suami-istri yang bertentangan dengan ini adalah batal. (KUHPerd. 33, 149, 196-198.)
Bab
XI
Pisah Meja dan Ranjang
233. Jika ada hal-hal yang dapat
menjadi dasar untuk menuntut perceraian perkawinan, si suami atau si istri
berhak untuk menuntut pisah meja dan ranjang. ugatan untuk itu dapat juga
diajukan atas dasar perbuatan-perbuatan yang melampaui batas kewajaran, penganiayaan
dan penghinaan kasar yang dilakukan oleh salah seorang dari suami-istri itu
terhadap yang lainnya. (Ov. 63; KUHPerd.
126, 200, 209; Rv. 841.)
234. Gugatan itu diajukan, diperiksa
dan diselesaikan dengan cara yang sama seperti gugatan untuk perceraian
perkawinan. (KUHPerd. 207 dst., 216
dst.; Rv. 831 dst.)
235. Suami atau istri yang telah
mengajukan gugatan untuk pisah meja dan ranjang, tidak dapat diterima untuk
menuntut perceraian perkawinan atas dasar yang sama. (KUHPerd. 209.)
236. Pisah meja dan ranjang juga
boleh ditetapkan oleh hakim atas permohonan kedua suami-istri bersama-sama,
yang boleh diajukan tanpa kewajiban untuk mengemukakan alasan tertentu. Pisah
meja dan ranjang tidak boleh diizinkan, kecuali bila suami-istri itu telah
kawin selama dua tahun. (KUHPerd. 200,
202, 208.)
237. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Sebelum meminta pisah meja dan ranjang, suami-istri itu wajib
mengatur dengan akta otentik semua persyaratan untuk itu, baik yang mengenai
diri mereka maupun yang mengenai pelaksanaan kekuasaan orang tua dan urusan
pemeliharaan dan pendidikan anak-anak mereka. Tindakan-tindakan yang telah
mereka rancang untuk dilaksanakan selama pemeriksaan pengadilan, harus
dikemukakan supaya dikuatkan oleh pengadilan negeri, dan jika perlu, supaya
diatur olehnya. (KUHPerd. 104 dst., 124
dst., 149, 206, 212 dst., 229, 247, 298 dst.)
238. Permintaan kedua suami-istri
harus diajukan dengan surat permohonan kepada pengadilan negeri tempat tinggal
mereka; dan dalam surat itu harus dilampirkan baik salinan akta perkawinan
maupun salinan perjanjian yang dibicarakan dalam alinea pertama pasal yang
lampau. (Rv. 831 dst.)
239. Berkenaan dengan itu pengadilan
negeri akan memerintahkan kedua suami-istri untuk bersama-sama secara pribadi
menghadap seorang atau lebih hakim anggota yang akan memberi wejangan-wejangan
seperlunya kepada mereka. Bila suami-istri itu bertahan dengan niat mereka,
hakim akan memerintahkan mereka untuk menghadap lagi setelah lewat enam bulan.
(Rv. 832, 834.) (s.d.t. dg. S. 1923-287 jo. 441.) Bila ternyata ada alasan sah
yang menghalangi mereka untuk menghadap, maka hakim yang ditunjuk harus pergi
ke rumah suami-istri itu, (s.d.t. dg. S. 1923-287 jo. 441; s.d.u. dg. S.
1925-497, 678 jo. 1926-63.) Bila suami-istri itu bertempat tinggal di luar
daerah di mana pengadilan negeri itu bertempat kedudukan, pengadilan negeri
atau dalam hal tidak ada badan semacam itu dapat menunjuk kepala daerah
setempat untuk melakukan tindakan-tindakan yang dimaksud dalam tiga alinea yang
lampau. Pejabat yang telah ditunjuk itu akan membuat berita acara tentang apa
yang telah dilakukannya dan segera mengirimkan kepada pengadilan negeri.
(s.d.t. dg. S. 1923-287 jo. 441.) Bila seorang dari suami-istri itu atau
kedua-duanya bertempat tinggal di luar Indonesia, pengadilan negeri itu boleh
memohon kepada seorang hakim di negara tempat suami-istri itu berdiam, untuk
memanggil kedua suami-istri atau salah seorang menghadap kepadanya dengan
tujuan melakukan ikhtiar perdamaian, atau menugaskan hal ini kepada pejabat perwakilan
Indonesia di wilayah tempat suami-istri itu berdiam. Berita acara yang dibuat
mengenai hal itu harus dikirimkan kepada pengadilan negeri itu.
240. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis 390,
421.) Pengadilan negeri harus mengambil keputusan enam bulan setelah
berlangsung pertemuan kedua. (KUHPerd. 202.) (s.d.u. dg. S. 1938-622.)
Ketentuan-ketentuan pasal-pasal 230b dan 230C berlaku sama terhadap ibu dan
bapak, yang tidak ditugaskan untuk melakukan kekuasaan orang tua.
241. Bila permohonan yang diajukan
ditolak, paling lambat satu bulan setelah diberikan keputusan, suami-istri itu
bersama-sama boleh mengajukan permohonan banding dengan surat permohonan. (Ov. 45; KUHPerd. 204, 236 dst., 247,
1023.)
242. Dengan pisah meja dan ranjang,
perkawinan tidak dibubarkan, tetapi dengan itu suami-istri tidak lagi wajib
untuk tinggal bersama. (KUHPerd. 21, 106
dst., 200.)
243. Pisah meja dan ranjang selalu
berakibat perpisahan harta, dan akan menimbulkan dasar untuk pembagian harta
bersama, seakan-akan perkawinan itu dibubarkan. (KUHPerd. 128, 186, 232, 1066 dst.)
244. Karena pisah meja dan ranjang,
pengurusan suami atas harta istrinya ditangguhkan. Si istri mendapat kembali
keleluasaan untuk mengurus hartanya, dan sekaligus adanya ketentuan dalam pasal
108 dapat memperoleh kuasa umum dari hakim untuk menggunakan barang-barangnya
yang bergerak. (KUHPerd. 105, 124, 194.)
245. Putusan-putusan mengenai pisah
meja dan ranjang harus diumumkan secara terang-terangan. Selama pengumuman
terang-terangan ini belum berlangsung, putusan tentang pisah meja dan ranjang
tidak berlaku bagi pihak ketiga.
(KUHPerd. 152, 205, 221, 249; Rv. 826, 843.)
246. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Ketentuan-ketentuan pasal 210 sampai dengan 220, pasal 222 sampai
dengan 228, dan pasal 231, berlaku juga terhadap pisah meja dan ranjang yang
diminta oleh salah seorang dari suami-istri terhadap yang lain. Setelah
mengucapkan putusan tentang pisah meja dan ranjang, pengadilan negeri, setelah
mendengar dan memanggil dengan sah kedua orang tua dan keluarga sedarah dan
semenda anak-anak yang masih di bawah umur, harus menetapkan siapa dari kedua
orang tua itu yang akan melakukan kekuasaan orang tua atas diri tiap-tiap anak,
kecuali bila kedua orang tua itu telah dipecat atau dilepaskan dari kekuasaan
orang tua, dengan mengindahkan putusan-putusan hakim yang terdahulu yang
mungkin telah memecat atau melepaskan mereka dari kekuasaan orang tua. (KUHPerd. 319a.) Ketetapan ini berlaku
setelah hari putusan tentang pisah meja dan ranjang memperoleh kekuatan hukum
yang pasti. Sebelum hari itu tidak usah dilakukan pemberitahuan, dan perlawanan
serta banding pun tidak diperbolehkan. Terhadap penetapan ini, pihak orang tua
yang tidak ditugaskan untuk melaksanakan kekuasaan orang tua, boleh melakukan
perlawanan, bila atas panggilan termaksud dalam alinea kedua dia tidak
menghadap. Perlawanan ini harus dilakukan dalam waktu tiga puluh hari setelah
penetapan itu diberitahukan kepadanya. (Rv. 83.) Pihak orang tua yang telah
menghadap atas pemanggilan dan tidak ditugaskan untuk melaksanakan kekuasaan
orang tua, atau yang perlawanannya ditolak, boleh mohon banding terhadap
penetapan itu dalam waktu tiga puluh hari setelah hari termaksud dalam alinea
ketiga. (Rv. 341.) (s.d.u. dg. S. 1938-622.) Ketentuan pasal 230b dan pasal
230c berlaku sama terhadap ayah dan ibu yang tidak diserahi tugas melakukan
kekuasaan orang tua. Terhadap pemeriksaan para orang tua itu berlaku alinea
keempat pasal 206.
246a. (s.d. t. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Berdasarkan keadaan yang timbul setelah putusan pisah meja dan
ranjang mendapat kekuatan hukum yang pasti, pengadilan negeri boleh mengadakan
perubahan pada penetapan-penetapan yang telah diberikan berdasarkan alinea
kedua pasal yang lampau, atas permohonan kedua orang tua atau salah seorang
dari mereka, setelah mendengar dan memanggil dengan sah kedua orang tua dan
para keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak yang masih di bawah umur.
Penetapan ini boleh dinyatakan dapat dilaksanakan segera meskipun ada
perlawanan atau banding, dengan atau tanpa jaminan. (Rv. 54 dst.) Ketentuan
alinea keempat dan kelima pasal 206 dalam hal ini berlaku.
246b. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis
390, 421.) Bila anak-anak yang masih di bawah umur itu belum berada dalam
kekuasaan nyata orang yang berdasarkan pasal 246 dan pasal 246a diserahi tugas
melaksanakan kekuasaan orang tua, atau dalam kekuasaan si ayah, si ibu atau
dewan perwalian yang mungkin diserahi anak-anak itu berdasarkan alinea pertama
pasal 246 dan sesuai dengan pasal 214, maka dalam penetapan itu juga harus diperintahkan
penyerahan anak-anak itu. Ketentuan-ketentuan alinea kedua, ketiga, keempat dan
kelima pasal 319h dalam hal ini berlaku.
247.
Bila setelah mempertimbangkan perjanjian yang dibicarakan dalam alinea pertama
pasal 237, hakim mengabulkan permintaan pisah meja dan ranjang atas permohonan
kedua suami-istri, maka pisah meja dan ranjang itu memperoleh segala akibat
yang dijanjikan dalam perjanjian itu. (KUHPerd.
206.)
248. Pisah meja dan ranjang menurut
hukum dengan sendirinya batal karena perdamaian suami-istri, dan perdamaian itu
menghidupkan kembali segala akibat dari perkawinan mereka, tanpa mengurangi
berlangsungnya terus kekuatan perbuatan-perbuatan terhadap pihak-pihak ketiga,
yang sekiranya telah dilakukan dalam tenggang waktu antara perpisahan itu dan
perdamaiannya. Semua persetujuan suami-istri yang bertentangan dengan ini
adalah batal. (AB. 23; KUHPerd. 149, 196
dst., 200, 216, 244.)
249. Bila putusan yang menyatakan
suami-istri pisah meja dan ranjang sudah diumumkan secara jelas, suami-istri itu
tidak boleh menerapkan berlakunya akibat-akibat perdamaian mereka terhadap
pihak ketiga, bila mereka tidak mengumumkan secara jelas, bahwa pisah meja dan
ranjang itu telah tiada. (KUHPerd. 152, 245.)
Bab
XII
Keayahan dan Asal Keturunan Anak-anak
Bagian 1
Anak-anak sah.
250. Anak yang dilahirkan atau
dibesarkan selama perkawinan, memperoleh si suami sebagai ayahnya. (KUHPerd. 34, 95, 100-102, 106 dst., 1916)
251. Sahnya anak yang dilahirkan
sebelum hari keseratus delapan puluh dari perkawinan, dapat diingkari oleh si
suami. Namun pengingkaran itu tidak boleh dilakukan dalam hal-hal berikut: 1?.
bila sebelum perkawinan, suami itu telah mengetahui kehamilan itu; 2?. bila
pada pembuatan akta kelahiran dia hadir, dan akta ini ditandatangani olehnya,
atau memuat suatu keterangan darinya yang berisi bahwa dia tidak dapat
menandatanganinya; 3?. bila anak itu dilahirkan tidak hidup. (KUHPerd. 2; BS. 39.)
252. Si suami boleh mengingkari
keabsahan si anak, bila dia dapat membuktikan, bahwa sejak hari ketiga ratus
sampai keseratus delapan puluh sebelum lahirnya anak itu, dia telah berada
dalam keadaan tidak mungkin untuk mengadakan hubungan jasmaniah dengan
istrinya, baik karena keadaan terpisah, maupun karena sesuatu yang kebetulan
saja. Dengan menunjuk kepada kelemahan alamiah jasmaninya, si suami tidak dapat
mengingkari anak itu sebagai anaknya.
(KUHPerd. 258, 1865.)
253. Si suami tidak dapat
mengingkari keabsahan si anak atas dasar perzinahan, kecuali bila kelahiran si
anak telah dirahasiakan terhadapnya; dalam hal itu, dia harus diperkenankan
untuk menjadikan hal itu sebagai bukti yang sempurna, bahwa dia bukan ayah anak
itu. (KUHPerd. 1965.)
254. Dia dapat mengingkari keabsahan
seorang anak, yang dilahirkan tiga ratus hari setelah putusan pisah meja dan
ranjang memperoleh kekuatan hukum yang pasti, tanpa mengurangi hak istrinya
untuk mengemukakan peristiwa-peristiwa yang cocok kiranya untuk menjadi bukti
bahwa suaminya adalah ayah anak itu. Bila pengingkaran itu telah dinyatakan
sah, perdamaian antara suami-istri itu tidak menyebabkan anak itu memperoleh
kedudukan sebagai anak sah. (KUHPerd.
221, 242, 248, 1965.)
255. Anak yang dilahirkan tiga ratus
hari setelah bubarnya perkawinan adalah tidak sah. (KUHPerd. 106, 199.) (s.d.t. dg. S. 1923-31.) Bila kedua orang tua
seorang anak yang dilahirkan tiga ratus hari setelah putusnya perkawinan kawin
kembali satu sama lain, si anak tidak dapat memperoleh kedudukan anak sah
selain dengan cara yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bagian 2 bab ini.
256. Dalam hal-hal yang diatur dalam
pasal-pasal 251, 252, 253, dan 254, pengingkaran keabsahan anak harus dilakukan
si suami dalam waktu satu bulan, bila dia berada di tempat kelahiran anak itu,
atau di sekitar itu: dalam waktu dua bulan setelah dia kembali, bila dia telah
tidak berada di situ; dalam waktu dua bulan setelah diketahuinya penipuan, bila
kelahiran anak itu telah disembunyikan terhadapnya.
Semua akta yang dibuat di luar
pengadilan, yang berisi pengingkaran si suami, tidak mempunyai kekuatan hukum,
bila dalam dua bulan tidak diikuti oleh suatu tuntutan di muka hakim. Bila si
suami, setelah melakukan pengingkaran dengan akta yang dibuat di luar
pengadilan, meninggal dunia dalam jangka waktu tersebut di atas, maka bagi para
ahli warisnya terbuka jangka waktu baru selama dua bulan untuk mengajukan
tuntutan hukum mereka. (KUHPerd. 257
dst., 1058, 1979; lihat S. 1946-67.)
257. Tuntutan hukum yang diajukan
oleh si suami itu gugur bila para ahli waris tidak melanjutkannya dalam waktu
dua bulan, terhitung dari hari meninggalnya suami. (KUHPerd. 259, 1979.)
258. Bila si suami meninggal sebelum
dia menerapkan haknya dalam hal ini, padahal waktunya untuk itu masih berjalan,
maka para ahli warisnya tidak dapat mengingkari keabsahan anak itu selain dalam
hal tersebut dalam pasal 252. Gugatan untuk membantah keabsahan anak itu harus
dimulai dalam waktu dua bulan terhitung sejak anak itu memiliki harta-benda si
suami, atau sejak para ahli warisnya terganggu dalam memilikinya oleh si anak. (KUHPerd. 259, 472, 833 dst.)
259. Dalam hal-hal di mana para ahli
waris, berkenaan dengan pasal-pasal 256, 257, dan 258, mempunyai wewenang untuk
memulai atau melanjutkan suatu gugatan untuk membantah keabsahan seorang anak,
mereka akan memperoleh jangka waktu satu tahun, bila salah seorang atau lebih
dari mereka bertempat tinggal di luar negeri. Dalam hal ada perang di laut,
jangka waktu itu dilipatduakan. Dengan S. 1946-67, berlaku 13 Juli 1946,
ditentukan: (1) Hakim yang menangani gugatan yang dilakukan atau mungkin akan
dilakukan untuk mengingkari keabsahan seorang anak, berwenang sampai pada waktu
yang akan ditentukan oleh pemerintah, untuk memperpanjang jangka waktu yang
diatur dalam pasal 256 sampai dengan 259 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
untuk mengingkari keabsahan seorang anak dengan akta yang dibuat di luar
pengadilan, untuk mengajukan suatu gugatan pengingkaran semacam itu, atau untuk
melanjutkan gugatan demikian dengan jangka waktu tertentu ataupun sampai saat
tertentu, bila pengindahan jangka waktu tersebut di atas karena keadaan-keadaan
luar biasa, selayaknya tidak dapat diharapkan. (2) Perpanjangan waktu termaksud
dalam ayat (1) boleh diberikan oleh hakim karena jabatan.
260. Semua gugatan untuk mengingkari
keabsahan seorang anak harus ditujukan kepada wali yang secara khusus diperbantukan
kepada anak itu, dan ibunya harus dipanggil dengan sah untuk sidang itu. (KUHPerd. 102, 110, 310, 359, 1920.)
261. Asal-keturunan anak-anak sah
dibuktikan dengan akta-akta kelahiran yang didaftarkan dalam daftar-daftar
catatan sipil. (BS. 34.) Bila tidak ada akta demikian, cukuplah bila seorang
anak telah mempunyai kedudukan tak terganggu sebagai anak sah. (KUHPerd. 13, 101, 286; BS. 37.)
262. Pemilikan kedudukan demikian
dapat dibuktikan dengan peristiwa-peristiwa yang, baik bersama-sama maupun
sendiri-sendiri, menunjukkan hubungan karena kelahiran dan karena kekeluargaan
antara orang tertentu dan keluarga yang diakui olehnya, bahwa dia termasuk di
dalamnya. Yang terpenting dari peristiwa-peristiwa ini antara lain adalah:
bahwa orang-orang itu selalu memakai nama si ayah yang dikatakannya telah
menurunkannya; (KUHPerd. 10; BS. 30.)
bahwa ayah itu telah memperlakukan dia sebagai anaknya, dan dia sebagai anak
telah diurus dalam hat pendidikan, pemeliharaan dan penghidupannya; (KUHPerd. 104, 298 dst.) bahwa
masyarakat senantiasa mengakui dia selaku anak si ayah; bahwa sanak-saudaranya
mengakui dia sebagai anak si ayah. (KUHPerd.
102.)
263. Tiada seorang pun dapat
menyandarkan diri pada kedudukan yang bertentangan dengan kedudukan yang nyata
dinikmatinya dan sesuai dengan akta kelahirannya, dan sebaliknya tiada seorang
pun dapat menyanggah kedudukan yang dimiliki seseorang sesuai dengan akta
kelahirannya. (KUHPerd. 102, 322.)
264. Bila tidak ada akta kelahiran
dan tidak nyata pemilikan kedudukan yang tak terputus-putus, dan bila anak itu
didaftarkan dengan nama-nama palsu dalam daftar-daftar catatan sipil atau
seakan-akan dilahirkan dari ayah-ibu yang tidak dikenal, maka asal-keturunannya
dapat dibuktikan dengan saksi-saksi. Namun pembuktian dengan cara demikian
tidak boleh diperkenankan, kecuali bila ada bukti permulaan tertulis; atau bila
dugaan-dugaan atau petunjuk-petunjuk dari peristiwa-peristiwa yang tidak dapat
dibantah lagi kebenarannya, dapat dianggap cukup berbobot untuk memperkenankan
pembuktian demikian. (KUHPerd. 288,
1922; BS. 27.)
265. Bukti permulaan tertulis adalah
surat-surat keluarga, daftar-daftar dan surat-surat rumah tangga si ayah atau
si ibu, atau akta-akta notaris atau akta-akta di bawah tangan yang berasal dari
pihak-pihak yang tersangkut dalam perselisihan, atau bila masih hidup, mereka
yang sedianya berkepentingan dalam perselisihan itu. (KUHPerd. 268, 1881, 1902; BS. 27.)
266. Bukti lawan itu terdiri dari
segala alat bukti yang cocok untuk menunjukan, bahwa orang yang menyandarkan
diri pada asal-keturunannya bukan anak dari ibu yang diakuinya sebagai ibunya;
atau juga, bila soal ibu telah dibuktikan, bahwa dia bukan anak dari suami ibu
itu. (KUHPerd. 264 dst., 286 dst.)
267. Hanya hakim perdatalah yang
berwenang untuk mengadili tuntutan-tuntutan akan suatu kedudukan. (KUHPerd. 268, 1920.)
268. Tuntutan pidana karena
kejahatan penggelapan kedudukan tidak dapat dilancarkan, sebelum keputusan
akhir atas sengketa mengenai kedudukan itu diucapkan. Akan tetapi jawatan
kejaksaan bebas untuk melancarkan suatu tuntutan pidana seperti itu, bila
pihak-pihak yang berkepentingan tinggal diam, asalkan ada bukti permulaan
tertulis, sesuai dengan ketentuan pasal 265, dan pada permulaan pemeriksaan
pidana telah dinyatakan adanya bukti permulaan. (KUHPerd. 268, alinea kedua tak berlaku terhadap golongan Tionghoa,
lihat Chin. 1-1?g.) Dalam hal terakhir ini, pemeriksaan perkara pidana di
sidang umum tidak boleh ditunda karena pemeriksaan perkara perdata. (AB. 30;
KUHPerd. 267, 1918; BS. 27 dst.; Sv. 409; KUHP 529.)
269. Gugatan untuk menarik kembali
kedudukan terhadap si anak, tidak terkena kedaluwarsa. (KUHPerd. 1967, 1986.)
270. Para ahli waris anak yang tidak
memperjuangkan kedudukannya, tidak dapat melancarkan gugatan seperti itu,
kecuali bila anak itu meninggal waktu masih di bawah umur atau dalam tiga tahun
setelah menjadi dewasa. (KUHPerd. 258,
883, 1058.)
271. Namun para ahli waris itu dapat
melanjutkan tuntutan hukum demikian, bila hati itu telah dimulai oleh anak itu,
kecuali bila anak itu tidak melanjutkan tuntutan itu selama tiga tahun sejak
tindakan acara yang terakhir dilakukan.
(KUHPerd. 257, 833; Rv. 273 dst.)
271a. (s.d.t. dg. S. 1937-595, mb. 1
Januari 1939.) Orang yang gugatannya untuk memperjuangkan suatu kedudukan *79
perdata atau untuk mengingkari keabsahan seorang anak dikabulkan, setelah
putusan itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti, harus menyuruh mendaftarkan
putusan itu dalam daftar kelahiran yang sedang berjalan di tempat kelahiran
anak itu didaftar. Hal ini harus diterangkan pada margin akta kelahiran itu.
Bagian 2
Pengesahan anak-anak luar kawin
272. Anak di luar kawin, kecuali
yang dilahirkan dari perzinahan atau penodaan darah, disahkan oleh perkawinan
yang menyusul dari ayah dan ibu mereka, bila sebelum melakukan perkawinan
mereka telah melakukan pengakuan secara sah terhadap anak itu, atau bila
pengakuan itu terjadi dalam akta perkawinannya sendiri. (KUHPerd. 40, 275, 277, 280 dst., 862, 867; BS. 53, 61-9?.)
273. Anak yang dilahirkan dari orang
tua, yang tanpa memperoleh dispensasi dari pemerintah tidak boleh kawin satu
sama lainnya, tidak dapat disahkan selain dengan cara mengakui anak itu dalam
akta kelahiran. (KUHPerd. 29, 31, 280,
283.)
274. Bila orang tua itu, sebelum
atau pada waktu melakukan perkawinan, telah lalai untuk mengakui anak di luar
kawin mereka, kelalaian ini dapat diperbaiki dengan surat pengesahan dari
pemerintah, yang diberikan setelah mendengar nasihat Mahkamah Agung. (Ov. 16; KUHPerd. 276; BS. 61-9?.)
275. (s.d.u. dg. S. 1896-115.)
Dengan cara yang sama seperti yang diatur dalam pasal yang lampau, dapat juga
disahkan anak di luar kawin yang telah diakui menurut undang-undang: 1?. bila
anak itu lahir dari orang tua, yang karena kematian salah seorang dari mereka,
perkawinan mereka tidak jadi dilaksanakan; 2?. bila anak itu dilahirkan oleh
seorang ibu, yang termasuk golongan Indonesia atau yang disamakan dengan
golongan itu; bila ibunya meninggal dunia, atau bila ada keberatan-keberatan
penting terhadap perkawinan orang tua itu, menurut pertimbangan pemerintah. (KUHPerd. 272, 276, 278.)
276. (s.d.u. dg. S. 1896-115.) Dalam
hal-hal seperti yang dinyatakan dalam dua pasal yang tersebut terakhir,
Mahkamah Agung, bila menganggap perlu, sebelum memberikan nasihatnya, harus
mendengar atau memerintahkan untuk mendengar keluarga sedarah si pemohon, dan
bahkan dapat memerintahkan, bahwa permohonan pengesahan itu diumumkan dalam
Berita Negara. (KUHPerd. 290.)
277. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Pengesahan anak, baik dengan menyusulnya perkawinan orang tuanya
maupun dengan surat pengesahan menurut pasal 274, menimbulkan akibat, bahwa
terhadap anak-anak itu berlaku ketentuan undang-undang yang sama, seakan-akan
mereka dilahirkan dalam perkawinan itu.
(KUHPerd. 852.)
278. (s.d.u. dg. S. 1896-115.) Dalam
hal-hal yang diatur dalam pasal 275, pengesahan itu hanya berlaku mulai hari
diberikannya surat pengesahan dari pemerintah; hal itu tidak boleh berakibat
merugikan anak-anak sah sebelumnya dalam hal pewarisan, demikian pula hal itu
tidak berlaku bagi keluarga sedarah lainnya dalam hal pewarisan, kecuali bila
mereka yang terakhir ini telah menyetujui pemberian surat pengesahan itu. (KUHPerd. 852dst.)
279. Dengan cara yang sama dan
menurut ketentuan-ketentuan yang sama seperti yang tercantum dalam pasal-pasal
yang lalu, anak yang telah meninggal dan meninggalkan keturunan, boleh juga
disahkan; pengesahannya itu berakibat menguntungkan keturunan itu. (KUHPerd. 272, 274, 842, 852.)
Bagian 3
Pengakuan anak-anak luar kawin
280. Dengan pengakuan terhadap anak
di luar kawin, terlahirlah hubungan perdata antara anak itu dan ayah atau
ibunya. (KUHPerd. 30 dst., 40, 47, 272
dst., 306, 319, 328, 363, 363, 862, 871, 873, 908, 916.)
281. Pengakuan terhadap anak di luar
kawin dapat dilakukan dengan suatu akta otentik, bila belum diadakan dalam akta
kelahiran atau pada waktu pelaksanaan perkawinan. (Not. 37a.) Pengakuan
demikian dapat juga dilakukan dengan akta yang dibuat oleh pegawai catatan
sipil, dan didaftarkan dalam daftar kelahiran menurut hari pen`ndatanganan.
Pengakuan itu harus dicantumkan pada tepi akta kelahiran, bila akta itu ada. (KUHPerd. 40, 272, 862, 908, 1868; BS. 41,
53, 61-9?.) Bila pengakuan anak itu dilakukan dengan akta otentik lain,
tiap-tiap orang yang berkepentingan berhak minta agar hal itu dicantumkan pada
tepi akta kelahirannya. Bagaimanapun kelalaian mencatatkan pengakuan pada tepi
akta kelahiran itu tidak boleh dipergunakan untuk membantah kedudukan yang
telah diperoleh anak yang diakui itu.
282. Pengakuan anak di luar kawin
oleh orang yang masih di bawah umur tidak ada harganya, kecuali jika orang yang
masih di bawah umur itu telah mencapai umur genap sembilan belas tahun, dan
pengakuan itu bukan akibat dari paksaan, kekeliruan, penipuan atau bujukan.
(BS. 42.) Namun anak perempuan di bawah umur boleh melakukan pengakuan itu,
sebelum dia mencapai umur sembilan belas tahun. (KUHPerd. 29, 108, 330, 446, 452, 1321, 1446, 1449.)
283. Anak yang dilahirkan karena
perzinahan atau penodaan darah (incest), tidak boleh diakui, tanpa mengurangi
ketentuan pasal 273 mengenai anak penodaan darah. (KUHPerd. 30 dst., 41, 252 dst., 272, 289, 867 dst.; BS. 42.)
284. (s.d.u. dg. S. 1896-108.)(1)
Tiada pengakuan anak di luar kawin dapat diterima selama ibunya hidup, meskipun
ibu itu termasuk golongan Indonesia atau yang disamakan dengan golongan itu,
bila si ibu tidak menyetujui pengakuan itu. (KUHPerd. 280 dst., 354.) Bila anak demikian itu diakui setelah
ibunya meninggal, pengakuan itu tidak mempunyai akibat lain daripada terhadap
ayahnya. (KUHPerd. 288.) Dengan
diakuinya seorang anak di luar kawin yang ibunya termasuk golongan Indonesia
atau golongan yang disamakan dengan itu, berakhirlah hubungan perdata yang
berasal dari hubungan keturunan yang alamiah, tanpa mengurangi akibat-akibat
yang berhubungan dengan pengakuan oleh si ibu dalam hal-hal dia diberi wewenang
untuk itu karena kemudian kawin dengan si ayah.
285. Pengakuan yang diberikan oleh
salah seorang dari suami-istri selama perkawinan untuk kepentingan seorang anak
di luar kawin, yang dibuahkan sebelum perkawinan dengan orang lain dari
istrinya atau suaminya, tidak dapat mendatangkan kerugian, baik kepada suami
atau istri itu maupun kepada anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan itu.
Walaupun demikian, pengakuan itu mempunyai akibat-akibat setelah pembubaran
perkawinan, bila dari perkawinan itu tidak ada seorang keturunan pun yang
lahir. (KUHPerd. 199, 277.)
286. Semua pengakuan yang dilakukan
oleh ayah atau ibunya, demikian pula semua tuntutan akan kedudukan yang
dilakukan oleh pihak si anak, dapat dibantah oleh setiap orang yang mempunyai
kepentingan dalam hal itu. (KUHPerd. 261
dst., 282.)
287. Dilarang menyelidiki siapa ayah
seorang anak. (s.d.u. dg. S. 1917-497.) Namun dalam hal kejahatan tersebut
dalam pasal 285 sampai dengan 288, 294 atau 332 Kitab Undang-undang Hukum
Pidana, bila saat dilakukannya kejahatan itu bertepatan dengan saat kehamilan
perempuan yang terhadapnya, dilakukan kejahatan itu, maka atas gugatan pihak
yang berkepentingan, orang yang bersalah boleh dinyatakan sebagai ayah anak
itu. (KUHPerd. 252 dst.)
288. Menyelidiki siapa ibu seorang
anak, diperkenankan. Dalam hal itu, si anak wajib membuktikan bahwa dia adalah
anak yang dilahirkan ibu itu. Si anak tidak diperkenankan melakukan pembuktian
dengan saksi-saksi, kecuali bila telah ada bukti permulaan tertulis. (KUHPerd. 265, 1902, 1914.)
289. Tiada seorang anak pun diperkenankan
menyelidiki siapa ayah atau ibunya, dalam hal-hal di mana menurut pasal 283
pengakuan tidak boleh dilakukan.
Bab
XIII
Kekeluargaan Sedarah dan Semenda
290. Kekeluargaan sedarah adalah
pertalian kekeluargaan antara orang-orang, di mana yang seorang adalah
keturunan dari yang lain, atau antara orang-orang yang mempunyai bapak asal
yang sama. Hubungan kekeluargaan sedarah dihitung dengan jumlah kelahiran: setiap
kelahiran disebut derajat. (KUHPerd. 30,
872 dst., 877.)
291. Urutan derajat yang satu dengan
derajat yang lain disebut garis. Garis lurus adalah urutan derajat antara
orang-orang, di mana yang satu merupakan keturunan dari yang lain; garis
menyimpang ialah urutan derajat antara orang-orang, di mana yang seorang bukan
keturunan dari yang lain tetapi mereka mempunyai bapak asal yang sama.
292. Dalam garis lurus, dibedakan
garis lurus ke bawah dari garis lurus ke atas. Yang pertama merupakan hubungan
antara bapak-asal dan keturunannya; yang terakhir adalah hubungan antara
seseorang dan mereka yang menurunkannya. (KUHPerd.
842, 850, 852 dst., 857.)
293. Dalam garis lurus
derajat-derajat antara dua orang dihitung menurut banyaknya kelahiran; dengan
demikian, dalam garis ke bawah, seorang anak, dalam pertalian dengan ayahnya
ada dalam derajat pertama, seorang cucu ada dalam derajat kedua, dan
demikianlah seterusnya; sebaliknya, dalam garis ke atas, seorang bapak dan
seorang kakek, sehubungan dengan anak dan cucu, ada dalam derajat pertama dan
kedua, dan demikianlah seterusnya.
294. Dalam garis menyimpang,
derajat-derajat dihitung dengan banyaknya kelahiran, mula-mula antara keluarga
sedarah yang satu dan bapak-asal yang sama dan terdekat, dan selanjutnya antara
yang terakhir ini dan keluarga sedarah yang lain; dengan demikian, dua orang
bersaudara ada dalam derajat kedua, paman dan keponakan ada dalam derajat
ketiga, saudara sepupu ada dalam derajat keempat, dan demikian seterusnya. (KUHPerd. 850.)
295. Kekeluargaan semenda adalah
suatu pertalian kekeluargaan karena perkawinan, yaitu pertalian antara salah
seorang dari suami-istri dan keluarga sedarah dari pihak lain. Antara keluarga
sedarah pihak suami dan keluarga sedarah pihak istri dan sebaliknya tidak ada kekeluargaan
semenda. (KUHPerd. 30 dst., 322, 376.)
296. Derajat kekeluargaan semenda
dihitung dengan cara yang sama seperti cara menghitung derajat kekeluargaan
sedarah. (KUHPerd. 293.)
297. Dengan terjadinya suatu
perceraian, kekeluargaan semenda antara salah satu dari suami-istri dan para
keluarga sedarah dari pihak yang lain tidak dihapuskan. (KUHPerd. 30 dst., 199, 322-2, 323.)
Bab XIV
Kekuasaan Orang Tua
Bagian 1
Akibat-akibat kekuasaan orang tua terhadap pribadi si anak
298. Setiap anak, berapa pun juga
umurnya, wajib menghormati dan menghargai orang tuanya. (Rv. 582; IR. 211.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Orang tua wajib memelihara dan mendidik
anak-anak mereka yang masih di bawah umur. Kehilangan kekuasaan orang tua atau
kekuasaan wali tidak membebaskan mereka dari kewajiban untuk memberi tunjangan
menurut besarnya pendapatan mereka guna membiayai pemeliharaan dan pendidikan
anak-anak mereka itu. Bagi yang sudah dewasa berlaku ketentuan-ketentuan yang
terdapat dalam Bagian 3 bab ini. (KUHPerd.
104, 145 dst., 193, 230, 320 dst., 328; S. 1911-55 jis. 1913-556, 1937-48.)
299. (s.d.u. dg. S. 1927,31 jis.
290, 421.) Selama perkawinan orang tuanya, setiap anak sampai dewasa tetap
berada dalam kekuasaan mereka, sejauh mereka tidak dilepaskan atau dipecat dari
kekuasaan itu. (KUHPerd. 21, 35 dst.,
104, 230, 330, 419, 424, 426, 430, 1367.)
300. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Kecuali jika terjadi pelepasan atau pemecatan dan berlaku
ketentuan-ketentuan mengenai pisah meja dan ranjang, si ayah sendiri yang
melakukan kekuasaan itu.
Bila si ayah berada dalam keadaan
tidak mungkin untuk melakukan kekuasaan orang tua, kekuasaan itu dilakukan oleh
si ibu, kecuali dalam hal adanya pisah meja dan ranjang.
Bila si ibu ini juga tidak dapat
atau tidak berwenang, maka oleh pengadilan negeri diangkat seorang wali sesuai
dengan pasal 359. (KUHPerd. 105, 230,
451, 496.)
301. (Dihapus dg S. 1927-31 jis.
390, 421; s.d.t. dg. S. 1938-622.) Tanpa mengurangi ketentuan dalam hal
pembubaran perkawinan setelah pisah meja dan ranjang, perceraian perkawinan,
serta pisah meja dan ranjang, orang tua itu wajib untuk tiap-tiap minggu,
tiap-tiap bulan atau tiap-tiap tiga bulan, membayar kepada dewan wali sebanyak
yang ditetapkan oleh pengadilan negeri atas tuntutan dewan itu, untuk
kepentingan pemeliharaan dan pendidikan anak mereka yang masih di bawah umur,
pun sekiranya mereka tidak mempunyai kekuasaan orang tua atau perwalian atas
anak itu dan tidak dibebaskan atau dipecatdari itu.
302. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Bila si ayah atau si ibu yang melakukan kekuasaan orang tua
mempunyai alasan-alasan yang sungguh-sungguh untuk merasa tak puas akan
kelakuan anaknya, maka pengadilan negeri, atas permohonannya atau atas
permohonan dewan wali, asal dewan ini diminta olehnya untuk itu dan
melakukannya untuk kepentingannya, boleh memerintahkan penampungan anak itu
selama waktu tertentu dalam suatu lembaga negara atau swasta yang ditunjuk oleh
Menteri Kehakiman. Penampungan ini dibiayai oleh orang yang melakukan kekuasaan
orang tua, atau bila dia tidak mampu, oleh anak itu; penampungan itu tidak
boleh diperintahkan untuk lebih lama dari enam bulan berturut-turut, bila pada
waktu penetapan itu si anak belum mencapai umur empat belas tahun, atau bila
pada waktu penetapan itu dicapai umur itu, paling lama satu tahun dan
sekali-kali tidak boleh melewati saat dia mencapai kedewasaan.
Pengadilan negeri tidak boleh
memerintahkan penampungan sebelum mendengar dewan perwalian dan, dengan tidak
mengurangi ketentuan alinea pertama pasal 303, sebelum mendengar anak itu; bila
orang tua yang satu lagi tidak kehilangan kekuasaan orang tua, maka dia pun
harus didengar lebih dahulu, setidak-tidaknya dipanggil dengan sah. Alinea
keempat pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan tersebut terakhir.
303. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Bila si anak itu tidak menghadap untuk didengar pada hari yang
ditentukan, pengadilan negeri harus menunda pemeriksaan itu sampai hari yang
kemudian lantas ditentukan, dan harus memerintahkan, agar pada hari itu anak
itu dibawa ke hadapannya oleh jurusita atau polisi; penetapan ini dilaksanakan
atas perintah jawatan kejaksaan; bila ternyata anak itu pada hari itu tidak
menghadap, maka pengadilan negeri, tanpa mendengar anak itu, boleh
memerintahkan penampungan atau menolaknya.
Dalam hal ini tidak usah diindahkan
tertib acara selanjutnya, kecuali perintah untuk penampungan, yang tidak usah
dinyatakan alasan-alasannya. Bila pengadilan negeri, dalam penetapan,
memutuskan bahwa orang yang melakukan kekuasaan orang tua dan anak itu tidak
mampu membiayai penampungan itu, maka segala biaya dibebankan kepada negara.
Penetapan yang memerintahkan penampungan itu, harus dilaksanakan atas perintah
jawatan kejaksaan atas permohonan orang yang melakukan kekuasaan orang tua.
304. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Dengan penetapan Menteri Kehakiman, anak itu sewaktu-waktu boleh
dilepaskan dari lembaga seperti yang dimaksud dalam pasal 302, bila alasan
penampungan itu tidak ada lagi, atau bila keadaan jasmaninya atau keadaan
rohaninya tidak mengizinkan untuk tinggal lebih lama lagi di situ.
Orang yang menjalankan kekuasaan
orang tua, tetap bebas untuk memperpendek waktu penampungan yang ditentukan
dalam perintah. Untuk perpanjangan, harus diindahkan lagi apa yang ditentukan
dalam pasal 302 dan pasal 303. Pengadilan negeri hanya boleh memerintahkan
perpanjangan itu tiap-tiap kali untuk jangka waktu yang tidak lebih dari enam
bulan berturut-turut; perintah itu tidak boleh diberikan sebelum kepala lembaga
tempat anak itu tinggal waktu permohonan untuk perpanjangan diajukan, atau
orang yang menggantikannya didengar atas permohonan itu, jika perlu secara
tertulis.
305. Hapus dg. S. 1927-31 jis. 390,
421.
306. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Anak di luar kawin yang diakui secara sah sama sekali berada di
bawah perwalian. Pasal 298 berlaku baginya. (KUHPerd. 280 dst.) (s.d.t. dg. S.
1938-622.) Ketentuan pasal 301 berlaku bagi orang yang telah mengakui anak luar
kawin yang belum dewasa, bila ia tidak melakukan kekuasaan perwalian atas anak
itu tanpa dibebaskan atau dipecat dari itu.
Bagian 2
Akibat-akibat kekuasaan orang tua terhadap barang-barang si
anak.
307. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Orang yang melakukan kekuasaan orang tua atas seorang anak yang
masih di bawah umur, harus mengurus barang-barang kepunyaan anak itu, dengan
tidak mengurangi ketentuan pasal 237 dan
alinea terakhir pasal 319e.
Ketentuan ini tidak berlaku terhadap
barang-barang yang dihibahkan atau diwasiatkan kepada anak-anak, baik dengan
akta antara yang sama-sama masih hidup maupun dengan surat wasiat, dengan
ketentuan bahwa pengurusan atas barang-barang itu akan dilakukan oleh seorang
pengurus atau lebih yang ditunjuk untuk itu di luar orang yang melakukan
kekuasaan orang tua. Bila pengurusan yang diatur demikian, karena alasan apa
pun juga sekiranya, hapus, maka barang-barang termaksud, beralih pengelolaannya
kepada orang yang melakukan kekuasaan orang tua. Meskipun ada pengangkatan
pengurus-pengurus khusus seperti di atas, orang yang melakukan kekuasaan orang
tua mempunyai hak untuk minta perhitungan dan pertanggungjawaban dari
orang-orang tersebut selama anaknya belum dewasa. (KUHPerd. 140, 300, 3852, 1019.)
308. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Orang yang berdasarkan kekuasaan orang tua wajib mengurus
barang-barang anak-anaknya, harus bertanggungjawab, baik atas hak milik
barang-barang itu maupun atas pendapatan dari barang-barang demikian yang tidak
boleh dinikmatinya. Mengenai barang-barang yang hasilnya menurut undang-undang
boleh dinikmatinya, ia hanya bertanggung jawab atas hak miliknya. (KUHPerd. 311, 840.)
309. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Dia tidak boleh memindahtangankan barang-barang anak-anaknya yang
masih di bawah umur, kecuali dengan mengindahkan peraturan-peraturan yang
diatur dalam Bab XV Buku Pertama mengenai pemindahtanganan barang-barang
kepunyaan anak-anak di bawah umur. (KUHPerd.
393 dst., 1685; LN. 1953-86, pasal 7 di bawah KUHPerd. 383.)
310. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Dalam hal-hal di mana dia mempunyai kepentingan yang bertentangan
dengan kepentingan anak-anaknya yang di bawah umur, maka anak-anak ini harus
diwakili oleh pengampu khusus yang diangkat untuk itu oleh pengadilan negeri. (KUHPerd. 260, 366, 370.)
311. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Ayah atau ibu yang melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian,
berhak menikmati hasil dari barang-barang anak-anaknya yang belum dewasa. (S.
1927-31.) Dalam hal orang tua itu, baik si ayah maupun si ibu, dilepaskan dari
kekuasaan orang tua atau perwalian, kedua orang tua itu berhak untuk menikmati
hasil dari harta kekayaan anak-anak mereka yang masih di bawah umur.
Pembebasan si ayah atau si ibu yang
melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian, sedang orang tua yang lainnya
telah meninggal atau dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tua atau
perwalian, tidak berakibat terhadap hak menikmati hasil. (KUHPerd. 127, 206, 237, 299 dst., 308, 313, 321, 390, 496, 756 dst.,
809, 840; LN. 1953-86, pasal 7 di bawah KUHPerd. 393.)
312. Dengan hak menikmati hasil itu,
terkait kewajiban-kewajiban berikut:
1. hal-hal yang diwajibkan bagi
pemegang hak pakai hasil; (KUPerd. 782
dst., 7852.) 2. pemeliharaan dan pendidikan anak-anak itu, sesuai dengan harta
kekayaan mereka yang disebut terakhir; (KUHPerd. 2982.) 3. pembayaran semua
angsuran dan bunga atas uang pokok; (KUHPerd. 511-2, 796, 800.) 4. biaya
penguburan si anak. (KUHPerd. 127.)
313. Hak menikmati hasil tidak
terjadi: (LN. 1953-86, pasal 7 di bawah
KUH-Perd. 383.)
1. terhadap barang-barang yang
diperoleh anak-anak itu sendiri dari pekerjaan dan usaha sendiri; 2. terhadap
barang-barang yang dihibahkan dengan akta semasa pewaris masih hidup atau
dihibahkan dengan wasiat kepada mereka, dengan persyaratan tegas, bahwa kedua
orang tua mereka tidak berhak menikmati hasilnya. (KUH-Perd. 307, 318, 840.)
314. Hak menikmati hasil berhenti
dengan-kematian anak-anak itu. (KUHPerd.
807 dst., 809.)
315. Si ayah atau si ibu yang hidup
terlama, sekiranya telah lalai untuk menyelenggarakan pendaftaran sesuai dengan
pasal 127, oleh kelalaian itu kehilangan hak menikmati hasil atas seluruh
barang-barang kepunyaan anak-anaknya yang masih di bawah umur. (KUHPerd. 318.)
316, 317. Hapus dg. S. 1927-31 jis,
390, 421.
318. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Bila hak menikmati hasil itu hilang berdasarkan pasal 315,
pengadilan negeri boleh menetapkan pembayaran kepada orang tua yang hidup
terlama suatu tunjangan tahunan dari pendapatan anak-anaknya agar dipergunakan
untuk memajukan pendidikan mereka selama mereka masih di bawah umur. (F. 21-5.)
319. Ayah atau ibu anak-anak di luar
kawin yang diakui secara sah, tidak mempunyai hak menikmati hasil atas
banrang-barang kepunyaan anak-anak itu. (KUHPerd.
306, 328, 353.)
Dengan S. 1927-31 jis. 390, 421
bagian berikut ini ditambahkan:
Bagian: 2a
Pembebasan, dan pemecatan dari kekuasaan orang tua.
319a. Si ayah atau si ibu yang
melakukan kekuasaan orang tua, dapat dibebaskan dari kekuasaan orang tua, baik
terhadap semua anak-anak maupun terhadap seorang anak atau lebih, atas
permohonan dewan perwalian atau atas tuntutan jawatan kejaksaan, bila ternyata
bahwa dia tidak cakap atau tidak mampu memenuhi kewajibannya untuk memelihara
dan mendidik anak-anaknya, dan kepentingan anak-anak itu tidak berlawanan
dengan pembebasan itu berdasarkan hal lain. (KUHPerd. 382c, 416a.)
Bila hakim menganggap perlu untuk
kepentingan anak-anak, masing-masing dari orang tua, sejauh belum kehilangan
kekuasaan orang tua, boleh dipecat dari kekuasaan orang tua, baik terhadap
semua anak maupun terhadap seorang anak atau lebih, atas permohonan orang tua
yang lainnya atau salah seorang keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak
itu sampai dengan derajat keempat, atau dewan perwalian, atau jawatan
kejaksaan, atas dasar:
1. menyalahgunakan kekuasaan orang
tua atau terlalu mengabaikan kewajiban memelihara dan mendidik seorang anak atau
lebih; 2. berkelakuan buruk; 3. dijatuhi hukuman yang tak dapat ditarik kembali
karena sengaja ikut serta dalam suatu kejahatan dengan seorang anak di bawah
umur yang ada dalam kekuasaannya; (KUHP.
55 dst.) 4. dijatuhi hukuman yang tidak dapat ditarik kembali karena
melakukan suatu kejahatan yang tercantum dalam Bab XIII, XIV, XV, XVIII, XIX,
dan XX, Buku Kedua Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap seorang di bawah
umur yang ada dalam kekuasaannya; 5. dijatuhi hukuman badan yang tidak dapat
ditarik kembali untuk dua tahun atau lebih.
Dalam pasal ini pengertian kejahatan
meliputi juga keikutsertaan membantu dan percobaan melakukan kejahatan. (KUHP. 53 dst., 56.)
319b. Permohonan atau tuntutan yang
dimaksud dalam pasal yang lalu, harus memuat peristiwa-peristiwa dan
keadaan-keadaan yang menjadi dasarnya, dan diajukan bersama dengan surat-surat
yang diperlukan sebagai bukti kepada pengadilan negeri di tempat tinggal orang
tua yang dimintakan pembebasannya atau pemecatannya, atau bila tidak ada tempat
tinggal yang demikian, kepada pengadilan negeri di tempat tinggalnya yang
terakhir, atau bila permohonan atau tuntutan itu mengenai pembebasan atau
pemecatan salah seorang dari orang tua yang diserahi tugas melakukan kekuasaan
orang tua setelah pisah meja dan ranjang, kepada pengadilan negeri yang telah
menangani permohonan pisah meja dan ranjang. Dalam permohonan atau tuntutan
itu, oleh panitera pengadilan harus dicatat terlebih dahulu hari pengajuannya.
Kemudian salinan permohonan atau tuntutan itu beserta surat-surat tersebut di
atas harus disampaikan secepatnya oleh panitera pengadilan negeri kepada dewan
perwalian, kecuali bila permohonan atau tuntutan untuk pelepasan atau pemecatan
itu diajukan oleh dewan perwalian sendiri. (KUHPerd.
381.) Dalam permohonan atau tuntutan akan pembebasan, sedapat-dapatnya
diberitahukan juga dengan cara bagaimana kekuasaan orang tua atau perwaliannya
harus diatur, dan dalam setiap permohonan atau tuntutan termaksud dalam pasal
yang lalu, harus disebut juga nama kedua orang tua, tempat tinggal dan tempat
kediaman mereka sejauh hal ini diketahui, nama dan tempat tinggal keluarga
sedarah atau keluarga semenda, yang menurut pasal 333 harus dipanggil, demikian
pula nama dan tempat tinggal para saksi yang kiranya dapat membuktikan
peristiwa-peristiwa yang dikemukakan dalam permohonan atau tuntutan tersebut. (KUHPerd. 19, 1895.) Pembebasan tidak
boleh diperintahkan, bila orang yang melakukan kekuasaan orang tua
menentangnya.
319c. Pengadilan negeri mengambil
keputusan, setelah mendengar atau memanggil dengan sah kedua orang tua dan
keluarga sedarah atau semenda anak itu dan setelah mendengar dewan perwalian.
Pengadilan negeri boleh memerintahkan supaya saksi-saksi yang ditunjuk dan
dipilih olehnya, baik dari keluarga sedarah atau semenda maupun dari luar
mereka, dipanggil untuk didengar di bawah sumpah. (KUHPerd. 381a, 416a, 1895.) Bila kedua orang tua atau
saksi-saksi yang harus didengar bertempat tinggal di luar daerah hukum
pengadilan negeri, maka tugas mendengar itu boleh dilimpahkan dengan cara
seperti yang ditentukan bagi keluarga sedarah atau semenda dalam pasal 333.
Anak kalimat terakhir alinea keempat pasal 206 berlaku juga bagi kedua orang
tua. (KUHPerd. 334, 381a.)
319d. Semua panggilan harus
dilakukan dengan cara seperti yang ditentukan dalam pasal 333 bagi keluarga
sedarah dan semenda; tetapi bila harus dilakukan panggilan terhadap seseorang
yang tempat tinggalnya tidak diketahui, hal itu harus segera dipasang oleh
panitera dalam satu atau beberapa surat kabar yang ditunjuk oleh pengadilan
negeri itu.
Panggilan terhadap orang yang
pembebasannya atau pemecatannya dari kekuasaan orang tua dimohon atau dituntut,
harus disertai keterangan singkat tentang isi permohonan atau tuntutan itu,
kecuali bila tempat tinggalnya tidak diketahui. Bila perlu, pengadilan negeri
boleh juga mendengar orang-orang selain mereka yang telah ditunjuk, sebagai
saksi di bawah sumpah, pula orang-orang yang telah menghadap pada hari yang
ditentukan itu, dan boleh pula menetapkan akan memeriksa saksi-saksi lebih
lanjut; saksi-saksi terakhir ini harus ditunjuk dalam penetapan itu dan harus
dipanggil dengan cara yang sama.
319e. Selama pemeriksaan, setiap
penduduk Indonesia yang berwenang untuk melakukan perwalian itu dan setiap
pengurus perkumpulan, yayasan dan lembaga amal boleh mengajukan permohonan
kepada pengadilan negeri supaya ditugaskan memangku perwalian itu. Pengadilan
negeri boleh memerintahkan pemanggilan mereka untuk didengar tentang surat
permohonan itu. Alinea keempat pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan
orang-orang tersebut. (KUHPerd. 381d.)
Jika permohonan atau tuntutan itu dikabulkan, suami atau istri orang yang
dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tua, dengan sendirinya menurut
hukum harus melakukan kekuasaan orang tua, kecuali bila dia pun juga telah
dibebaskan atau dipecat. Namun demikian, pengadilan negeri, atas permohonan
dewan perwalian, atau atas tuntutan jawatan kejaksaan, atau karena jabatan,
boleh membebaskannya juga dari kekuasaan orang tua, bila ada alasan untuk itu.
Terhadap pembebasan ini berlaku alinea terakhir pasal 319b. (KUHPerd. 374a.) Bila terjadi
pembebasan yang seperti itu, demikian pula bila suami atau istrinya juga telah
dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tua, maka pengadilan negeri harus
mengadakan perwalian bagi anak-anak yang terlepas dari kekuasaan orang tua.
Dalam penetapan tentang pembebasan
atau pemecatan itu, orang tua yang kehilangan kekuasaan orang tua, harus
dijatuhi hukuman memberikan perhitungan dan pertanggungjawaban kepada istrinya
atau suaminya, atau kepada dewan perwalian. Bila anak-anak yang diserahkan
kepada kekuasaan orang tua atau perwalian beberapa orang, mempunyai hak milik
bersama atas barang-barang, pengadilan negeri boleh menunjuk salah seorang dari
mereka atau orang lain untuk mengurus barang-barang itu, dengan jaminan-jaminan
yang ditetapkan pengadilan negeri, sampai diadakan pemisahan dan pembagian
menurut Bab XVII Buku Kedua. (KUHPerd.
406a, 573.)
319f. Pemeriksaan perkara ini
berlangsung dalam sidang tertutup. Keputusan beserta alasan-alasannya harus
diucapkan di muka umum sesegera mungkin setelah pemeriksaan terakhir; keputusan
ini boleh dinyatakan dapat dilaksanakan segera meskipun ada perlawanan atau
banding, dengan atau tanpa jaminan, dan semuanya atas naskah aslinya. (Rv. 54
dst., 297.)
Bila orang yang dimohon atau dituntut
pembebasannya atau pemecatannya itu atas panggilan tidak datang, maka ia boleh
mengajukan perlawanan dalam tiga puluh hari setelah keputusan itu atau akta
yang dibuat berdasarkan hal itu atau yang dibuat untuk melaksanakan hal itu
disampaikan kepadanya, atau setelah ia melakukan suatu perbuatan yang tak dapat
tidak memberi kesimpulan, bahwa keputusan itu atau permulaan pelaksanaannya
telah diketahui olehnya. (Rv. 83.) Orang yang permohonannya atau jawatan
kejaksaan yang tuntutannya untuk pembebasan atau pemecatan dari kekuasaan orang
tua ditolak, dan orang yang dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tua
kendati telah menghadap setelah dipanggil, demikian pula orang yang
perlawanannya ditolak, boleh naik banding dalam waktu tiga puluh hari setelah
keputusan diucapkan. (Rv. 341.) Bila tujuan permohonan atau tuntutan itu adalah
pembebasan atau pemecatan dari kekuasaan orang tua, maka selama pemeriksaan,
pengadilan negeri bebas untuk menunda sementara pelaksanaan kekuasaan orang
tua, seluruhnya atau sebagian, dan menyerahkan wewenang atas diri dan
barang-barang anak-anak itu, sekiranya pengadilan negeri menganggap hal itu
perlu, kepada istri atau suami orang yang digugat, atau kepada orang yang
ditunjuk oleh dewan perwalian, atau kepada dewan perwalian. (KUHPerd. 416a.) Terhadap penetapan
termaksud dalam alinea yang lalu tidak diperkenankan mengajukan perlawanan atau
naik banding. Penetapan itu tetap berlaku sampai keputusan tentang pemecatan
memperoleh kekuatan hukum yang pasti.
Biaya untuk pemeliharaan dan
pendidikan anak-anak di bawah umur, yang menurut alinea kelima harus
dikeluarkan oleh orang yang ditunjuk oleh pengadilan negeri, atau oleh dewan
perwalian, boleh diambil dari harta kekayaan dan pendapatan anak-anak yang
masih di bawah umur, dan jika anak-anak itu tidak mampu, dari harta kekayaan
dan pendapatan orang tua mereka; kedua orang tua ini bertanggung jawab atas
biaya-biaya itu secara tanggung-menanggung. Orang yang mengajukan tuntutan di
muka hakim untuk perhitungan dan pertanggungjawaban demikian, harus dianggap
telah mendapat izin dari hakim untuk berperkara secara cuma-cuma. Ketentuan ini
tidak berlaku bagi orang yang mengajukan kembali tuntutannya yang telah
ditolak. (Rv. 872 dst., 890a.)
319g. (s.d.u. dg. S. 1928-546.)
Orang yang telah dilepaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tua, baik atas
permohonan sendiri maupun atas permohonan mereka yang berwenang untuk memohon
pembebasan atau pemecatan menurut pasal 319a, atau atas tuntutan jawatan
kejaksaan, boleh diberi kekuasaan orang tua kembali atau diangkat menjadi wali
atas anak-anaknya yang masih di bawah umur, bila ternyata, bahwa
peristiwa-peristiwa yang telah mengakibatkan pembebasan atau pemecatan, tidak
lagi menjadi halangan untuk pemulihan atau pengangkatan itu. Demikian pula, orang
yang telah dibebaskan atau dipecat dari perwalian atas anak-anaknya sendiri dan
kemudian kawin kembali dengan suami atau istri yang dahulu, selama perkawinan
itu, boleh diberi kekuasaan orang tua kembali. Permohonan atau tuntutan untuk
itu harus diajukan kepada pengadilan negeri yang dulu menangani permohonan atau
tuntutan untuk pembebasan atau pemecatan, kecuali bila yang dibebaskan atau
dipecat itu pisah meja dan ranjang, atau perkawinannya dibubarkan oleh
perceraian perkawinan atau setelah pisah meja dan ranjang; dalam hal
kekecualian ini, semua permohonan atau tuntutan harus diajukan kepada
pengadilan negeri yang telah menangani permohonan atau tuntutan untuk pisah
meja dan ranjang, perceraian atau pembubaran perkawinan. Pengadilan negeri,
sebelum mengambil keputusan, harus mendengar atau memanggil dengan sah, jika
mungkin, kedua orang tua, keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak, beserta
dewan perwalian; bila anak-anak itu berada di bawah perwalian, yang harus
didengar atau dipanggil dengan sah adalah wali atau pengurus perkumpulan,
yayasan atau lembaga amal yang ditugaskan melakukan perwalian, dan wali
pengawasnya. Bila perlu, pengadilan negeri boleh memerintahkan agar saksi-saksi
yang dipilih, baik dari keluarga sedarah maupun dari keluarga semenda, didengar
di bawah sumpah. (KUHPerd. 381a, 461a,
1895.) Bila saksi-saksi yang harus didengar itu bertempat tinggal atau
berkediaman di luar daerah hukum pengadilan negeri yang memeriksa permintaan,
maka pemeriksaan boleh dilimpahkan dengan cara seperti yang ditentukan dalam
pasal 333 terhadap keluarga sedarah dan semenda. Ketentuan dalam anak kalimat
terakhir dari alinea keempat pasal 206 berlaku, kecuali bagi para saksi.
Pemeriksaan perkara ini dilakukan
dalam sidang tertutup. Keputusan beserta alasan-alasannya harus diucapkan di
muka umum. Keputusan itu boleh dinyatakan dapat dilaksanakan segera meskipun
ada perlawanan atau banding, dengan atau tanpa jaminan, semuanya atas naskah
aslinya. (Rv. 54 dst., 297.) Terhadap keputusan yang mengabulkan permohonan
atau tuntutan, orang tua yang dengan itu kehilangan kekuasaan orang tua atau
perwaliannya, bila dia telah tidak menghadap atas panggilan, boleh melakukan
perlawanan dalam tiga puluh hari setelah keputusan itu atau suatu akta yang
dibuat berdasarkan hal itu atau untuk pelaksanaannya telah disampaikan
kepadanya pribadi, atau setelah dia melakukan suatu perbuatan yang tak dapat
tidak memberi kesimpulan, bahwa keputusan itu atau pelaksanaannya yang telah
dimulai diketahui olehnya. (Rv. 83.) Dalam waktu tiga puluh hari setelah
keputusan diucapkan, permohonan banding boleh diajukan oleh orang yang
permohonannya ditolak, atau oleh jawatan kejaksaan yang tuntutannya ditolak,
demikian pula oleh orang yang perlawanannya ditolak, serta oleh orang yang
telah didengar dan meskipun menentangnya, terhadapnya permohonan dan tuntutan
itu dikabulkan (Rv. 341.)
319h. Bila anak-anak yang masih di
bawah umur tidak nyata-nyata berada dalam kekuasaan orang atau pengurus
perkumpulan, yayasan atau lembaga amal, yang mendapat tugas melakukan kekuasaan
orang tua atau perwalian berdasarkan keputusan hakim termaksud dalam bagian
ini, atau dalam kekuasaan orang atau dewan perwalian yang mungkin kepadanya
anak-anak itu dipercayakan berdasarkan penetapan termaksud dalam pasal 319f, alinea
kelima, maka dalam keputusan itu juga harus diperintahkan penyerahan anak-anak
itu kepada pihak yang berdasarkan keputusan itu mendapat kekuasaan atas
anak-anak yang masih di bawah umur itu. Bila orang yang memegang kekuasaan yang
nyata atas anak-anak yang di bawah umur itu menolak untuk menyerahkan anak-anak
itu, maka pihak yang menurut keputusan hakim mendapat kekuasaan atas anak-anak
itu, dapat berusaha agar penyerahan dilakukan oleh juru sita yang diserahi
tugas olehnya untuk melaksanakan keputusan itu. Keputusan itu tidak boleh
dilaksanakan sebelum disampaikan kepada pihak yang kekuasaannya atas anak-anak
itu dicabut, serta kepada pihak yang dalam kekuasaannya yang nyata anak-anak di
bawah umur itu berada. Bila terjadi perlawanan secara nyata, juru sita boleh
meminta bantuan polisi. Juru sita boleh memasuki tiap-tiap tempat anak-anak
yang di bawah umur berada atau diperkirakan berada; tetapi bila anak-anak yang
di bawah umur itu berada atau diperkirakan berada dalam rumah, yang dilarang
oleh penghuninya dimasuki atau yang pintu-pintunya terkunci, juru sita boleh
menghubungi kepala daerah setempat, atau pegawai yang ditunjuk oleh kepala
daerah itu, dan dalam kehadirannya masuk ke dalam rumah itu. Kehadiran kepala
daerah atau seorang pegawai dan apa yang dilakukan dalam kehadirannya
berdasarkan pasal ini, harus dicantumkan dalam berita acara pelaksanaan yang
harus ditandatangani juga olehnya.
319i. Jawatan kejaksaan, baik jika
terjadi peristiwa yang dapat menjadi alasan untuk mengadakan pemecatan dari kekuasaan
orang tua, maupun jika ada anak di bawah umur yang terlantar atau tanpa
pengawasan, berhak mempercayakan anak-anak di bawah umur itu untuk sementara
kepada dewan perwalian, sampai pengadilan mengangkat seorang pemangku kekuasaan
orang tua atau perwalian, atau sampai pengadilan menetapkan tidak perlu
diadakan pengangkatan dan ketetapan ini mendapat kekuatan tetap. Ketentuan
alinea ketujuh dan kedelapan pasal 319f berlaku dalam hal ini. (KUHPerd. 416a.)
Bila jawatan kejaksaan mempergunakan
wewenang termaksud di atas sebelum mengajukan permohonan atau tuntutan untuk
pemecatan itu, kepada hakim dia wajib mengajukan tuntutan itu sesegera mungkin.
Perintah untuk menyerahkan pengawasan anak yang masih di bawah umur kepada
dewan perwalian, menghentikan pelaksanaan kekuasaan orang tua sejauh hal itu
mengenai diri anak itu. Bila pihak yang bersangkutan menolak untuk menyerahkan
anak yang di bawah umur itu kepada dewan perwalian, maka jawatan kejaksaan
berhak memerintahkan juru sita membawa anak itu kepada dewan perwalian atau
memerintahkan polisi untuk melaksanakan surat perintahnya. Ketentuan alinea
ketiga, keempat dan kelima pasal 319h berlaku juga dalam hal ini. (S.
1928-179.)
319j. (s.d.u. dg. S. 1938-622.)
Orang yang dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tua, wajib memberikan
tunjangan kepada dewan perwalian untuk biaya pemeliharaan dan pendidikan
anak-anak yang telah ditarik dari kekuasaannya, tiap-tiap minggu, tiap-tiap
bulan, atau tiap-tiap tiga bulan, sebesar jumlah yang ditentukan oleh pengadilan
negeri atas permohonan dewan perwalian. Bila penentuan tunjangan itu telah
dimohon oleh dewan perwalian dalam permohonan untuk pelepasan atau pemecatan
dari kekuasaan orang tua kepada pengadilan negeri, atau telah dimohon selama
berjalan pemeriksaan termaksud dalam pasal 319e, maka pengadilan harus
menentukan tunjangan itu dalam penetapan yang menyatakan pelepasan atau
pemecatan itu. (KUHPerd. 298.)
(Alinea kedua-kelima dihapus dg. S.
1938-622.)
319k. (s.d.u. dg. S. 1938-622.)
Tiap-tiap keputusan yang mengandung pembebasan atau pemecatan dari kekuasaan
orang tua, harus segera diberitahukan oleh panitera berupa salinan kepada pihak
yang menerima kekuasaan orang tua itu atau kepada pihak yang ditugaskan untuk
melakukan perwalian, demikian pula kepada dewan perwalian.
Pemberitahuan yang sama harus
dilakukan oleh panitera tentang penetapan-penetapan pengadilan termaksud dalam
pasal yang lalu. (Alinea ketiga-kedelapan dihapus dg. S. 1938-622.)
319l. Hapus dg. S. 1928-622.
319m. Segala surat-surat permohonan,
tuntutan, penetapan, pemberitahuan dan semua surat lain yang dibuat untuk
memenuhi ketentuan-ketentuan dalam bagian ini, bebas dari meterai. Segala
permohonan termaksud dalam bagian ini, yang diajukan oleh dewan perwalian,
harus diperiksa oleh pengadilan dengan cuma-cuma, dan salinan-salinan yang
diminta oleh dewan-dewan itu untuk kepentingan tugas yang diperintahkan
kepadanya, harus diberikan oleh panitera kepada mereka secara bebas dari segala
biaya.
Bagian 3
Kewajiban-kewajiban timbal-balik antara kedua orang tua atau
keluarga sedarah dalam garis ke atas dan anak-anak beserta keturunan mereka
selanjutnya
320. Anak tidak berhak menuntut
kedudukan yang tetap dari orang tuanya dengan cara menyediakan segala sesuatu
untuk itu sebelum ia kawin, atau dengan cara lain. (KUHPerd. 104, 298, 1096.)
321. Setiap anak wajib memberi
nafkah orang tua dan keluarga sedarahnya dalam garis ke atas, bila mereka ini
dalam keadaan miskin. (KUHPerd. 311,
323, 329, 1282, 1296, 1429-31; Rv. 749-3.)
322. Menantu laki-laki dan perempuan
juga, dalam hal-hal yang sama, wajib memberi nafkah kepada mertua mereka,
tetapi kewajiban ini berakhir:
1. bila si ibu mertua melangsungkan
perkawinan kedua; 2. bila suami atau istri yang menimbulkan hubungan keluarga
semenda itu, dan anak-anak dari perkawinan dengan istri atau suaminya telah
meninggal dunia. (KUHPerd. 107, 297,
323.)
323. Kewajiban-kewajiban yang timbul
dari ketentuan-ketentuan dua pasal yang lalu berlaku timbal-balik. (KUHPerd. 329.)
324 dan 325. Hapus. dg. S. 1938-622.
326. Bila orang yang wajib memberi
nafkah itu membuktikan bahwa ia tidak mampu menyediakan uang untuk itu,
pengadilan negeri dapat memerintahkan, setelah menyelidiki duduknya perkara,
agar dia membawa orang yang wajib dipeliharanya ke rumahnya dan menyediakan
kebutuhannya di sana.
327. Bila si ayah atau si ibu
menawarkan untuk memberi nafkah dan memelihara di rumahnya anak yang wajib
diberinya nafkah, maka ia karena itu terbebas dari keharusan untuk memenuhi
kewajiban itu dengan cara lain. (KUHPerd.
104 dst., 326.)
328. Anak di luar kawin yang diakui
menurut undang-undang wajib memelihara orang tuanya. Kewajiban ini berlaku
timbal-balik. (KUHPerd. 280, 319, 323,
867.)
Bab XIVa
Penentuan,Perubaran dan Pencabutan Tunjangan Nafkah
329a. Nafkah yang diwajibkan menurut
buku ini, termasuk yang diwajibkan untuk pemeliharaan dan pendidikan seorang
anak di bawah umur, harus ditentukan menurut perbandingan kebutuhan pihak yang
berhak atas pemeliharaan itu, dengan pendapatan dan kemampuan pihak yang wajib
membayar, dihubungkan dengan jumlah dan keadaan orang-orang yang menurut buku
ini menjadi tanggungannya.
329b. Penetapan mengenai tunjangan,
atas tuntutan pihak yang dihukum untuk membayar nafkah atau atas tuntutan pihak
yang harus diberi nafkah, boleh diubah atau dicabut oleh hakim. Perubahan atau
pencabutan itu harus didasarkan atas pertimbangan, bahwa perbandingan nyata
antara kebutuhan orang yang berhak atas nafkah itu di satu pihak dan pendapatan
dan kekayaan orang yang dihukum untuk membayar sehubungan dengan beban-beban yang
menjadi tanggungannya di lain pihak, sejak saat penetapan itu diberikan telah
berubah sedemikian mencolok, sehingga seandainya perbandingan yang berubah ini
ada pada saat tersebut, maka penetapan itu sedianya akan lain.
Dengan cara yang sama, peraturan yang
telah dimufakati oleh kedua pihak mengenai nafkah yang diwajibkan berdasarkan
buku ini, boleh diubah atau dicabut oleh hakim.
Bab XV
Kebelumdewasaan dan Perwalian
Bagian 1
Kebelumdewasaan
330. (s.d.u. dg. S. 1901-194 jo. S.
1905-552.). Yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua
puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya. (Lihat ketentuan lama dalam S.
1819-60, 1839-22; pada 1 Desember 1905 batas usia belum dewasa diubah dari 23
tahun menjadi 21 tahun.) Bila perkawinan dibubarkan sebelum umur mereka genap
21 tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa. (s.d.u. dg. S.
1917-497, 1927-31 jis. 390, 421.) Mereka yang belum dewasa dan tidak di bawah
kekuasaan orang tua, berada di bawah perwalian atas dasar dan dengan cara
seperti yang diatur dalam Bagian 3, 4, 5 dan 6 dalam bab ini. (KUHPerd. 21, 29, 35, 61-1 dan 2, 298 dst.,
306, 333, 365, 379-1, 419 dst., 424, 427 dst., 462, 897, 904 dst., 1006, 1046,
1073, 1446, 1448, 1677, 1798, 1912, 1973, 1987; BS. 13, 61-1 dan 2; Sv. 149;
IR. 145, 278; RBg. 172, 580.)
Penentuan tentang arti "belum
dewasa" yang dipergunakan dalam beberapa peraturan undang-undang terhadap
penduduk Indonesia (Ord. 31 Jan. 1931) S. 1931-54. Untuk menghilangkan
keragu-raguan yang disebabkan oleh adanya Ordonansi tgl. 21 Desember 1917 dalam
S. 1917-738, maka Ordonansi ini dicabut kembali dan ditentukan sebagai berikut:
(1) Bila peraturan
perundang-undangan menggunakan istilah "belum dewasa", maka sejauh
mengenai penduduk Indonesia, dengan istilah ini dimaksudkan: semua orang yang
belum genap 21 tahun dan yang sebelumnya tidak pernah kawin. (2) Bila
perkawinan dibubarkan sebelum mereka berumur dua puluh dua tahun, maka mereka
tidak kembali berstatus belum dewasa. (3) Dalam pengertian perkawinan tidak
termasuk perkawinan anak-anak. (Bdk. ketentuan-ketentuan yang dahulu berlaku:
S. 1819-60; 1839-22; S. 1917-738.)
Bagian 2
Perwalian pada umumnya
331. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Dalam tiap perwalian, hanya ada seorang wali, kecuali yang
ditentukan dalam pasal 351 dan pasal 361. (Ov. 66 dst., KUHPerd. 355, 365,
452.) Perwalian untuk anak-anak dari bapak dan ibu yang sama, harus dipandang
sebagai satu perwalian, sejauh anak-anak itu mempunyai seorang wali yang sama. (KUHPerd. 319a, 380, 382c.) 331a. (s.d.t.
dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Perwalian mulai berlaku:
1. bila oleh hakim diangkat seorang
wali yang hadir, pada saat pengangkatan itu dilakukan, atau apabila
pengangkatan itu tidak dihadirinya pada, waktu pengangkatan diberitahukan
kepadanya; (KUHPerd. 359 dst.) 2.
bila seorang wali diangkat oleh salah satu dari kedua orang tua, pada saat
pengangkatan itu, karena meninggalnya pihak yang mengangkat, memperoleh
kekuatan untuk berlaku dan pihak yang diangkat menyatakan kesanggupannya untuk
menerima pengangkatan tersebut; (KUHPerd.
323a, 365 dst.) 3. bila seorang wanita bersuami diangkat menjadi wali, oleh
hakim atau oleh salah seorang dari kedua orang tua, pada saat ia, dengan
bantuan atau kuasa dari suaminya atau atas kuasa hakim, menyatakan sanggup
menerima pengangkatan itu; (KUHPerd.
332a, 332b.) 4. bila suatu perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial, bukan
atas permintaan sendiri atau pernyataan bersedia, diangkat menjadi wali, pada
saat menyatakan sanggup menerima pengangkatan itu; (KUHPerd. 332a, 365 dst.) 5. dalam hal termaksud dalam pasal 358,
pada saat pengesahan; 6. bila seorang menjadi wali demi hukum, pada saat
terjadinya peristiwa yang mengakibatkan perwalian itu. (KUHPerd. 345, 3483, 351, 353, 375.)
Dalam segala hal, bila pemberitahuan
tentang pengangkatan wali ditentukan dalam pasal ini atau pasal-pasal lain,
balai harta peninggalan wajib melaksanakan pemberitahuan ini secepat-cepatnya.
331b. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Bila bagi anak belum dewasa yang ada di bawah perwalian, diangkat
seorang wali lain atau karena hukum orang lain menjadi wali, maka perwalian
yang pertama berakhir pada saat perwalian lain mulai berlaku, kecuali jika
hakim menentukan saat lain. Perwalian berakhir: (KUHPerd. 375.)
1. bila anak belum dewasa, setelah
berada di bawah perwalian, kembali kekekuasaan orang tua, karena ayah atau
ibunya mendapat kekuasaan kembali, pada saat penetapan sehubungan dengan itu
diberitahukan kepada walinya; (KUHPerd.
382d.) 2. (s.d.t. dg. S. 1928-546.) bila anak belum dewasa, setelah berada
di bawah perwalian, kembali di bawah kekuasaan orang tua berdasarkan
pasal-pasal 206b atau 323a, pada saat berlangsungnya perkawinan; 3. bila anak
belum dewasa yang lahir di luar perkawinan diakui menurut undang-undang, pada
saat berlangsungnya perkawinan yang mengakibatkan sahnya si anak, atau pada
saat pemberian surat pengesahan yang diatur dalam pasal 274; (KUHPerd. 272 dst.) 4. bila dalam hal
yang diatur dalam pasal 453 orang yang berada di bawah pengampuan memperoleh
kembali kekuasaan orang tuanya, pada saat pengampuan itu berakhir.
332. (s.d.u. dg. S. 1927-32 jis.
390, 421.) Kecuali apa yang ditentukan dalam pasal berikut, barangsiapa
sehubungan dengan Bagian 8 dan Bagian 9 dalam bab ini tidak dikecualikan atau
dibebaskan dari perwalian, wajib menerima perwalian tersebut.
Bila orang yang diangkat menjadi
wali menolak atau lalai menjalankan perwalian itu, balai harta peninggalan,
sebagai pengganti dan atas tanggung jawab si wali, harus melakukan
tindakan-tindakan sementara guna mengurus pribadi dan harta benda anak belum
dewasa dengan cara seperti yang diatur dalam instruksi untuk balai harta
peninggalan. Dalam hal itu wali bertanggungjawab atas tindakan-tindakan balai
harta peninggalan, tanpa mengurangi tuntutan terhadapnya. (KUHPerd. 360, 370, 378 dst., 388, 452, 1365.)
332a. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Baik orang yang diangkat menjadi wali oleh salah seorang dari kedua
orang tua, maupun wanita bersuami yang diangkat menjadi wali, tidaklah wajib
menerimanya. Pengangkatan itu tidak mengakibatkan suatu apa pun bila mereka
tidak menyatakan sanggup menerima. Pernyataan ini harus dilakukan di
kepaniteraan pengadilan negeri tempat tinggal si anak yang belum dewasa dalam
waktu enam puluh hari, setelah pengangkatan itu diberitahukan kepada mereka.
Bila yang diangkat bertempat tinggal sejauh lebih dari lima belas pal dari
kepaniteraan pengadilan negeri itu, pernyataan tersebut boleh diajukan secara
tertulis di atas kertas tanpa meterai.
Pemberitahuan, bila menyangkut
wanita bersuami, harus dilakukan baik kepadanya maupun kepada suaminya.
Pemberitahuan tidak diwajibkan bila di kepaniteraan pengadilan negeri telah
dilakukan atau diajukan pernyataan, bahwa pengangkatan itu ditolak. Ketentuan-ketentuan
tersebut di atas berlaku terhadap perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial
tersebut dalam pasal 365, kecuali jika perwalian itu diperintahkan atas
permintaan atau kesanggupan mereka sendiri. (KUHPerd. 387, 355 dst., 377-9, 381b; Rv. 3�.)
332b. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Wanita bersuami tidak boleh menjadi wali tanpa bantuan atau izin
tertulis dari suami. Bila si suami telah memberikan bantuan atau izin atau bila
ia kawin dengan wanita tersebut setelah perwalian dimulai, seperti halnya bila
wanita tersebut menurut pasal 112 atau pasal 114 telah menerima perwalian itu
berdasarkan kuasa hakim, maka si wali wanita bersuami itu, maupun wali wanita
tidak bersuami berhak melakukan segala tindakan perdata berkenaan dengan
perwalian itu dan bertanggungjawab, atas tindakan-tindakan itu, tanpa pemberian
kuasa atau bantuan apa pun juga. Perintah untuk melimpahkan perwalian kepada
suatu perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial memberikan kekuatan hukum kepada
perjanjian-perjanjian yang dilakukan wanita bersuami itu selaku pengurus
perwalian tersebut tanpa adanya bantuan atau pemberian kuasa suaminya. (KUHPerd. 105, 109, 113, 3654.)
333. (s.d.u. dg. S. 1925-497;
1927-31 jis, 390, 421, 456.) Bila sehubungan dengan ketentuan-ketentuan kitab
undang-undang ini ikut sertanya keluarga sedarah atau semenda dan anak belum
dewasa diharuskan, maka sedapat-dapatnya harus selalu dipanggil sejumlah empat
orang, dipilih dari keluarga terdekat dan sedapat-dapatnya dari garis kedua
pihak, dengan catatan bahwa yang dipanggil hakim adalah mereka yang bertempat
tinggal atau berkediaman di daerah hukum pengadilan negeri yang bersangkutan;
sedang bila dipandang perlu mendengar anggota keluarga sedarah atau semenda
yang bertempat tinggal atau berkediaman di luar daerah hukum tersebut,
pemanggilan dan pemeriksaan mereka boleh dilimpahkan kepada pengadilan negeri
yang dalam daerah hukumnya orang-orang itu bertempat tinggal atau berkediaman
atau kepada kepala daerah setempat, yang akan mengirimkan berita acara yang
dibuatnya kepada pengadilan negeri tersebut pertama. Keluarga sedarah atau
semenda yang harus dipanggil adalah mereka yang telah dewasa dan bertempat
tinggal atau berkediaman di Indonesia. Semua panggilan termaksud dalam pasal
ini dilakukan dengan surat tercatat.
(KUHPerd. 334, 338a, 358, 360, 393, 396, 400-403, 408, 422, 427, 438, 445, 452;
Wsk. 54; KUHP. 524.)
334. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Setiap kali diperlukan kehadiran para keluarga sedarah atau semenda
dari anak belum dewasa, mereka dapat diwakili oleh seorang kuasa khusus. Surat
kuasa bebas dari bea meterai. Yang diberi kuasa hanya boleh bertindak atas nama
satu orang saja. (KUHPerd. 382g, 1793
dst.; KUHP. 524.)
335. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Dalam waktu satu bulan setelah perwalian mulai berjalan atau bila
sepanjang perwalian harta anak belum dewasa sangat bertambah, dalam waktu satu
bulan setelah mendapat teguran dari balai harta peninggalan, setiap wali,
kecuali perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial tersebut dalam pasal 365, atas
kerelaan balai harta pertinggalan tersebut dan guna menjamin pengurusan mereka,
wajib menaruh suatu ikatan jaminan, memberikan hipotek atau gadai, atau
menambah jaminan yang telah ada.Hipotek itu harus didaftarkan atas permintaan
balai harta peninggalan.Dalam hal perbedaan pendapat tentang cukup tidaknya
jaminan yang ditaruh antara wali dan balai harta peninggalan, pengadilan negeri
memutuskannya atas permintaan pihak yang lebih dulu siap memintanya.Bila harta
anak belum dewasa dianggap kurang, balai harta peninggalan berwenang untuk
membebaskan si wali dari kewajiban tersebut dalam alinea pertama pasal ini,
tetapi sewaktu-waktu boleh menuntut penaruhan jaminan menurut alinea pertama
dan ketiga. (Ov. 19, 35; 68; KUHPerd.
336 dst., 342 dst., 365, 371, 452, 1149-7, 1168, 1179, 1215, 1830; Wsk. 51
dst.)
336. Bila wali lalai dalam waktu
yang ditentukan dalam alinea pertama pasal yang lalu untuk menaruh salah satu
jaminan tersebut di dalamnya, balai harta peninggalan harus melakukan
pendaftaran hipotek atas beban wali tersebut. (KUHPerd. 337.) Bila si wali berkeberatan karena pendaftaran yang
baru itu diambil untuk jumlah uang yang terlampau besar atau atas barang-barang
yang lebih banyak daripada seperlunya guna menjamin anak belum dewasa, maka
persoalan ini harus diputus oleh pengadilan negeri. (Ov. 36; KUHPerd. 341, 344, 542; Wsk. 52 dst.)
337. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Baik wali yang telah menanggung pendaftaran semacam itu maupun wali
yang dengan sukarela telah menaruh jaminan, setiap waktu berwenang untuk
mengakhiri akibatnya dengan meletakkan jaminan lain atas kerelaan balai harta
peninggalan atau, dalam hal adanya perbedaan pendapat dengan balai harta
peninggalan tentang cukup tidaknya jaminan yang ditawarkan, dengan keputusan
pengadilan negeri menurut ketentuan pasal 335. Bila soalnya diselesaikan di
luar pengadilan, maka penghapusan hipotek berlangsung berdasarkan tuntutan
balai harta peninggalan; dalam hal kebalikannya penghapusan itu dilakukan
berdasarkan perintah hakim dan dilangsungkan oleh penyimpan hipotek karena
jabatannya dengan penunjukan perintah hakim. (s.d.t. dg. S. 1872-42.) Wali itu
boleh minta pengurangan jaminan yang telah ditaruhnya, bila sepanjang
pengurusan harta kekayaan anak belum dewasa sangat mengalami kemerosotan di luar
kesalahannya. Bila ada perbedaan pendapat tentang hal itu antara wali dan balai
harta peninggalan, pengadilan negeri memutuskannya atas permintaan pihak yang
lebih dulu memintanya.(KUHPerdata
344,452,Wsk.52)
338. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Bila dalam tenggang waktu yang ditentukan untuk itu, wali lalai
menaruh ikatan jaminan atau gadai dan tidak memiliki harta benda tak bergerak
yang cukup, maka atas tuntutan balai harta peninggalan, pengurasan harta
kekayaan anak belum dewasa harus dicabut oleh pengadilan negeri, dan diberikan
kepada balai harta peninggalan, sampai wali memberikan jaminan secukupnya,
yaitu bila atas permintaan wali, pengadilan negeri, setelah mendengar balai
harta peninggalan, menyerahkan tugas tersebut kembali kepada wali. (Ov. 17, 19;
KUHPerd. 341, 344, 452; Wsk. 52.)(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali
yang telah dicabut pengurusannya, tetap ditugaskan memelihara anak-anak yang
belum dewasa dengan dasar dan cara yang jika perlu akan ditentukan oleh
pengadilan negeri, atas usul balai harta peninggalan.(s.d.t. dg. S. 1927-31
jis. 390, 421.)
Akan tetapi bila pengurusan harta
tak bergerak dari anak belum dewasa memerlukan pengawasan terus-menerus,
pengadilan negeri, setelah mendengar balai harta peninggalan, dapat menentukan
bahwa tugas pengurusan itu tetap pada si wali, asal saja wali itu menyerahkan
kepada balai harta peninggalan semua uang tunai, barang-barang berharga dan
surat-surat berharga milik si anak yang belum dewasa; dalam hal yang demikian,
balai harta peninggalan akan memberikan uang secukupnya kepada wali untuk
pemeliharaan dan pendidikan anak belum dewasa dan untuk keperluan sehari-hari
pengurusan barang-barang tak bergerak, dengan kewajiban pula bagi wali supaya
setiap tahun memberikan kepada balai harta peninggalan pertanggungjawaban
tentang pemakaian uang itu menurut cara yang ditetapkan dalam pasal 372.
338a. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Wali yang berminat meninggalkan Indonesia, boleh mengajukan surat
permohonan kepada pengadilan negeri agar memperoleh pencabutan jaminan benda
yang telah diberikan olehnya atau yang telah diambil atas
tanggungannya.Permohonan itu harus didahului dengan pertanggungjawaban yang
lengkap kepada balai harta peninggalan menurut cara yang diatur dalam pasal 372
dan dalam surat permohonan itu harus dilampirkan surat keterangan dari balai
harta peninggalan, bahwa balai harta peninggalan itu telah menyetujui
pertanggungjawaban yang diserahkan kepadanya.Pengadilan negeri akan
mengeluarkan penetapan setelah mendengar balai harta peninggalan dan keluarga
sedarah beserta semenda. (KUHPerd. 333
dst.) Permohonan akan dikabulkan bila ternyata si wali telah memenuhi
kewajibannya sebagai wali.Bila karena ini pencabutan jaminan diizinkan, maka
jaminan itu harus diganti dengan penyerahan tanggungan; apabila hal ini tidak
bisa dijalankan, harus dilakukan menurut ketentuan-ketentuan pasal yang lalu.
339. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Bila wali itu meninggalkan Indonesia bersama si anak yang belum
dewasa, maka atas permintaan wali tersebut dan setelah mendengar balai harta
peninggalan, tugas pengurusan yang dicabut menurut pasal 338, oleh pengadilan
negeri boleh dikembalikan kepadanya, seluruhnya atau sebagian, dengan penentuan
sebagaimana dianggap perlu oleh pengadilan negeri bagi kepentingan anak belum
dewasa. (Ov. 19 dst.; KUHPerd. 344,
452.)
340. Penanggung-penanggung yang
diikatkan sedapat-dapatnya bertempat tinggal dalam daerah hukum pengadilan
negeri, tanpa mengurangi syarat-syarat umum yang ditetapkan dalam ketentuan
perundang-undangan. (KUHPerd. 344, 452.)
341. Bila seorang penanggung
meninggalkan Indonesia karena pindah atau meninggal dunia, maka pengadilan
negeri, atas permintaan balai harta peninggalan, boleh memerintahkan kepada
wali, supaya dalam tenggang waktu yang ditetapkan oleh pengadilan negeri,
ditunjuk penanggung baru, yang setelah penunjukan diterima, penanggung yang
pertama atau ahli warisnya demi hukum bebas dari ikatan.Dalam hal si wali tidak
mematuhi perintah itu, maka berlakulah ketentuan pasal 336 dan pasal 338. (KUHPerd. 344, 452.)
342. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Penanggungan dan hak gadai berakhir, dan hipotek-hipotek yang
didaftarkan harus dihapuskan, bila tugas pengurusan wali berakhir dan bila
pertanggungjawaban pun berakhir dengan memberi perhitungan, menyerahkan
surat-surat dan membayar uang sisa. (KUHPerdata.
335, 409, 413, 452, 1209)
343. Akta untuk penyelenggaraan
pendaftaran hipotek dan penghapusan yang harus dilakukan menurut bagian ini
tidak dikenakan biaya dan pajak, kecuali uang upah bagi penyimpan hipotek yang
masuk tanggungan si anak yang belum dewasa. (KUHPerd. 452.)
344. Segala penetapan pengadilan
negeri tersebut dalam bagian ini diambil atas surat permintaan, setelah
mendengar pertimbangan jawatan kejaksaan, tanpa adanya bentuk acara dan tidak
dapat dimintakan banding. (KUHPerd.
335-339, 341, 452.)
Bagian: 3
Perwalian oleh ayah dan ibu
345. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Bila salah satu dari orang tua meninggal dunia, maka perwalian anak
belum dewasa dipangku demi hukum oleh orang tua yang masih hidup, sejauh orang
tua ini tidak dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tua. (KUHPerd. 140, 229, 299 dst., 368, 371,
379-3, 388, 390; Chin. 19.)
346, 347. Dicabut dg. S. 1927-31
jis. 390, 421.
348. Jika setelah suami meninggal
dunia, istri menerangkan, atau setelah dipanggil secara sah untuk itu, mengaku
bahwa ia sedang mengandung, maka balai harta peninggalan harus jadi pengampu
atas buah kandungan itu dan wajib mengadakan segala tindakan yang perlu dan
yang mendesak guna menyelamatkan dan mengurus harta kekayaannya, baik demi
kebaikan anak bila ia lahir hidup maupun demi kebaikan semua orang yang
berkepentingan.
Bila anak itu lahir hidup,
ketentuan-ketentuan biasa tentang perwalian harus diperhatikan. (KUHPerd. 2, 359, 836, 899, 1679; Wsk. 44
dst.)
349, 350. Dicabut dg S. 1927-31 jis.
390, 421.
351. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Bila wali-ibu kawin, maka suaminya, kecuali jika ia dikecualikan
atau dipecat dari perwalian, selama dalam perkawinan antara suami dan istri
tidak ada pisah meja dan ranjang atau tidak ada pisah harta benda, demi hukum
menjadi wali peserta dan di samping istrinya bertanggungjawab secara
tanggung-menanggung sepenuhnya atas segala perbuatan yang dilakukan setelah
perkawinan berlangsung. Perwalian peserta si suami berakhir, bila ia dipecat
dari perwalian atau si ibu berhenti sebagai wali. (KUHPerd. 331, 358, 366, 379.)
352. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Wali-bapak atau wali-ibu yang kawin lagi, bila wali pengawas
menghendakinya, sebelum atau sesudah perkawinan itu dilangsungkan, wajib
menyampaikan daftar lengkap harta kekayaan anak belum dewasa kepada wali
pengawas. Bila yang dimaksudkan dalam alinea yang terdahulu tidak dipenuhi
dalam waktu satu bulan, maka wali pengawas, dengan melampirkan bukti tentang
permintaannya untuk itu, boleh mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri
supaya wali itu dipecat; pengadilan negeri harus membuat penetapan sesuai
dengan permohonan itu, kecuali bila dalam jangka waktu yang ditentukan oleh
pengadilan negeri dan diberitahukan kepadanya, si wali masih menyampaikan
daftar yang dikehendakinya kepada pengadilan negeri; ketetapan diambil tanpa
suatu bentuk acara. Sedapat-dapatnya dalam penetapan yang sama, yang berisi
pemecatan itu, oleh pengadilan negeri diangkat pula wali yang baru. (KUHPerd. 357, 360, 381.)
353. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Seorang anak tidak sah, demi hukum berada di bawah perwalian ayahnya
atau ibunya yang telah dewasa dan telah mengakui anak itu, kecuali jika ayah
atau ibu ini dikecualikan dari perwalian, atau orang lain telah ditugaskan
sebagai wali selama ayah atau ibu itu belum dewasa, atau orang itu telah
mendapat tugas sebagai wali sebelum anak itu diakui.
Bila pengakuan itu dilakukan oleh
kedua orang tua, maka perwalian terhadap anak itu, dengan pengecualian yang
sama, dilakukan oleh orang tua yang lebih dulu mengakui, dan bila pengakuan itu
dilakukan pada waktu yang sama, si ayahlah yang memangku perwalian. Bila orang
tua yang melakukan perwalian berdasarkan ketentuan-ketentuan yang lalu
meninggal dunia, dipecat dari perwalian, ditempatkan di bawah pengampuan, atau
dalam hal tersebut dalam pasal 354 tidak dipertahankan sebagai wali atau tidak
diangkat sekali lagi sebagai wali, maka orang tua yang satu lagi demi hukum
menjadi wali, kecuali jika ia telah dikecualikan atau dipecat dari perwalian
atau telah kawin. Bila si ayah atau si ibu yang menurut ketentuan yang lalu
memangku perwalian tidak hadir, maka pengadilan negeri harus mengangkat seorang
wali. Bila si ayah atau si ibu yang tidak dikecualikan atau dibebaskan dari
perwalian dan telah kawin dan oleh karena itu menurut alinea yang lalu demi
hukum tidak memangku perwalian, mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri
supaya diangkat menjadi wali, maka pengadilan negeri harus mengabulkannya,
kecuali jika kepentingan anak tidak mengizinkannya; pengadilan negeri mengambil
ketetapan setelah mendengar atau memanggil dengan sah suami atau istri si
pemohon dan, jika orang tua yang lain masih hidup, juga dia dan wali pengawas.
Terhadap pemeriksaan orang-orang ini berlaku ketentuan alinea keempat pasal
206. Terhadap wali-ibu atas anak di luar kawin yang diakui dan terhadap
suaminya berlaku pasal 351, kecuali bila karena perkawinan tersebut anak
menjadi sah. (KUHPerd. 280, 299 dst,
306, 363.)
354. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Bila orang yang melakukan perwalian terhadap anak di luar kawin yang
telah diakuinya, hendak kawin, maka kecuali jika dengan perkawinan itu anaknya
akan menjadi sah, ia harus mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri,
supaya dapat meneruskan perwalian. Pengadilan negeri mengambil ketetapan
setelah mendengar atau memanggil dengan sah orang tua yang lain, sekiranya ia
telah mengakui anak itu, dan juga wali pengawas. Terhadap pemeriksaan
orang-orang tersebut berlaku alinea keempat pasal 206. Orang yang lalai
memenuhi ketentuan termuat dalam kalimat pertama alinea pertama, demi hukum
kehilangan haknya untuk menjadi wali; kedua suami-istri bertanggung jawab
secara tanggung-menanggung sepenuhnya atas segala akibat perwalian, yang
dilakukannya tanpa hak. Kehilangan hak untuk menjadi wali seperti yang
ditentukan di atas, tidak menghalang-halangi orang yang berdasarkan alinea yang
lalu kehilangan perwalian, sekiranya ada alasan-alasan, untuk diangkat oleh
pengadilan negeri menjadi wali, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam
Bagian 5 bab ini. KUHPerd. 280 dst.,
248; BS. 42.)
354a. (s.d.t. S. 1927-31 jis. 390,
421.) Bila perwalian diserahkan kepada orang lain dalam salah satu hal yang
dimaksudkan dalam alinea pertama pasal 353, maka ayah yang telah dewasa atau
ibu yang telah dewasa dari anak tidak sah yang diakuinya, sejauh mereka tidak
dikecualikan, dibebaskan atau dipecat dari perwalian, boleh mengajukan
permohonan kepada pengadilan negeri supaya diangkat menjadi wali sebagai
pengganti wali yang lain itu. Pengadilan negeri mengambil ketetapan atas
permohonan itu setelah mendengar atau memanggil dengan sah si pemohon, wali,
wali pengawas, suami atau istri pemohon bila pemohon ini telah kawin lagi, dan
orang tua yang lain bila ia ikut mengakui si anak dan masih hidup, serta dewan
perwalian. Pengadilan negeri mengabulkan permohonan ini, kecuali jika ada
kekhawatiran yang berdasar, bahwa si ayah dan si ibu akan melalaikan si anak.
Ketentuan dalam kalimat terakhir pasal 253 berlaku dalam hal ini. Terhadap
pemeriksaan orang-orang tersebut di atas berlaku ketentuan alinea keempat pasal
206 dengan penyesuaian sekadarnya.
Bagian 4
Perwalian yang diperintahkan oleh ayah atau ibu
355. (s.d.u, dg. S. 927-31 jis. 390,
421.) Masing-masing orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua atau
perwalian atas seorang atau beberapa orang anaknya, berhak mengangkat seorang
wali bagi anak-anaknya itu, jika sesudah ia meninggal dunia, demi hukum atau
karena penetapan hakim yang dimaksud dalam alinea terakhir pasal 353, perwalian
tidak dilakukan pihak lain dari orang tua. Badan hukum tidak boleh diangkat
menjadi wali. Pengangkatan dilakukan dengan wasiat atau dengan akta notaris
yang dibuat semata-mata untuk keperluan itu. Dalam hal ini boleh diangkat
beberapa orang dengan urutan pengangkatan, sehingga yang diangkat belakangan
bertindak sebagai wali, bila yang lebih dulu tidak ada. (Ov. 67; KUHPerd. 140, 331, 358, 368.)
356. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Pengangkatan seorang wali tidak mempunyai akibat apa pun bila orang
tua yang melakukan pengangkatan itu pada saat meninggal dunia tidak melakukan
perwalian atas anak-anaknya atau tidak menjalankan kekuasaan orang tua. (KUHPerd. 431, 941, 1898.)
357. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Pasal 319g dan pasal 382d tetap berlaku, juga bila yang bertindak
sebagai wali adalah orang yang diangkat oleh salah seorang dari kedua orang
tua. Bila selama pengampuan salah seorang dari kedua orang tua yang karena
sebab lain belum pernah kehilangan kekuasaan orang tua atau perwalian, orang
tua yang lain telah mengangkat seorang wali dan meninggal dunia, maka perwalian
dari wali yang diangkat itu berakhir demi hukum, dengan berakhirnya pengampuan.
(KUHPerd. 331b.)
358. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Pengangkatan seorang wali bagi anak di luar kawin yang dengan sah
diakui oleh ayah atau ibunya yang telah dipertahankan sebagai wali atau telah
diangkat menjadi wali lagi, tidak mempunyai kekuatan, kecuali bila disahkan
oleh pengadilan negeri. (KUHPerd. 333
dst., 355.)
Bagian 5
Perwalian yang diperintahkan oleh pengadilan negeri
359. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Bagi anak belum dewasa yang tidak berada di bawah kekuasaan orang
tua dan yang perwaliannya sebelumnya tidak diatur dengan cara yang sah,
pengadilan negeri harus mengangkat seorang wali, setelah mendengar atau
memanggil dengan sah para keluarga sedarah dan semenda. (KUHPerd. 333 dst.)
Bila pengangkatan itu diperlukan
karena ketidakmampuan untuk sementara waktu melakukan kekuasaan orang tua atau
perwalian, maka oleh pengadilan negeri diangkat juga seorang wali untuk waktu
selama ketidakmampuan itu ada. Wali ini diberhentikan lagi oleh pengadilan
negeri atas permohonan orang yang digantinya bila alasan-alasan yang
menyebabkan ia diangkat, tidak ada lagi. Bila pengangkatan itu diperlukan
karena si ayah atau si ibu tidak diketahui ada tidaknya, tempat tinggal atau
tempat kediaman mereka, maka oleh pengadilan negeri diangkat juga seorang wali.
Atas permohonan orang yang digantinya, wali ini diberhentikan oleh pengadilan
negeri, bila alasan yang menyebabkan pengangkatan tidak ada lagi. Atas
permohonan ini pengadilan negeri mengambil ketetapan setelah mendengar atau
memanggil dengan sah pemohon, wali, wali pengawas, para keluarga sedarah atau
semenda anak belum dewasa, dan dewan perwalian; bila permohonan ini menyangkut
perwalian anak di luar kawin, maka pengadilan negeri mengambil ketetapan
setelah mendengar atau memanggil dengan sah, sebagaimana diatur dalam pasal
354a.
Permohonan dikabulkan, kecuali jika
ada kekhawatiran yang berdasar kalau-kalau si ayah atau si ibu menelantarkan si
anak. Terhadap pemeriksaan orang-orang ini, ketentuan dalam alinea keempat
pasal 206 berlaku dengan sekedar penyesuaian. Selama perwalian termaksud dalam
alinea kedua dan ketiga berjalan, penunaian kekuasaan orang tua ditangguhkan.
Dalam hal diperlukan pengangkatan seorang wali, maka bila perlu, oleh balai
harta peninggalan, baik sebelum maupun setelah pengangkatan itu, diadakan
tindakan-tindakan seperlunya guna mengurus diri dan harta kekayaan anak belum
dewasa, sampai perwalian itu mulai berlaku. (KUHPerd. 260, 332, 345, 348 dst., 355, 357 dst., 361, 364, 369, 379
dst., 453; Wsk. 55; S. 1928-179.)
360. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Pengangkatan seorang wali dilakukan atas permintaan keluarga sedarah
anak yang belum dewasa, atas permintaan para kreditur atau pihak lain yang
berkepentingan, atas permintaan balai harta peninggalan, atas tuntutan jawatan
kejaksaan, atau pun karena jabatan, oleh pengadilan negeri yang di daerah
hukumnya anak belum dewasa itu bertempat tinggal. (KUHPerd. 364.) Bila si anak belum dewasa tidak mempunyai tempat
tinggal di Indonesia atau bila tempat tinggalnya tidak diketahui, maka
pengangkatan itu dilakukan oleh pengadilan negeri di tempat tinggalnya yang
terakhir di Indonesia, sedangkan bila ini juga tidak ada, oleh pengadilan
negeri di Jakarta. (KUHPerd. 17, 21.) Pegawai
catatan sipil wajib memberitahukan kepada balai harta peninggalan semua
peristiwa kematian yang harus dibukukan dalam daftar dengan keterangan apakah
orang-orang yang meninggal itu meninggalkan anak belum dewasa, dan
memberitahukan segala perlangsungan perkawinan yang akan dibukukan mengenai
orang-orang tua yang mempunyai anak belum dewasa. (Ov. 41; KUHPerd. 21, 362, 381; BS. 83; BS. Chin. 91; Wsk. 55.)
361. Bila seorang anak belum dewasa
yang berdiam di Indonesia mempunyai harta kekayaan di Negeri Belanda atau di
daerah jajahannya di luar Indonesia, maka atas permintaan walinya, pengurusan
harta kekayaan itu boleh dipercayakan kepada seorang pengurus di Negeri Belanda
dan di daerah jajahan tersebut. (KUHPerd.
1803.) Dalam hal itu wali tidak bertanggung jawab atas tindakan-tindakan
pengurus itu. Pengurus dipilih dengan cara yang sama seperti wali. (KUHPerd. 331, 359 dst., 388.)
362. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Wali, segera setelah perwaliannya mulai berlaku, di hadapan balai
harta peninggalan wajib mengangkat sumpah, bahwa ia akan menunaikan perwalian
yang dipercayakan kepadanya dengan baik dan tulus hati. Bila di tempat kediaman
wali itu atau dalam jarak lima belas pal dari tempat itu tidak ada balai harta
peninggalan atau tidak ada perwakilannya, maka sumpah boleh diangkat di hadapan
pengadilan negeri atau kepala pemerintahan daerah tempat kediaman si wali.
Tentang pengambilan sumpah itu harus dibuat berita acara. (Ov,. 21; KUHPerd. 365, 369, 378; Wsk. 49, 55.)
363. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Tanpa mengurangi ketentuan alinea kedua pasal 354a dan alinea
keempat pasal 359, perwalian anak di luar kawin diatur oleh pengadilan negeri
tanpa lebih dulu mendengar siapa pun. (KUHPerd.
280, 353, 369.)
364. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Ketetapan-ketetapan pengadilan negeri tentang perwalian tidak bisa
dimintakan banding, kecuali jika ada ketentuan sebaliknya. (KUHPerd. 353 dst., 358 dst.)
Bagian 6
Perwalian oleh perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial.
Perwalian
365. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Dalam segala hal, bila hakim harus mengangkat seorang wali, maka
perwalian itu boleh diperintahkan kepada perkumpulan berbadan hukum yang
berkedudukan di Indonesia, kepada suatu yayasan atau kepada lembaga sosial yang
berkedudukan di Indonesia, yang menurut anggaran dasarnya, akta pendiriannya
atau reglemennya mengatur pemeliharaan anak belum dewasa untuk waktu yang lama.
Pasal 362 tidak berlaku.
Perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial itu, sehubungan dengan perwalian yang
ditugaskan kepadanya, mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sama
dengan yang diberikan atau yang diperintahkan kepada wali, kecuali jika
undang-undang menentukan lain.
Para anggota pengurus masing-masing
bertanggung jawab secara pribadi dan tanggung-menanggung atas pelaksanaan
perwalian itu, selama perwalian itu dilakukan oleh pengurus dan selama
anggota-anggota pengurus ini tidak menunjukkan pada hakim, bahwa mereka telah
mencurahkan segala usaha guna melaksanakan perwalian sebagaimana mestinya atau
mereka dalam keadaan tidak mampu menjaganya.
Pengurus boleh memberi kuasa secara
tertulis kepada seorang anggotanya atau lebih untuk melakukan perwalian
terhadap anak-anak belum dewasa tersebut dalam surat kuasa itu. Pengurus berhak
pula atas kehendaknya menyerahkan pengurusan harta kekayaan anak-anak belum
dewasa yang dengan tegas ditunjuknya, asalkan secara tertulis, kepada balai
harta peninggalan, yang dengan demikian wajib menerima pengurusan itu dan
menyelenggarakannya menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku terhadapnya.
Penyerahan ini tidak dapat dicabut. (KUHPerd. 330 dst., 335, 366, 379; Wsk. 57;
S. 1928-179.)
365a. (s.d.t. dg S. 1927-31 jis.
390, 421.) Panitera pengadilan negeri yang memerintahkan perwalian
memberitahukan perintah itu kepada dewan perwalian dan kejaksaan negeri yang
dalam daerah hukumnya perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial itu
berkedudukan.
Pengurus perkumpulan, yayasan atau
lembaga sosial melaporkan secara tertulis penempatan anak belum dewasa di suatu
rumah atau lembaga kepada dewan perwalian dan kejaksaan yang dalam daerah
hukumnya terletak rumah atau lembaga tersebut. Rumah dan lembaga yang
dimaksudkan ini, dikunjungi oleh pejabat kejaksaan atau oleh seorang petugas
yang ditunjuknya dan oleh dewan perwalian tiap kali dipandang perlu dan patut
guna meneliti keadaan si anak belum dewasa yang ditempatkan di dalamnya. Bila
dikehendakinya, wali pengawas diberi kesempatan tiap-tiap minggu mengunjungi
anak belum dewasa yang ada dalam pengawasannya. (KUHPerd. 3802,3.)
Bagian 7
Perwalian pengawas
366.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam setiap perwalian yang
diperintahkan di Indonesia, balai harta peninggalan ditugaskan sebagai
wali-pengawas. (AB 16; KUHPerd. 351
dst., 365, 367, 379, 415 dst., 418.)
367. (s.d.u. dg. S. 1928-546.)
Ketentuan dalam pasal yang lalu tidak berlaku dan tidak membawa perubahan dalam
perwalian pengawas yang diperintahkan di Negeri Belanda untuk anak belum dewasa
yang kemudian berdiam di Indonesia. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Bila wali pengawas yang diangkat di
Negeri Belanda tidak berada di Indonesia dan tidak menunjuk seorang kuasa
khusus guna mewakili dirinya dalam segala kejadian yang memerlukan kehadiran
dan keikutsertaannya, maka dianggaplah bahwa terhadap tugas yang harus
dilakukannya di Indonesia, ia telah memerintahkan perwakilannya kepada balai
harta peninggalan di tempat tinggal si anak belum dewasa, yang oleh karenanya
harus diterima oleh balai harta peninggalan tersebut. (KUHPerd. 452.)
368. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Para wali tersebut dalam Bagian 3 bab ini, segera setelah perwalian
mulai berjalan, wajib memberitahukan terjadinya perwalian kepada balai harta
peninggalan. Bila para wali tersebut lalai, mereka boleh diberhentikan, tanpa
mengurangi penggantian biaya, kerugian dan bunga. (KUHPerd. 345, 355, 359, 380 dst.; S. 1927-31.)
369. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Dalam segala hal, bila perwalian diperintahkan oleh hakim, panitera
pengadilan negeri yang bersangkutan harus segera memberitahukan secara tertulis
adanya pengangkatan itu kepada balai harta peninggalan, dengan keterangan,
apakah pengangkatan itu terjadi dengan dihadiri oleh wali itu, atau jika
perwalian diperintahkan kepada perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial, dengan
keterangan, apakah hal itu terjadi atas permintaan atau kesanggupan sendiri.
Panitera juga wajib dengan cara yang sama memberitahukan pernyataan-pernyataan
yang menurut pasal 332a diucapkan di kepaniteraan atau yang dikirimkan
kepadanya, demikian pula pengesahan termaksud dalam pasal 358. (KUHPerd. 332, 359, 362 dst., 452.)
370. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Kewajiban wali pengawas adalah mewakili kepentingan si anak belum
dewasa, bila kepentingan ini bertentangan dengan kepentingan wali, tanpa
mengurangi kewajiban-kewajiban khusus, yang dibebankan kepada balai harta
peninggalan dalam surat instruksinya pada waktu balai harta peninggalan itu
diperintahkan memangku perwalian pengawas. Dengan ancaman hukuman mengganti
biaya, kerugian dan bunga, wali pengawas wajib memaksa wali untuk membuat
daftar atau perincian barang-barang harta peninggalan dalam segala warisan yang
jatuh ke tangan si anak belum dewasa. (KUHPerd.
127, 381, 386, 390, 395, 399 dst., 408, 452.)
371. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Dengan ancaman mengganti biaya, kerugian dan bunga, balai harta
peninggalan wajib melakukan segala tindakan yang ditentukan dalam
undang-undang, agar setiap wali, sekalipun tidak diperintahkan oleh hakim,
memberikan jaminan secukupnya, atau setidak-tidaknya menyelenggarakan
pengurusan dengan cara yang ditentukan oleh undang-undang. (KUHPerd. 335, 351, 386, 401, 452, 1023, 1171, 1179 dst. 1365 dst.)
372. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Setiap tahun wali pengawas harus minta kepada wali (kecuali ayah dan
ibu) supaya memberikan suatu perhitungan ringkas dan pertanggungjawaban dan
memperlihatkan kepadanya surat-surat andil dan surat-surat berharga milik si
anak belum dewasa. Perhitungan ringkas itu harus dibuat di atas kertas tak bermeterai
dan diserahkan tanpa suatu biaya dan tanpa suatu bentuk hukum apa pun. (Ov. 19;
KUHPerd. 373, 409, 452; Wsk. 58.)
373. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis,
421.) Bila seorang wali enggan melaksanakan ketentuan pasal yang lalu atau bila
wali pengawas dalam perhitungan ringkas menemukan tanda-tanda kecurangan atau
kealpaan besar, maka wali pengawas harus menuntut pemecatan wali itu. Demikian
pula ia harus menuntut pemecatan dalam hal-hal lain yang ditentukan
undang-undang. (Ov. 20; KUHPerd. 380
dst., 452.)
374. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Bila perwalian lowong atau ditinggalkan karena ketidakhadiran wali,
atau bila untuk sementara waktu wali tidak mampu menjalankan tugasnya, maka
wali pengawas, dengan ancaman hukuman mengganti biaya, kerugian dan bunga,
harus mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri untuk mengangkat wali baru
atau wali sementara. (Ov. 20; KUHPerd.
359 dst., 452, 463, 1365 dst.)
375. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Perwalian pengawas mulai dan berakhir pada saat yang sama dengan
mulainya dan berakhirnya perwalian. (KUHPerd.
330, 331a, 331b, 410, 419, 452.)
Bagian
8
Alasan-alasan yang dapat melepaskan diri dari perwalian
376. Dihapus dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.
377. Yang boleh melepaskan diri dari
perwalian ialah: 1?. mereka yang melakukan tugas negara di luar Indonesia; 2?.
para anggota angkatan darat dan laut; 3?. mereka yang melakukan tugas negara di
luar keresidenan atau mereka yang karena tugas negara pada saat-saat tertentu
ada di luar keresidenan;
Orang-orang tersebut dalam tiga
nomor di atas ini boleh meminta agar dibebaskan dari perwalian, bila
alasan-alasan dimaksud terjadi setelah mereka diangkat menjadi wali; 4?. mereka
yang telah genap enam puluh tahun; bila mereka diangkat sebelumnya, mereka
boleh minta dibebaskan dari perwalian pada waktu berumur 65 tahun; 5?. mereka
yang terganggu oleh suatu penyakit atau penderitaan berat yang dapat
dibuktikan; Mereka ini boleh minta dibebaskan dari perwalian, bila penyakit
atau penderitaan itu timbul setelah mereka diangkat sebagai wali; 6?. mereka
yang tidak mempunyai anak sendiri, tetapi dibebani tugas memangku dua
perwalian; 7?. mereka yang ditugaskan memangku satu perwalian, sedangkan mereka
sendiri mempunyai seorang anak atau lebih; 8?. mereka yang pada waktu diangkat
sebagai wali mempunyai lima orang anak sah, termasuk di antaranya anak yang
telah meninggal dalam dinas ketentaraan; 9?. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390,
421.) wanita-wanita; Wanita yang dalam keadaan tidak bersuami telah menerima
suatu perwalian boleh minta dibebaskan, bila ia kawin; 10?. (s.d.t. dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.) mereka yang tidak berhubungan keluarga sedarah atau
semenda dengan si anak belum dewasa, bila dalam daerah hukum pengadilan negeri
tempat perwalian itu diperintahkan ada keluarga sedarah atau semenda yang cakap
memangkunya. Ayah dan ibu tidak diperbolehkan minta dibebaskan dari perwalian
anak-anak mereka sendiri, karena salah satu alasan tersebut di atas. (KUHPerd. 378, 452, 459.)
378. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Barangsiapa hendak melepaskan diri dari perwalian, harus memohon
pembebasan dari hakim yang memerintahkan perwalian atau, bila sebelumnya tidak
ada pengangkatan oleh hakim, dari pengadilan negeri tempat tinggalnya. Kecuali
orang-orang yang disebutkan dalam pasal 377 nomor 1?-5?, pemohon diwajibkan,
dengan ancaman kehilangan hak, untuk mengajukan permohonan dalam tenggang waktu
tiga puluh hari sejak hari mulai berlakunya perwalian itu bila pemohon berdiam
di Indonesia, dan dalam tenggang waktu sembilan puluh hari bila ia berdiam di
luar Indonesia. Permohonan tidak dapat diterima, bila perwalian itu dibebankan
padanya karena pernyataannya sendiri, bahwa ia sanggup menerima perwalian itu.
Hakim mengambil ketetapan tanpa bentuk acara dan tanpa banding. Meskipun wali
telah mengemukakan alasan-alasan untuk melepaskan diri, ia masih wajib memangku
perwalian itu sampai diambil keputusan terakhir tentang alasan-alasan itu. (KUHPerd. 362, 452.)
Bagian 9
Engecualian, pembebasan dan pemecatan dari perwalian
379. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Selain pegawai-pegawai kehakiman bangsa Eropa yang dikecualikan dari
perwalian menurut ketentuan dalam pasal 9 Reglemen Susunan Kehakiman dan
Kebijaksanaan Mengadili di Indonesia, mereka yang dikecualikan dari perwalian
adalah: 1?. orang yang sakit ingatan; 2?. orang belum dewasa; 3?. orang yang
ada di bawah pengampuan; 4?. mereka yang telah dipecat, baik dari kekuasaan
orang tua, maupun dari perwalian; akan tetapi yang demikian itu hanya terhadap
anak belum dewasa, yang dengan ketetapan hakim kehilangan kekuasaan orang tua
atau perwalian tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan dalam pasal 319g dan pasal
382d; 5?. ketua, wakil ketua, anggota, panitera, panitera-pengganti, bendahara,
pemegang buku, dan agen balai harta peninggalan, kecuali terhadap anak-anak
atau anak-anak tiri mereka sendiri.
(KUHPerd. 330, 359, 433, 452, 1330; Ov. 69; Wsk. 9.)
380. (s.d.u. dg. S. 1917-497; S.
1927-31 jis. 390, 421.) Jika hakim berpendapat bahwa kepentingan anak-anak
belum dewasa secara mutlak menghendakinya, maka dapatlah dipecat dari
perwalian, baik terhadap semua anak belum dewasa, maupun terhadap seorang anak
atau lebih yang bernaung di bawah satu perwalian: (KUHPerd. 352, 359, 368, 373, 381 dst., 382a, 452.) 1?. mereka yang
berkelakuan buruk; 2?. mereka yang dalam menunaikan perwalian menunjukkan
ketidakcakapan mereka, menyalahgunakan kekuasaan atau mengabaikan kewajiban
mereka; 3?. mereka yang telah dipecat dari perwalian lain menurut nomor 1? dan
nomor 2? pasal ini atau telah dipecat dari kekuasaan orang tua menurut pasal
319a alinea kedua nomor 1? dan nomor 2?; 4?. mereka yang berada dalam keadaan
pailit; (F. 1, 22.) 5?. mereka yang untuk diri sendiri atau yang bapaknya,
ibunya, istri/suaminya atau anak-anaknya berperkara di muka hakim melawan si
anak belum dewasa dalam hal yang melibatkan kedudukan, harta kekayaan atau
sebagian besar harta kekayaan si anak belum dewasa; 6?. mereka yang dihukum
dengan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti,
karena dengan sengaja telah ikut serta dalam suatu kejahatan terhadap anak
belum dewasa yang ada dalam kekuasaan mereka; 7?. mereka yang mendapat hukuman
yang telah mempunyai kekuatan tetap, karena melakukan suatu kejahatan yang
tercantum dalam Bab XIII, XIV, XV, XVIII, XIX dan XX Buku Kedua Kitab
Undang-undang Hukum Pidana, yang dilakukan terhadap anak belum dewasa yang ada
dalam kekuasaan mereka; 8?. mereka yang mendapat hukuman badan yang tidak dapat
diubah lagi selama dua tahun atau lebih. Ayah dan ibu tidak boleh dipecat, baik
karena hal-hal tersebut pada nomor 4? dan nomor 5?, maupun karena tidak cakap.
Suatu perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial boleh dipecat dari perwaliannya
dalam hal-hal tersebut di bawah nomor-nomor 2?, 3?, 4? dan 5?, bila hakim
berpendapat bahwa kepentingan anak belum dewasa secara mutlak menghendakinya.
Badan-badan itu juga boleh dipecat, bila pemberitahuan tertulis tersebut dalam
pasal 365a alinea kedua dilalaikannya atau bila kunjungan-kunjungan yang diatur
di dalamnya dihalang-halanginya. Dalam pengertian kejahatan dalam pasal ini
termasuk juga usaha membantu dan mencoba untuk melakukannya. (KUHP 53, 56.)
381. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Pemecatan seorang wali dilakukan oleh pengadilan negeri tempat
tinggalnya atau, bila tempat tinggalnya tidak ada, oleh pengadilan negeri
tempat tinggal terakhir, atas permohonan wali pengawas, atas permohonan salah
seorang keluarga sedarah atau keluarga semenda si anak belum dewasa sampai
dengan derajat keempat, atas permohonan dewan perwalian, atau atas tuntutan kejaksaan.
Pemecatan ayah atau ibu yang diangkat menjadi wali setelah adanya perceraian,
dilakukan oleh pengadilan negeri yang mengadili gugatan perceraian. Permintaan
atau tuntutan itu harus memuat peristiwa-peristiwa dan keadaan-keadaan yang
merupakan dasarnya, pula harus memuat daftar nama orang tua, wali dan wali
pengawas serta tempat kediaman dan tempat tinggal mereka, sejauh ini diketahui,
nama dan tempat tinggal keluarga sedarah atau semenda yang menurut pasal 333
harus dipanggil, demikian pula nama dan tempat tinggal saksi-saksi yang kiranya
dapat menguatkan peristiwa yang dikemukakan dalam permohonan atau tuntutan itu.
Kecuali jika permohonan akan pemecatan itu diajukan oleh dewan perwalian,
salinan surat permohonan atau tuntutan itu beserta surat-surat yang dilampirkan
untuk menguatkannya, harus segera dikirim oleh panitera kepada dewan tersebut.
Pada surat permohonan atau tuntutan itu, oleh panitera pengadilan negeri
dicatat hari masuknya. (KUHPerd. 319b,
370, 373, 409, 417, 452.)
381a. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis.
390,421.) Pengadilan negeri mengambil ketetapan setelah mendengar atau
memanggil dengan sah kedua orang tua, wali dan wali pengawas, keluarga sedarah
dan keluarga semenda si anak belum dewasa dan dewan perwalian. Pengadilan
negeri dapat memerintahkan pemanggilan saksi-saksi guna diperiksa di bawah
sumpah, yakni yang ditunjuk dan dipilihnya, baik dari keluarga sedarah dan
semenda maupun dari luar keluarga. Bila mereka yang akan diperiksa itu, yakni
kedua orang tua, wali, wali pengawas atau saksi, bertempat tinggal atau
berkediaman di luar daerah hukum pengadilan negeri, maka pemeriksaan oleh
pengadilan negeri boleh dilimpahkan dengan cara yang sama, seperti yang
ditentukan dalam pasal 333 terhadap keluarga sedarah dan semenda. Anak kalimat
terakhir dalam alinea keempat pasal 206 berlaku terhadap orang tua, wali dan
wali pengawas. Segala panggilan dilakukan menurut cara yang ditentukan dalam
pasal 333 terhadap keluarga sedarah dan semenda; bila ada panggilan terhadap
seseorang yang tempat kediamannya tidak diketahui, maka panggilan itu harus
segera dimuatkan dalam satu surat kabar atau lebih yang ditunjuk oleh
pengadilan negeri. Panggilan terhadap seseorang yang dimohonkan atau dituntut
pemecatannya harus disertai dengan pemberian secara ringkas tentang isi
permintaan atau tuntutan, kecuali jika tempat kediaman orang itu tidak
diketahui. Bila dipandang perlu, pengadilan negeri boleh mendengar orang-orang
selain yang telah ditentukan di atas sebagai saksi di bawah sumpah, juga
orang-orang yang telah datang menghadap pada hari yang telah ditentukan, dan
boleh pula memerintahkan pemeriksaan saksi-saksi lebih lanjut; saksi-saksi ini
harus disebutkan dalam penetapan lebih lanjut dan harus dipanggil dengan cara
yang sama. (KUHPerd. 1895 dst.)
381b. (s.d.t. dg S. 1927-31 jis.
390, 421.) Selama pemeriksaan, tiap-tiap penduduk di Indonesia yang berhak
melakukan perwalian dan pengurus tiap-tiap perkumpulan, yayasan dan lembaga
sosial tersebut dalam pasal 365 boleh mengajukan diri kepada pengadilan negeri
dengan surat permohonan supaya diperkenankan memangku perwalian itu. Pengadilan
negeri boleh memerintahkan pemanggilan mereka untuk didengar tentang permohonan
itu. Alinea keempat pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan orang-orang tersebut
dengan penyesuaian seperlunya. Bila permintaan atau tuntutan itu dikabulkan,
pengadilan negeri menetapkan pengangkatan wali. Dalam keputusan tentang
pemecatan wali, wali yang dipecat harus dihukum mengadakan pertanggungjawaban
tentang pengurusannya kepada penggantinya.
(KUHPerd. 359 dst., 409 dst.)
382. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Pemeriksaan perkara berlangsung dalam sidang dengan pintu tertutup.
Penetapan disertai dengan alasan-alasannya diucapkan dalam sidang terbuka dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya setelah berlangsung pemeriksaan terakhir;
penetapan ini boleh dinyatakan segera dapat dilaksanakan sekalipun ada
perlawanan atau banding dengan atau tanpa jaminan, semua itu atas naskah
aslinya. (Rv. 55.) Selama pemeriksaan berjalan, pengadilan negeri leluasa untuk
menghentikan penunaian perwalian itu seluruhnya atau sebagian dan memberikan
kekuasaan atas diri anak belum dewasa dan harta kekayaannya, menurut
pertimbangan pengadilan negeri, kepada seorang yang ditunjuknya atau kepada
dewan perwalian. Terhadap penetapan termaksud dalam alinea yang lalu tidak
boleh dimintakan peradilan yang lebih tinggi. Penetapan itu tetap berlaku
sampai keputusan tentang pemecatan memperoleh kekuatan tetap. Ketentuan dalam
alinea ketujuh dan kedelapan pasal 319f berlaku dalam hal ini.
382a. (s.d.t. dg. S. 1917-497;
s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Baik berdasarkan atas peristiwa yang
dapat menyebabkan pemecatan, maupun karena anak belum dewasa ditinggalkan atau
tanpa suatu pengawasan, jaksa berwenang mempercayakan anak belum dewasa itu
untuk sementara waktu kepada dewan perwalian, sampai pengadilan negeri
mengangkat seorang wali atau dinyatakan, bahwa pengangkatan itu tidak perlu dan
penetapan itu mempunyai kekuatan hukum yang pasti.
Ketentuan dalam alinea ketujuh dan
kedelapan pasal 319f berlaku dalam hal ini. Bila jaksa menggunakan wewenang
tersebut di atas sebelum mengajukan permintaan atau tuntutan akan pemecatan
atau pengangkatan seorang wali, ia wajib segera melakukan segala sesuatu agar
pengadilan mengangkat seorang wali.
Bila penyerahan anak belum dewasa
kepada dewan perwalian ditolak, jaksa boleh menyuruh membawa anak itu kepada
juru sita atau kepada polisi yang diberi tugas untuk melaksanakan surat
perintahnya. Ketentuan-ketentuan dalam alinea-alinea ketiga, keempat dan kelima
pasal 319h berlaku dalam hal ini. Perintah penyerahan anak belum dewasa kepada
dewan perwalian menurut alinea pertama pasal ini menghentikan perwalian anak
itu, sekedar mengenai diri si anak.
382b. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis
390, 421.) Bila orang yang diminta atau dituntut pemecatannya tidak datang
menghadap atas panggilan, ia boleh mengajukan perlawanan dalam waktu 30 hari,
setelah penetapan atau akta yang dibuat berdasarkan penetapan itu atau untuk
pelaksanaannya diberitahukan kepadanya, atau setelah ia melakukan suatu
perbuatan yang secara mutlak memberi kesimpulan, bahwa penetapan itu atau
permulaan pelaksanaannya sudah diketahui olehnya.
Orang yang permohonannya akan
pemecatan ditolak, atau jawatan kejaksaan yang tuntutannya ditolak pula, dan
orang yang dipecat dari perwaliannya meskipun ia menyangkal, seperti pula orang
yang perlawanannya ditolak, boleh mengajukan permohonan banding terhadap
keputusan pengadilan negeri dalam waktu tiga puluh hari setelah keputusan
diucapkan. (Rv. 83, 341.)
382c. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Bila wali ayah dan wali ibu tidak cakap atau tidak mampu menunaikan
kewajiban memelihara dan mendidik anak-anak mereka dan kepentingan anak-anak
dari segi lain tidak bertentangan dengan pembebasan mereka dari perwalian, maka
atas permintaan dewan perwalian atau tuntutan jaksa, mereka berdua boleh
dibebaskan dari perwalian terhadap seorang anak atau lebih oleh pengadilan
negeri tempat tinggal mereka atau, jika tidak ada, oleh pengadilan negeri
tempat tinggal mereka yang terakhir. Pembebasan ayah atau ibu yang diangkat
menjadi wali setelah bercerai, dilakukan oleh pengadilan negeri yang telah
mengadili tuntutan akan perceraian itu. Dalam surat permohonan atau tuntutan
akan pembebasan sedapat-dapatnya harus dikemukakan pula bagaimana pergantian
wali itu kiranya dapat diselenggarakan. Pembebasan ini tidak boleh
diperintahkan, bila pihak yang diminta atau yang dituntut pembebasannya,
menentang hal ini. (KUHPerd. 319a.)
Berdasarkan surat permintaan
sendiri, wali-wali lainnya boleh dibebaskan oleh pengadilan negeri tempat
tinggal mereka dari perwalian, baik terhadap semua, maupun terhadap seorang
atau beberapa dari anak-anak belum dewasa, yang ada di bawah kekuasaan mereka,
bila seorang penduduk Indonesia yang berhak menjalankan perwalian, atau
pengurus salah satu perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial tersebut dalam
pasal 365, menyatakan sanggup dengan surat untuk mengganti mereka, dan
pengadilan negeri menimbang pergantian tersebut baik untuk kepentingan
anak-anak.
Pengadilan negeri mengambil
keputusan setelah mendengar atau memanggil dengan sah kedua orang tua, wali dan
wali pengawas, para keluarga sedarah atau semenda anak-anak belum dewasa dan
dewan perwalian, serta mengangkat wali, bila permintaan atau tuntutan
dikabulkan. Ketentuan dalam alinea ketiga pasal 381 dan alinea-alinea kedua,
ketiga, dan keempat pasal 381a berlaku dalam hal ini.
Pemeriksaan perkara berlangsung
dalam sidang tertutup. Dalam waktu yang selekas-lekasnya setelah pemeriksaan
terakhir, penetapan dengan alasan-alasannya diucapkan dalam sidang terbuka dan
boleh dinyatakan segera dapat dilaksanakan, sekalipun ada perlawanan atau
banding dengan atau tanpa jaminan, semuanya itu atas naskah asli. (Rv. 55.)
Bila seseorang yang dimintakan atau
dituntut pembebasannya berdasarkan alinea pertama, tidak datang menghadap, maka
terhadap pembebasan ini ia boleh mengajukan perlawanan dalam waktu tiga puluh
hari setelah penetapan itu, atau akta yang dibuat berdasarkan penetapan itu
atau untuk melaksanakannya, diberitahukan kepadanya secara pribadi atau setelah
ia melakukan suatu perbuatan yang secara mutlak memberi kesimpulan, bahwa
penetapan itu atau permulaan pelaksanaannya sudah diketahui olehnya. Orang yang
permintaan akan pembebasannya ditolak, atau jawatan kejaksaan yang tuntutannya
akan hal yang sama ditolak, dan orang yang dibebaskan dari perwalian kendati
datang menghadap atas panggilan, seperti juga orang yang perlawanannya ditolak,
semuanya dapat mengajukan permohonan banding dalam waktu tiga puluh hari
setelah putusan pengadilan negeri diucapkan. (Rv. 83, 341.) Terhadap
penetapan-penetapan termaksud dalam alinea kedua tidak boleh diminta banding.
382d. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Seorang ayah atau seorang ibu yang dibebaskan atau dipecat dari
perwalian terhadap anak-anaknya sendiri, baik atas permintaan sendiri maupun
atas permintaan mereka yang berhak meminta pembebasan atau pemecatannya,
ataupun atas tuntutan jawatan kejaksaan, boleh dipulihkan kembali dalam
perwalian, bila ternyata bahwa peristiwa-peristiwa yang mengakibatkan
pembebasan atau pemecatannya tidak lagi berlawanan dengan pemulihan itu.
Permintaan atau tuntutan untuk itu harus diajukan kepada pengadilan negeri yang
telah mengadili permintaan atau tuntutan akan pembebasan atau pemecatannya, kecuali
jika perkawinan orang yang dibebaskan atau dipecat itu telah dibubarkan karena
perceraian, dalam hal mana permintaan atau tuntutan itu harus diajukan kepada
pengadilan negeri yang telah mengadili tuntutan akan perceraian itu. (KUHPerd.
331; Rv. 207, 211, 221.) Pengadilan negeri mengambil keputusan setelah
mendengar atau memanggil dengan sah, bila mungkin, kedua orang tua, demikian
pula wali atau pengurus perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial yang memangku
perwalian itu, wali pengawas, para anggota keluarga sedarah atau semenda dari
anak-anak dan dewan perwalian.
Bila dipandang perlu, pengadilan
negeri boleh memerintahkan supaya didengar di bawah sumpah saksi-saksi yang
dipilihnya dari keluarga sedarah atau semenda atau dari luar mereka. Alinea-alinea
ketiga, keempat, kelima, keenam dan ketujuh pasal 319g berlaku dalam hal ini.
382e. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Bila anak belum dewasa tidak nyata-nyata berada dalam kekuasaan
seseorang atau kekuasaan pengurus perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial yang
diwajibkan melakukan perwalian menurut putusan hakim, sebagaimana dimaksudkan
dalam bagian ini, atau dalam kekuasaan seseorang atau kekuasaan dewan perwalian
yang kepadanya dipercayakan anak-anak itu menurut penetapan sebagaimana
dimaksudkan dalam pasal 382 alinea ketiga, maka dalam penetapan yang sama
diperintahkan juga penyerahan anak-anak itu kepada pihak yang menurut penetapan
mendapat kekuasaan atas anak-anak itu. Ketentuan-ketentuan dalam alinea-alinea
kedua, ketiga, keempat dan kelima pasal 319h berlaku dalam hal ini.
382f. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.; s.d.u. dg. 1938-622.) Ketentuan pasal 319j berlaku juga terhadap
pembebasan atau pemecatan seorang ayah atau ibu dari perwalian terhadap
anak-anak sendiri.
382g. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis.,
390, 421.) Semua surat permohonan, tuntutan, penetapan, pemberitahuan dan semua
surat lain yang dibuat guna memenuhi ketentuan-ketentuan dalam bagian ini
adalah bebas dari meterai. (Zeg. 31, II, 61?.) Segala permintaan termaksud
dalam bagian ini, yang berasal dari dewan perwalian, harus dilayani dengan
cuma-cuma, demikian pula segala salinan pertama, salinan dan petikan yang
diminta oleh dewan perwalian guna kepentingan tugas yang diperintahkan
kepadanya, oleh panitera diberikan kepadanya dengan cuma-cuma. (Rv. 888 dst.)
Bagian 10
Pengawasan wali atas pribadi anak belum dewasa
383. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Wali harus menyelenggarakan pemeliharaan dan pendidikan bagi anak
belum dewasa menurut kemampuan harta kekayaannya dan harus mewakili anak belum
dewasa itu dalam segala tindakan perdata. (LN. 1953-86, pasal 7.)(1) `Anak
belum dewasa harus menghormati walinya.
(KUHPerd. 78, 151, 282, 298, 361, 388, 399, 421, 452, 904, 1330, 1447 dst.,
1798.)
384. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Bila wali, berdasarkan alasan-alasan yang penting, merasa tidak puas
terhadap kelakuan si anak belum dewasa, maka atas permintaan wali sendiri atau
atas permintaan dewan perwalian, asal saja dewan diminta oleh wali untuk itu,
pengadilan negeri boleh memerintahkan penempatan anak itu untuk waktu tertentu
dalam sebuah lembaga negara atau swasta yang akan ditunjuk oleh Menteri
Kehakiman. Penempatan itu dilakukan atas biaya si anak belum dewasa, dan bila
ia tidak mampu, atas biaya wali; penempatan semacam itu hanya boleh dilakukan
selama-lamanya enam bulan berturut-turut, bila pada hari penetapan hakim si
anak belum dewasa belum mencapai umur empat belas tahun, atau selama-lamanya
satu tahun bila pada hari penetapan ia telah mencapai umur tersebut, dan sekali-kali
tidak boleh melewati saat anak belum dewasa menjadi dewasa. (KUHPerd. 320 dst., 452.)
Pengadilan negeri tidak boleh
memerintahkan penempatan itu sebelum mendengar atau memanggil secara sah wali
pengawas, para keluarga sedarah dan semenda dari anak belum dewasa, dewan
perwalian dan, tanpa mengurangi ketentuan dalam alinea berikut, juga si anak
belum dewasa sendiri. Bila si anak belum dewasa tidak datang menghadap pada
hari yang ditentukan untuk mendengarnya, maka pengadilan negeri menunda pemeriksaan
sampai pada hari yang ditentukan, dan memerintahkan agar anak belum dewasa itu
pada hari tersebut dibawa ke depannya oleh juru sita atau polisi; penetapan ini
dilaksanakan alas perintah jawatan kejaksaan; bila ternyata si anak belum
dewasa pada hari itu pun juga tidak datang menghadap, maka pengadilan negeri,
tanpa mendengarnya, memerintahkan atau menolak penempatannya.
Dalam hal ini tidak perlu
diperhatikan bentuk acara lebih lanjut, melainkan perintah penempatan itulah
yang harus diberikan, tetapi itu pun tidak perlu memuat alasan-alasannya. Bila
pengadilan negeri dalam penetapannya memutuskan, bahwa si anak belum dewasa dan
si wali tidak mampu membiayai penempatan itu, maka semua biaya menjadi beban
negara. Penetapan yang memerintahkan suatu penempatan, dilaksanakan atas
perintah, setelah ada permintaan dari pihak wali.
384a. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Dengan penetapan Menteri Kehakiman, si anak belum dewasa
sewaktu-waktu boleh dikeluarkan dari lembaga termaksud dalam pasal yang lalu,
bila alasan-alasan yang mengakibatkan penempatan itu telah tidak ada atau bila
keadaan jasmani dan rohani anak belum dewasa itu tidak mengizinkan penempatan
lebih lama. Wali selalu leluasa untuk mempersingkat waktu penempatan yang telah
ditentukan dalam perintah. Untuk memperpanjang waktu penempatan, perlu
diperhatikan lagi ketentuan dalam pasal yang lalu. Pengadilan negeri hanya
boleh memerintahkan perpanjangan waktu itu, tiap-tiap kali tidak lebih dari
enam bulan berturut-turut; perintah itu tidak boleh diberikan sebelum mendengar
permintaan itu dari kepala lembaga tempat anak belum dewasa itu tinggal pada
waktu permintaan perpanjangan diajukan atau dari seorang penggantinya.
Bagian 11
Tugas pengurusan wali
385. Wali harus mengurus harta
kekayaan anak belum dewasa laksana seorang bapak rumah tangga yang baik dan
bertanggungjawab atas biaya, kerugian dan bunga yang diperkirakan timbul karena
pengurusan yang buruk. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila kepada si
anak belum dewasa, baik dengan suatu akta antara orang-orang yang masih hidup,
maupun dengan sebuah wasiat, telah dihibahkan atau dihibahwasiatkan sejumlah
harta benda dan pengurusannya itu dipercayakan kepada seorang pengurus atau
lebih yang telah ditunjuk, maka ketentuan-ketentuan pasal 307, yang berlaku
bagi pemangku kekuasaan orang tua, berlaku juga bagi wali. (KUHPerd. 391, 400, 452.)
386. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Dalam waktu sepuluh hari setelah perwalian mulai berlaku, wali harus
menuntut pengangkatan penyegelan, bila penyegelan ini telah dilakukan, dan
dengan dihadiri oleh wali pengawas, segera membuat atau menyuruh membuat daftar
barang-barang kekayaan si anak belum dewasa. (Ov. 100 dst.) Daftar
barang-barang atau inventaris itu boleh dibuat di bawah tangan; tetapi dalam
segala hal keberesannya harus dikuatkan di bawah sumpah oleh wali sendiri di
hadapan balai harta peninggalan; bila inventaris itu dibuat di bawah tangan,
inventaris itu harus diserahkan kepada balai harta peninggalan. (KUHPerd. 370 dst, 417; 452; Rv. 663
dst., 672 dst.; Wsk. 50.)
387. Bila si anak belum dewasa
berutang kepada wali, maka hal itu harus dijelaskan dalam inventaris; dalam hal
tidak ada penjelasan dalam inventaris yang demikian itu, wali tidak akan
diperbolehkan menagih sesuatu yang dipiutangkannya, sebelum anak belum dewasa
itu menjadi dewasa; tambahan lagi, ia akan kehilangan segala bunga dan angsuran
atas jumlah pokok yang sedianya dapat ditagih semenjak pembuatan inventaris
sampai saat anak belum dewasa menjadi dewasa; tetapi selama masa itu, bagi
wali, kedaluwarsa tidak berlaku.
(KUHPerd. 452, 1986.)
388. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Pada permulaan setiap perwalian, kecuali yang dilakukan oleh ayah
atau ibu, balai harta peninggalan, setelah mendengar wali pengawas bila bukan
balai harta peninggalan sendiri yang menjadi wali pengawas, dan setelah
memanggil keluarga sedarah atau semenda si anak belum dewasa, menurut perkiraan
dan dalam keseimbangan dengan harta kekayaan yang harus diurus, harus
menentukan jumlah uang yang diperlukan untuk biaya hidup anak belum dewasa itu
beserta biaya yang diperlukan guna mengurus harta kekayaan; semuanya itu tidak
mengurangi kemungkinan campur tangan pengadilan negeri, bila balai harta
peninggalan tidak menyetujui pendapat sebagian besar keluarga anak belum dewasa
yang hadir. Dalam akta yang sama harus ditentukan pula, apakah wali, dalam
menjalankan pengurusan, diperkenankan pula dengan upah menggunakan seorang
pengurus khusus atau lebih, yang akan mewakili wali dan di bawah tanggungjawab
wali. (KUHPerd. 333 dst., 345, 361, 372,
452.)
389. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Wali wajib mengusahakan supaya dijual segala meja-kursi atau
perkakas rumah tangga, yang pada permulaan atau selama perwalian jatuh ke dalam
kekayaan si anak belum dewasa, demikian juga barang-barang bergerak yang tidak
memberikan hasil, pendapatan atau keuntungan, kecuali barang-barang yang
menurut alamnya dapat disimpan, asal saja dengan persetujuan balai harta
peninggalan dan setelah mendengar atau memanggil dengan sah wali pengawas, bila
yang menjadi wali-pengawas bukan balai harta peninggalan sendiri, serta
keluarga sedarah atau semenda.
Penjualan harus dilakukan di muka
umum oleh petugas yang berhak, dengan memperhatikan kebiasaan-kebiasaan
setempat, kecuali jika pengadilan, setelah mendengar dan memanggil seperti di
atas, kiranya memerintahkan, bahwa barang-barang tertentu yang ditunjuk, untuk
kepentingan anak belum dewasa, harus dijual di bawah tangan dengan harga atau
di atas harga yang telah ditaksir oleh ahli-ahli yang diangkat untuk itu. (KUHPerd. 417.) Pengadilan negeri boleh
juga, setelah mendengar seperti di atas, mengizinkan penjualan di muka umum
atau di bawah tangan akan barang-barang bergerak yang sehubungan dengan
ketentuan alinea pertama pasal ini telah disimpan dalam wujud asli, bila
kepentingan si anak belum dewasa menghendakinya. Barang-barang dagangan boleh
dijual di bawah tangan oleh wali dengan perantaraan makelar, komisioner atau
orang lain yang sejajar, dengan harga kurs yang berlaku, sedangkan hasil-hasil
tanah hendaknya dijual di pasar atau di mana saja dengan harga pasar. (KUHPerd.
333 dst., 390, 511 dst., 515, 1012; KUHD. 62, 76; Rv. 678 dst.)
390. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Si ayah atau si ibu, sejauh menurut undang-undang mempunyai hak
nikmat hasil atas harta kekayaan si anak belum dewasa, bebas dari kewajiban
menjual perabot rumah tangga atau barang-barang bergerak lainnya, bila mereka
lebih suka menyimpannya dengan maksud mengembalikannya dalam keadaan aslinya
kelak kepada si anak belum dewasa.
Dalam hal itu mereka, atas biaya
sendiri, harus menyuruh seorang ahli, yang akan diangkat oleh wali pengawas dan
mengangkat sumpah di depan kepala pemerintahan daerah, untuk menaksir harga
sebenarnya barang-barang tersebut. Barang-barang yang tidak dapat diserahkan
kembali dalam wujud aslinya harus ditanggung dengan sejumlah harga uang
taksiran. (KUHPerd. 311, 370, 389, 1078;
Wsk. 38.)
391. Wali diwajibkan membungakan
sisa penghasilan setelah pendapatan dikurangi dengan pengeluaran, bila saldo
untung melebihi seperempat daripada pendapatan biasa si anak belum dewasa. (S.
1897-231.) Mereka tidak boleh membungakan uang tunai si anak belum dewasa,
selain dengan cara membeli surat-surat pendaftaran dalam buku utang besar
Kerajaan Belanda, membeli surat-surat piutang atas beban Indonesia dan
memindahkannya atas nama si anak belum dewasa, membeli barang-barang tetap atau
membeli surat-surat piutang berbunga, dan dengan memberi jaminan hipotek atas
barang-barang tak bergerak, yang harganya dibebaskan dari segala beban
sekurang-kurangnya sepertiga lebih dari jumlah uang yang diperbungakan.
Bila wali lalai selama satu tahun untuk
membungakan sejumlah uang dengan cara seperti diperintahkan dalam pasal ini,
mereka harus membayar bunga uang itu menurut undang-undang. (KUHPerd. 370, 372, 385, 393, 452, 1250, 1767; S. 1848-22.)
392. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Bila dalam harta kekayaan si anak belum dewasa terdapat
sertipikat-sertipikat utang nasional, wali wajib memindahkannya ke dalam buku
besar atas nama anak belum dewasa itu. Surat piutang atas beban Indonesia pun
harus dipindahkannya atas nama si anak belum dewasa. Dengan ancaman hukuman
membayar biaya, kerugian dan bunga, wali pengawas harus berusaha agar peraturan
ini dilaksanakan. Bagaimana balai harta peninggalan menurut pasal ini dan
pasal-pasal 371 dan 374 harus melaksanakan kewajiban untuk membayar ganti
kerugian bagi semua anggota majelis bersama-sama atau bagi setiap anggota
khususnya, diatur oleh pemerintah dalam sebuah instruksi bagi semua balai harta
peninggalan. (KUHPerd. 370, 372, 391,
416, 1365 dst.; S. 1891-21, bdk. Wsk. 24.)
393. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Wali tidak boleh meminjam uang untuk kepentingan si anak belum
dewasa, juga tidak boleh mengasingkan atau menggadaikan barang-barang tak
bergerak, pula tidak boleh menjual atau memindahtangankan surat-surat utang
negara, piutang-piutang dan andil-andil, tanpa memperoleh kuasa untuk itu dari
pengadilan negeri. Pengadilan negeri tidak akan memberikan kuasa ini, kecuali
atas dasar keperluan yang mutlak atau bila jelas bermanfaat dan setelah
mendengar atau memanggil dengan sah keluarga sedarah atau semenda anak belum
dewasa dan wali pengawas. (KUHPerd. 309,
333 dst., 372, 397 dst., 412, 425, 452, 1076, 1170, 1216, 1330 dst., 1448,
1852; Rv. 684 dst.; LN. 1953-86 pasal 7 di bawah KUHPerd. 383)
394. Bila wali hendak menjual
barang-barang tak bergerak, maka surat permohonan yang diajukan oleh wali harus
dilampiri sebuah daftar segala harta kekayaan si anak belum dewasa dan dalam
daftar itu harus disebutkan barang-barang yang hendak dijual. Pengadilan negeri
berwenang untuk mengizinkan penjualan barang-barang itu, baik barang-barang
yang ditunjuk maupun barang-barang lain, yang menurut pertimbangan pengadilan
negeri penjualan barang-barang itu tidak menimbulkan begitu banyak kerugian
bagi si anak belum dewasa. (KUHPerd.
425, 452.)
395. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Penjualan harus dilakukan di muka umum, di hadapan wali pengawas,
oleh pegawai yang berhak dan menurut kebiasaan setempat. (AB. 15; KUHPerd. 370, 396, 452; Rv. 684 dst.)
396. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390,
421.) Pengadilan negeri boleh mengizinkan penjualan di bawah tangan suatu
barang tak bergerak dalam hal-hal yang luar biasa dan bila kepentingan anak
belum dewasa menghendakinya. Izin itu tidak akan diberikan, kecuali atas
permintaan wali yang harus disertai alasan-alasannya dan dengan persetujuan
bersama dari wali pengawas dan keluarga sedarah atau semenda. Bila keluarga
sedarah atau semenda tidak semua datang menghadap atas panggilan, maka cukup
persetujuan bersama dari mereka yang datang. Barang tidak bergerak itu tidak
boleh dijual dengan harga yang lebih rendah dari harga yang sebelum pemberian
izin telah ditaksir oleh tiga orang ahli yang diangkat oleh pengadilan negeri. (KUHPerd. 333 dst., 397 dst., 452; Rv.
685.)
397. Segala bentuk acara yang ditentukan
dalam pasal 393 tidak berlaku, bila dalam suatu putusan pengadilan, atas
permintaan salah seorang di antara beberapa orang pemilik barang yang belum
dibagi, diperintahkan menjualnya, kecuali bahwa penjualan itu selalu harus
dilakukan di muka umum. (KUHPerd. 452;
Rv. 684 dst.)
398. Bila hakim, sehubungan dengan
pasal 393, mengizinkan penjualan surat-surat berharga milik si anak belum
dewasa, maka boleh ditetapkan bahwa penjualan itu hendaknya dilakukan di bawah
tangan, asalkan surat-surat tersebut adalah sedemikian rupa, sehingga harganya
pada hari penjualan dapat diperlihatkan dalam surat kabar biasa mengenai harga
atau pemberitahuan sejenis itu, sebagaimana lazimnya dikeluarkan di Indonesia. (KUHPerd. 396, 452; KUHD 62.)
399. Wali tidak boleh menjual barang
tak bergerak si anak belum dewasa, selain dengan lelang umum. Dalam hal itu
pembelian tidak akan mempunyai kekuatan, sebelum disahkan pengadilan negeri
menurut syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dalam alinea-alinea kedua, ketiga
dan keempat pasal 396. (KUHPerd. 452,
1470.)
400. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Wali tidak boleh menyewa atau mengambil sebagai hak usaha untuk diri
sendiri barang-barang si anak belum dewasa, kecuali bila pengadilan negeri
telah mengizinkan syarat-syaratnya setelah mendengar atau memanggil dengan sah
keluarga sedarah atau semenda si anak belum dewasa dan wali pengawas; dalam hal
demikian, wali pengawaslah yang berhak mengadakan perjanjian dengan si wali. (KUHPerd. 417, 452.) Tanpa izin yang
sama, wali tidak boleh menerima penyerahan hak atau piutang terhadap mereka
yang ada di bawah perwaliannya. (KUHPerd.
333 dst., 370, 385, 452, 613, 1533, 1548.)
401. Wali tidak boleh menerima
warisan yang diperuntukkan bagi si anak belum dewasa, selain dengan hak
istimewa akan pendaftaran harta peninggalan. (KUHPerd. 1046.) Wali tidak boleh
menolak warisan tanpa izin untuk itu yang diperoleh dengan cara yang ditentukan
dalam pasal 393. (KUHPerd. 371, 386,
430, 452, 1023, 1057, 1448.)
402. Izin yang sama diperlukan juga
untuk menerima sebuah hibah yang diperuntukkan bagi si anak belum dewasa;
akibat hibah yang demikian adalah sama seperti akibat hibah yang diberikan
kepada seorang yang telah dewasa. (KUHPerd.
452, 1448, 1677, 1685, 1687.)
403. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Sebelum mengajukan gugatan di muka hakim untuk si anak belum dewasa,
atau sebelum membelanya terhadap suatu gugatan, atas tanggung jawab sendiri si
wali boleh meminta kepada balai harta peninggalan supaya dikuasakan untuk itu;
balai itu, atas permintaan tersebut, harus menanyakan terlebih dulu pendapat
para keluarga sedarah atau semenda si anak belum dewasa, demikian pula pendapat
wali pengawas, sekiranya perwalian pengawas tidak dilakukan oleh balai harta
peninggalan sendiri. Wali yang tanpa izin tersebut mengajukan gugatan di muka
hakim atau mengadakan pembelaan atas suatu gugatan, dapat dihukum oleh hakim
untuk membayar segala biaya perkara dengan uangnya sendiri, bila dipandangnya
bahwa tidak dengan alasan yang layak perkara itu dimulainya atau dipertahankannya;
hal ini tidak mengurangi kewajiban wali untuk membayar biaya, kerugian dan
bunga, sekiranya ada alasan untuk itu. Hukuman yang sama dapat juga diberikan
bila ternyata bahwa izin tersebut didapatnya karena penuturan yang bohong atau
penyembunyian keadaan yang sebenarnya. (KUHPerd.
333 dst., 404 dst., 452, 1448; Wsk. 13; Rv. 58 dst..)
404. Dalam suatu perkara yang
diajukan terhadap si anak belum dewasa, wali tidak leluasa menyatakan menerima
putusan tanpa kuasa untuk itu dari balai harta peninggalan dengan cara yang
disebutkan dalam permulaan pasal yang lalu. (KUHPerd. 403, 452; Wsk. 13.)
405. Wali diharuskan mendapat izin
yang sama, bila ia hendak meminta pemisahan atau pembagian; tetapi tanpa izin
ia boleh menjawab tuntutan akan pemisahan atau pembagian yang diajukan terhadap
anak belum dewasa. (KUHPerd. 403, 452;
1066.)
406. Ketentuan-ketentuan yang harus
diperhatikan dalam hal pemisahan dan pembagian harta yang menyangkut
kepentingan anak belum dewasa, ditetapkan dalam Bab XVII Buku Kedua yang berjudul
Pemisahan Harta Peninggalan. KUHPerd.
401, 452, 1066 dst., 1072 dst., 1448.)
406a. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Bila anak-anak belum dewasa yang berada di bawah beberapa orang wali
mempunyai harta kekayaan yang sama, pengadilan negeri boleh menunjuk salah
seorang dari mereka atau orang lain untuk menyelenggarakan pengurusan harta
kekayaan itu sampai pemisahan dan pembagian selesai, atas jaminan yang
ditentukan pengadilan negeri. (KUHPerd.
319e6.)
407. Tanpa izin yang dibicarakan
dalam pasal 393, wali tidak boleh mengadakan perdamaian atas nama si anak belum
dewasa, pula tidak diperbolehkan menyerahkan penyelesaian suatu perkara kepada
wasit. (KUHPerd. 452, 1448; 1851; Rv.
615 dst.)
408. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Jika si ayah atau si ibu dan istrinya atau suaminya yang telah lebih
dulu meninggal dunia, dulunya kawin dengan harta bersama secara penuh atau
terbatas, maka pengadilan negeri, setelah mendengar atau memanggil dengan sah
para keluarga sedarah atau semenda beserta wali pengawas, boleh memberi kuasa
kepadanya agar selama waktu yang ditentukan, bahkan sampai si anak yang belum
dewasa menjadi dewasa, terus menguasai harta kekayaan itu, pendapatan
perusahaan, perdagangan, pabrik atau yang sejenis itu. Izin ini tidak dapat diberikan,
kecuali jika setelah pengadilan negeri melihat daftar kekayaan, ternyata bahwa
kepentingan anak belum dewasa adalah sangat besar dan ada jaminan yang
diberikan oleh wali atau wali pengawas. Izin tersebut, atas permohonan wali
atau wali pengawas, boleh dicabut setelah mendengar seperti di atas. Bahkan
kejaksaan, karena jabatan, boleh menuntut pencabutan izin itu. (KUHPerd. 119, 127, 153, 155, 333 dst.,
370, 452.)
Bagian 12
Perhitungan pertanggungjawaban perwalian
409. Setiap wali, pada akhir
perwalian wajib mengadakan perhitungan penutup dan pertanggungjawaban. (KUHPerd. 342, 372, 378, 381b, 452; Rv.
580-8?; IR. 233.)
410. (s.d.u. dg. S. 1917-497; S.
1927-31 jis. 390, 421.) Perhitungan dan pertanggungjawaban itu harus dilakukan
atas biaya dan kepada si anak belum dewasa bila ia telah menjadi dewasa, atau
kepada ahli warisnya bila ia telah meninggal, atau kepada pengganti pengurus.
Wali harus membayar lebih dulu biaya-biaya untuk itu. Dalam perhitungan itu,
untuk semua pengeluaran yang perlu, yang pantas dan yang cukup beralasan, wali
harus mendapat penggantian. (KUHPerd.
330, 370, 419, 452; Rv. 99, 764 dst.)
411. (s.d.u. dg. S. 1928-546.) Semua
wali, kecuali ayah, ibu dan wali peserta, boleh memperhitungkan upah sebesar
tiga persen dari segala pendapatan, dua persen dari segala pengeluaran, dan
satu setengah persen dari modal yang mereka terima, kecuali jika mereka lebih
suka menerima upah yang ditentukan dengan surat wasiat atau dengan akta otentik
tersebut dalam pasal 355; dalam hal yang demikian mereka tidak boleh
memperhitungkan upah yang lebih besar. (Ov. 22, 80; KUHPerd. 388, 452, 1794; S. 1924-523.) (Dg. S. 1927-31 ditambahkan
alinea kedua, kemudian dicabut lagi dg. S. 1927-456.)
412. Setiap persetujuan mengenai
perwalian dan perhitungan-perwalian, yang telah diadakan antara wali dan anak
belum dewasa yang sementara itu menjadi dewasa, adalah batal dan tidak
berharga, bila persetujuan itu tidak didahului perhitungan yang baik dan
pertanggungjawaban dengan alat-alat bukti yang diperlukan; semuanya itu harus
dinyatakan dengan pengakuan tertulis dari pihak yang kepadanya harus dilakukan
perhitungan itu, yang diberikan sekurang-kurangnya sepuluh hari sebelum
persetujuan. (AB. 23; KUHPerd. 452, 904,
1451, 1852.)
413. Perhitungan penutup yang harus
diadakan oleh wali, tanpa ditagih pun harus memberikan bunga sejak hari
perhitungan ditutup. Segala bunga dari apa yang masih menjadi utang si anak
belum dewasa terhadap walinya tidak akan berjalan, kecuali sejak hari teguran pelaksanaan
pembayaran, setelah perhitungan dan pertanggungjawaban ditutup. (KUHPerd. 335 dst., 452, 1149-7?, 1250,
1767; Rv. 580-8?, 704-31, 774; Wsk. 33; S. 1848-22.)
414. Segala tuntutan si anak belum
dewasa terhadap walinya berkenaan dengan tindakan-tindakan perwalian, gugur
karena daluwarsa setelah lewat sepuluh tahun, terhitung sejak anak itu menjadi
dewasa. (KUHPerd. 452, 1946.)
Bagian 13
Balai harta peninggalan dan dewan perwalian
415.
(s.d.u. dg. S. 1921-489; S. 1933-564.) Dalam daerah hukum setiap pengadilan
negeri ada balai harta peninggalan, yang daerah dan tempat kedudukannya sama
dengan daerah dan tempat kedudukan pengadilan negeri. (RO. 117 dst.; RBg. 73
dst.) Pemerintah boleh menentukan, bahwa segala kekuasaan yang diberikan kepada
suatu balai harta peninggalan beserta usaha-usahanya, dipangku dan dijalankan
oleh atau atas nama salah satu balai harta peninggalan yang lain. Dalam hal
demikian, balai harta peninggalan tersebut terakhir harus diwakili oleh seorang
anggota perwakilan yang berkantor di tempat balai harta peninggalan tersebut
pertama.
Kecuali dalam hal yang ditunjukkan
dalam instruksi untuk semua balai harta peninggalan, anggota perwakilan itu
selamanya berkuasa untuk bertindak atas nama balai harta peninggalan. (Wsk. 13;
S. 1934-28 jo. 1948-35.)
Bila pemerintah telah mempergunakan
kekuasaan yang diberikan kepadanya dalam alinea yang lalu, maka balai harta
peninggalan yang diperintahkan bertugas untuk balai harta peninggalan lain,
dalam segala urusan yang mengenai majelis tersebut terakhir, dianggap mempunyai
tempat tinggal semata-mata di kantor anggota perwakilan tersebut. (s.d.u. dg.
S. 1902-222.) Untuk setiap balai harta peninggalan harus diangkat agen-agen di
tempat-tempat yang benar-benar membutuhkannya. (Wsk. 40.) (s.d.t. dg. S.
1916-325.) Penunjukan wakil semua balai harta peninggalan di Negeri Belanda
dilakukan oleh Menteri Urusan Daerah Seberang Lautan, yang harus membuat
instruksi bagi perwakilan tersebut.
416. Instruksi untuk semua balai
harta peninggalan ditentukan oleh pemerintah, setelah mendengar Mahkamah Agung.
Instruksi ini mengatur susunan dan peraturan dalam tiap-tiap balai harta
peninggalan, sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan baru.
(Ov. 70; KUHPerd. 366, 452; Rv. 787; S.
1872-166.)
416a. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421; s.d.u. dg. S. 1933-564.) Dalam daerah hukum setiap pengadilan negeri,
ada sebuah dewan perwalian, yang ditugaskan melakukan segala usaha
pemeliharaan, kecuali campur tangan yang dengan tegas disebutkan dalam kitab
undang-undang ini dan peraturan-peraturan pemerintah lainnya, bagi anak belum
dewasa yang dipercayakan kepadanya dengan putusan hakim menurut pasal 214,
pasal 319f alinea kelima, atau pasal 382 alinea ketiga, seperti juga bagi
anak-anak diserahkan kepadanya oleh kejaksaan menurut pasal 319i atau pasal
382a. (S. 1927-382.) (s.d.t. dg. S. 1933-564.) Daerah dan tempat kedudukan
dewan perwalian sama dengan daerah dan tempat kedudukan pengadilan negeri.
Biaya yang dikeluarkan dewan perwalian dibebankan kepada negara. (s.d.t. dg. S.
1938-622.) Bila dewan perwalian, menurut bab ini atau Bab X, XI, XIV dan XIVA
buku ini, maju ke pengadilan, maka bantuan seorang pengacara atau advokat tidak
diharuskan. (s.d.t. dg. S. 1938-622.) Dewan perwalian harus berusaha, agar
segala uang yang dibayar oleh orang-orang yang menurut buku ini diwajibkan
memberikan tunjangan untuk nafkah dan pendidikan anak belum dewasa, digunakan
sesuai dengan maksudnya.
416b. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.; s.d.u. dg. S. 1933-564.) Tanpa mengurangi ketentuan alinea berikut,
dewan perwalian terdiri dari balai harta peninggalan setempat, dengan jumlah
anggota yang ditentukan oleh pemerintah. (S. 1927-382.) Bila pemerintah
mempergunakan kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh alinea kedua pasal 415,
maka dewan perwalian terdiri dari anggota perwakilan balai harta peninggalan
yang berkedudukan di lain daerah, yaitu anggota yang berkantor di daerah
setempat, dan sejumlah anggota yang ditentukan oleh pemerintah. (S. 1934-28.)
Pegawai balai harta peninggalan melakukan tugas pada dewan perwalian sama
seperti pada balai harta peninggalan. Cara dewan perwalian menunaikan tugasnya,
diatur oleh pemerintah. (S. 1927-382.) Untuk tiap dewan perwalian, di
tempat-tempat yang membutuhkannya diangkat agen-agen.
417. (s.d.u. dg. S. 1925-113 jo.
181; 1927-31 jis. 390, 421.) Setiap balai harta peninggalan dan dewan perwalian
boleh mewakilkan atau menguasakan dirinya kepada salah seorang anggota atau
pegawainya, atau kepada seorang agennya dalam hal bila mereka selaku majelis harus
menunaikan tugas di luar gedung rapat mereka. (KUHPerd. 127, 386, 395, 452, 1071 dst., 1075; F. 67 dst.) Dalam
hal-hal, bila balai harta peninggalan dan dewan perwalian dimintai
pertimbangan, mereka harus menyatakan pendapatnya secara tertulis dengan
alasan-alasannya. (KUHPerd. 38, 41, 381,
384, 389, 393, 400, 408, 418, 422, 455, 1075, 1127; Wsk. 36.)
418. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Balai harta peninggalan dan dewan perwalian tidak bisa
dikesampingkan dan segala campur tangan, yang diperintahkan kepada mereka
menurut ketentuan undang-undang.
(KUHPerd. 366, 449, 451 dst., 1127.) Segala perbuatan dan perjanjian yang
bertentangan dengan ketentuan di atas adalah batal dan tidak berharga. (AB.
23.)
418a. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Kepala daerah dan pegawai catatan sipil wajib sedapat mungkin
memberikan keterangan-keterangan dengan cuma-cuma kepada balai harta
peninggalan dan dewan perwalian, dan dengan cuma-cuma pula memberikan semua
salinan dan petikan dari daftar-daftar yang diminta oleh majelis tersebut untuk
kepentingan tugas yang harus mereka lakukan; salinan dan petikan yang diberikan
itu bebas dari meterai. (Zeg. 31, II, 61?.)
Bab XVI\
Pendewasaan
419. Dengan pendewasaan, seorang
anak yang masih di bawah umur boleh dinyatakan dewasa, atau kepadanya boleh
diberikan hak-hak tertentu orang dewasa. (KUHPerd.
307, 330, 399, 420 dst., 426 dst.)
420. Pendewasaan yang menjadikan
orang yang masih di bawah umur menjadi dewasa, diperoleh dengan venia aetatis
atau surat-surat pernyataan dewasa, yang diberikan oleh pemerintah setelah
mempertimbangkan nasihat Mahkamah Agung.
(KUHPerd. 274.)
421. Permohonan akan surat
pernyataan dewasa boleh diajukan kepada pemerintah oleh anak yang di bawah
umur, bila ia telah mencapai umur dua puluh tahun penuh. Pada surat permohonan
itu harus dilampirkan akta kelahiran, atau bila itu tidak dapat diberikan,
tanda bukti lain yang sah tentang umur yang disyaratkan itu. (KUHPerd. 72, 330, 383; BS. 40.)
422. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Mahkamah Agung tidak memberi nasihat sebelum mendengar atau
memanggil secukupnya kedua orang tua anak yang di bawah umur itu atau orang
tuanya yang masih hidup, dan bila anak yang di bawah umur itu ada dalam
perwalian, walinya, wali pengawasnya dan keluarga-keluarga sedarah atau semenda. (KUHPerd. 300, 306, 333 dst.)
423. (s.d.u. dg. S. 1925-497; S.
1927-31 jis. 390, 421.) Alinea keempat pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan
termaksud dalam pasal yang lampau mengenai para orang tua, wali dan wali
pengawas yang bertempat tinggal atau berdiam di luar kabupaten tempat Mahkamah
Agung berkedudukan. Pegawai yang ditugaskan melakukan pemeriksaan itu, harus
memberikan penjelasan apa saja yang dianggapnya perlu pada waktu mengirimkan
berita acaranya. Berita acara itu dengan penjelasannya harus dilampirkan pada
nasihat yang harus disampaikan oleh Mahkamah Agung kepada pemerintah.
424. Si anak yang telah dinyatakan
dewasa, dalam segala hal sama dengan orang dewasa. (s.d.u. dg. S. 1901-194 jo.
S. 1905-552; S. 1927-31 jis. 390, 421.) Akan tetapi mengenai pelaksanaan
perkawinan, dia tetap wajib untuk meminta izin dari para orang tuanya atau dari
kakek-neneknya atau dari pengadilan negeri menurut ketentuan-ketentuan pasal 35
dan pasal 37, sampai dia mencapai umur dua puluh satu tahun penuh, sedangkan
terhadap anak-anak luar kawin yang telah diakui, pasal 39 alinea pertama tetap
berlaku sampai mereka mencapai umur dua puluh satu tahun penuh. (KUHPerd. 299, 330, 1006.)
425. (s.d.u. dg. S. 1901-194 jo. S.
1905-552; S. 1927-31 jis. 390, 421.) Untuk kepentingan anak yang masih di bawah
umur itu, pemerintah bebas untuk menambahkan dalam surat pernyataan dewasa itu
suatu ketentuan, bahwa meskipun anak itu diberi pernyataan dewasa, dia tidak
diperbolehkan, sampai dia mencapai umur dua puluh satu tahun penuh, untuk
memindahtangankan atau membebani harta tak bergeraknya selain dengan
persetujuan pengadilan negeri di tempat tinggalnya yang diberikan setelah
mendengar atau memanggil secukupnya kedua orang tuanya, atau salah seorang yang
masih hidup dari mereka, atau bila keduanya sudah tidak ada, keluarga-keluarga
sedarah atau semenda. Dalam hal penjualan, pengadilan negeri boleh juga
menyetujui hal itu dilakukan di bawah tangan. (KUHPerd. 393, 396; Rv. 685.) Terhadap pemeriksaan kedua orang
tua, alinea keempat pasal 206 berlaku.
426. (s.d.u. dg. S. 1875-257; S.
1927-31 jis. 390, 421.) Pendewasaan, yang memberikan hak-hak tertentu sebagai
orang dewasa kepada anak yang di bawah umur, boleh diberikan oleh pengadilan
negeri kepada anak yang di bawah umur atas permohonannya, bila dia telah
mencapai umur delapan belas tahun penuh. Hal itu tidak diberikan bila
bertentangan dengan kemauan salah seorang tuanya yang melakukan kekuasaan orang
tua atau perwalian. (KUHPerd. 140, 299
dst., 307 dst., 430 dst.)
427. (s.d.u. dg. S. 1875-257; S.
1927-31 jis. 390, 421.) Pengadilan negeri tidak mengambil keputusan sebelum
mendengar atau memanggil dengan sah kedua orang tuanya, bila anak yang di bawah
umur itu ada dalam kekuasaan orang tuanya, atau bila dia ada dalam perwalian,
mendengar atau memanggil dengan sah walinya, wali pengawasnya, keluarga sedarah
atau semenda, serta kedua orang tuanya atau orang tua yang masih hidup bila
yang melakukan perwalian atas orang yang di bawah umur itu bukan orang tuanya.
Alinea keempat pasal 206 berlaku dalam hal mendengar para orang tua, wali dan
wali pengawas. Sebelum mengambil keputusan, pengadilan negeri boleh
memerintahkan anak yang di bawah umur itu untuk menghadap sendiri. Sebelum
menutup pemeriksaan, pengadilan negeri harus menentukan hari pengambilan
keputusan. Terhadap keputusan pengadilan negeri ini, tidak dapat dimintakan
banding. (KUHPerd. 299 dst., 330, 349,
350, 352, 380 dst., 428; Rv. 327 dst.)
428. (s.d.u. dg. S. 1875-257.) Pada
waktu memberikan pendewasaan, pengadilan negeri harus menentukan dengan tegas,
hak-hak kedewasaan manakah yang diberikan kepada anak yang di bawah umur itu.
(KUHPerd. 430.)
429. Si anak di bawah umur yang
telah mendapat pendewasaan demikian itu, dianggap sebagai orang dewasa hanya
dalam hal perbuatan-perbuatan dan tindakan-tindakan yang dengan tegas
diperintahkan kepadanya, dan ia tidak boleh mengingkari keabsahannya atas dasar
kebelumdewasaan. Untuk hal-hal lainnya dia tetap dalam kedudukan belum dewasa. (KUHPerd. 428, 1446 dst.)
430. Wewenang dan hak-hak yang
diberikan kepada si anak yang belum dewasa menurut pasal-pasal 426, 427, dan
428, tidak boleh lebih daripada wewenang dan hak untuk menerima seluruh atau
sebagian pendapatannya, mengeluarkan dan menggunakan pendapatannya itu,
mengadakan persewaan, menggarap tanah-tanahnya, dan melakukan usaha-usaha yang
perlu untuk itu, melakukan suatu pekerjaan tangan, mendirikan suatu pabrik atau
ikut berusaha dalam itu, dan akhirnya menjalankan mata-pencaharian dan
perdagangan. (s.d.u. dg. S. 1875-257.) Dalam kedua hal tersebut terakhir, anak
yang di bawah umur itu berwenang seperti seorang dewasa untuk mengangkat segala
perjanjian yang berhubungan dengan pabrik itu, mata-pencaharian dan perdagangan
itu, kecuali pemindahtanganan dan pembebanan harta-harta tetapnya dan
pemindahtanganan dan penggadaian efek-efeknya yang memberi bunga, surat-surat
pendaftaran dalam buku besar utang-utang negara, tagihan-tagihan utang hipotek
dan saham-saham dalam perseroan terbatas atau perseroan lain. (s.d.t. dg. S.
1875-257.) Dalam hal perbuatan-perbuatan yang boleh dia lakukan berdasarkan
pendewasaan yang telah diperolehnya, dia boleh bertindak di pengadilan, baik
sebagai penggugat maupun sebagai tergugat. Pasal 21 tidak berlaku terhadap
perbuatan-perbuatan itu. (KUHPerd. 299,
307, 383, 385, 506 dst. 613, 814, 1385, 1446, 1448, 1548 dst., 1677; KUHD 19
dst., 40 dst.)
431. (s.d.u. dg. S. 1875-257; S.
1927-31 jis. 390, 421.) Pendewasaan tersebut dalam lima pasal yang lampau, oleh
pengadilan negeri boleh ditarik kembali, bila anak yang di bawah umur itu
menyalahgunakannya atau bila ada cukup kekhawatiran, bahwa dia akan
menyalahgunakannya. Penarikan kembali dilakukan atas permohonan ayahnya, bila
kedua orang tuanya masih hidup, atau atas permohonan ibunya, bila kekuasaan
orang tua dilakukan olehnya, atau atas permohonan wali atau wali pengawas, bila
orang yang di bawah umur itu berada dalam perwalian.
Terhadap permohonan itu tidak
diambil keputusan sebelum mendengar atau memanggil dengan sah anak yang di
bawah umur itu dan walinya, bila permohonan itu diajukan oleh wali pengawasnya,
atau mendengar atau memanggil dengan sah wali pengawas, bila permohonan
diajukan oleh si wali. Pengadilan negeri boleh memerintahkan supaya keluarga
sedarah atau semenda, dan ayahnya atau ibunya, sekiranya salah seorang dari
antara mereka masih hidup tanpa dibebani tugas perwalian, dipanggil untuk
didengar. Pengadilan mengambil keputusan tanpa banding. (KUHPerd. 299 dst., 330, 333 dst., 370, 427.) (s.d.t. dg. S. 1927-31
jis. 390, 421.) Alinea keempat pasal 206 tidak berlaku terhadap pemeriksaan
para orang tua, wali dan wali pengawas.
432. Semua pendewasaan tersebut
dalam bab ini, demikian pula pencabutannya menurut pasal-pasal yang lampau,
harus diumumkan dengan cara membuat maklumat dan memasangnya dalam berita
negara. (Ov. 105.) Dalam maklumat pendewasaan itu, harus dicantumkan dengan
teliti, bagaimana dan untuk apa hal itu diberikan. Sebelum diadakan maklumat
ini, baik pendewasaan itu maupun pencabutannya, tidak berlaku terhadap pihak
ketiga. (KUHPerd. 430 dst.; S. 1851-51.)
Bab XVII
Pengampuan
433. Setiap orang dewasa, yang
selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus ditempatkan di
bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya.
Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan. (KUHPerd. 456 dst., 460, 462, 895, 1006,
1330.)
434. Setiap keluarga sedarah berhak
minta pengampuan keluarga sedarahnya berdasarkan keadaan dungu, gila atau mata
gelap. Disebabkan karena pemborosan, pengampuan hanya dapat diminta oleh para
keluarga sedarah dalam garis lurus, dan oleh mereka dalam garis samping sampai
derajat keempat.
Dalam satu dan lain hal, suami atau
istri dapat minta pengampuan bagi istrinya atau suaminya. Barangsiapa, karena
lemah akal pikirannya, merasa tidak cakap mengurus kepentingan diri sendiri
dengan baik, dapat minta pengampuan bagi diri sendiri. (KUHPerd. 114, 290 dst. 445; IR. 229 dsb.)
435. Bila seseorang yang dalam
keadaan mata gelap tidak dimintakan pengampuan oleh orang-orang tersebut dalam
pasal yang lalu, maka jawatan kejaksaan wajib memintanya. Dalam hal dungu atau
gila, pengampuan dapat diminta oleh jawatan kejaksaan bagi seseorang yang tidak
mempunyai suami atau istri, juga yang tidak mempunyai keluarga sedarah yang
dikenal di Indonesia.
436. Semua permintaan untuk
pengampuan harus diajukan kepada pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya
tempat berdiam orang yang dimintakan pengampuan. (KUHPerd. 17 dst.)
437. Peristiwa-peristiwa yang
menunjukkan keadaan dungu, gila mata gelap atau keborosan, harus dengan jelas
disebutkan dalam surat permintaan, dengan bukti-bukti dan penyebutan
saksi-saksinya. (KUHPerd. 440, 456 dst.,
1909, 1914.)
438. Bila pengadilan negeri
berpendapat, bahwa peristiwa-peristiwa itu cukup penting guna mendasarkan suatu
pengampuan, maka perlu didengar para keluarga sedarah atau semenda. (KUHPerd. 290, 333 dst., 453; IR. 230.)
439. Pengadilan negeri, setelah
mendengar atau memanggil dengan sah orang-orang tersebut dalam pasal yang lalu,
harus mendengar pula orang yang dimintakan pengampuan; bila orang ini tidak
mampu untuk datang, maka pemeriksaan harus dilangsungkan di rumahnya oleh
seorang atau beberapa orang hakim yang diangkat untuk itu, disertai oleh
panitera, dan dalam segala hal dihadiri oleh jawatan kejaksaan. (KUHPerd. 445.)
Bila rumah orang yang dimintakan
pengampuan itu terletak dalam jarak sepuluh pal lebih dari pengadilan negeri,
maka pemeriksaan dapat dilimpahkan kepada kepala pemerintahan setempat. Dari
pemeriksaan ini, yang tidak usah dihadiri oleh jawatan kejaksaan, harus dibuat
berita acara yang salinan otentiknya dikirimkan kepada pengadilan negeri. (KUHPerd. 445, 1023.)
Pemeriksaan tidak akan berlangsung
sebelum kepada yang dimintakan pengampuan itu diberitahukan isi surat
permintaan dan laporan yang memuat pendapat dari anggota-anggota keluarga
sedarah. (KUHPerd. 441, 443, 455.)
440. Bila pengadilan negeri, setelah
mendengar atau memanggil dengan sah keluarga sedarah atau semenda, dan setelah
mendengar pula orang yang dimintakan pengampuan, berpendapat bahwa telah cukup
keterangan yang diperoleh, maka pengadilan dapat memberi keputusan tentang
surat permintaan itu tanpa tata-cara lebih lanjut; dalam hal yang sebaliknya,
pengadilan negeri harus memerintahkan pemeriksaan saksi-saksi agar
peristiwa-peristiwa yang dikemukakannya menjadi jelas. (KUHPerd. 437, 445.)
441. Setelah mengadakan pemeriksaan
tersebut dalam pasal 439, bila ada alasan, pengadilan negeri dapat mengangkat
seorang pengurus sementara untuk mengurus pribadi dan barang-barang orang yang
dimintakan pengampuannya. (KUHPerd. 445
dst., 449; IR. 231.)
442. Putusan atas suatu permintaan
akan pengampuan harus diucapkan dalam sidang terbuka, setelah mendengar atau
memanggil dengan sah semua pihak dan berdasarkan kesimpulan jaksa. (KUHPerd. 445.)
443. Bila dimohonkan banding, maka
hakim banding, sekiranya ada alasan, dapat mendengar lagi atau menyuruh
mendengar lagi orang yang dimintakan pengampuan. (KUHPerd. 439; IR. 236.)
444. Semua penetapan dan putusan
yang memerintahkan pengampuan, dalam waktu yang ditetapkan dalam penetapan atau
keputusan itu, harus diberitahukan oleh pihak yang memintakan pengampuan kepada
pihak lawannya dan diumumkan dengan menempatkannya dalam berita negara;
semuanya atas ancaman hukuman membayar segala biaya, kerugian dan bunga
sekiranya ada alasan untuk itu. (Ov.
105; KUHPerd. 445 dst., 461.)
445. Bila pengampuan diminta
sehubungan dengan alinea keempat pasal 434, pengadilan negeri mendengar para
keluarga sedarah atau keluarga semenda dan, sendiri atau dengan wakilnya, si
suami atau si istrinya yang meminta, sekiranya ini berada di Indonesia; juga
harus dilakukan ketentuan-ketentuan dalam pasal 439 alinea kesatu dan kedua,
440, 441 dan 442. Dalam hal demikian, jawatan kejaksaan harus menyelenggarakan
pengumuman mengenai keputusan dengan cara yang ditentukan dalam pasal 444.
446. Pengampuan mulai berjalan,
terhitung sejak putusan atau penetapan diucapkan. Semua tindak perdata yang
setelah itu dilakukan oleh orang yang ditempatkan di bawah pengampuan, adalah
batal demi hukum. Namun demikian, seseorang yang ditempatkan di bawah
pengampuan karena keborosan, tetap berhak membuat surat-surat wasiat. (KUHPerd. 88, 441, 444, 449, 895, 1330,
1446, 1813; Rv. 248-2?.)
447. Semua tindak perdata yang
terjadi sebelum perintah pengampuan diucapkan berdasarkan keadaan dungu, gila
dan mata gelap, boleh dibatalkan, bila dasar pengampuan ini telah ada pada saat
tindakan-tindakan itu dilakukan.
(KUHPerd. 61-3?, 88, 1330-2?.)
448. Setelah seseorang meninggal
dunia, maka segala tindak perdata yang telah dilakukannya, kecuali pembuatan
surat-surat wasiat berdasarkan keadaan dungu, gila dan mata gelap, tidak dapat
disanggah, selain bila pengampuan atas dirinya telah diperintahkan atau
dimintakan sebelum ia meninggal dunia, kecuali bila bukti-bukti tentang
penyakit-penyakit itu tersimpul dari perbuatan yang disanggah itu. (KUHPerd. 446, 895, 1320-1?.)
449. Bila keputusan tentang
pengampuan telah mendapatkan kekuatan hukum yang pasti, maka oleh pengadilan
negeri diangkat seorang pengampu. Pengangkatan itu segera diberitahukan kepada
balai harta peninggalan. Pengampuan pengawas diperintahkan kepada balai harta
peninggalan, (KUHPerd. 418.) (s.d.u. dg.
S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam hal yang demikian, berakhirlah segala
campur tangan pengurus sementara, yang wajib mengadakan perhitungan dan
pertanggungjawaban atas pengurusannya kepada pengampu; bila ia sendiri yang
diangkat menjadi pengampu, maka perhitungan dan pertanggungjawaban itu harus di
harus dilakukan kepada pengampu pengawas.
(KUHPerd. 359 dst., 377 dst., 379 dst., 441, 446; Rv. 580-8?; Wak. 60.)
450. Dicabut dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.
451. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Kecuali jika alasan-alasan penting menghendaki pengangkatan orang
lain menjadi pengampu, suami atau istri harus diangkat menjadi pengampu bagi
istri atau suaminya, tanpa mewajibkan si istri mendapatkan persetujuan atau
kuasa apa pun juga untuk menerima pengangkatan itu. (KUHPerd. 103, 300, 349, 359, 377 dst., 379-3?, 380, 418.)
452. Orang yang ditempatkan di bawah
pengampuan berkedudukan sama dengan anak yang belum dewasa. Bila seseorang yang
karena keborosan ditempatkan di bawah pengampuan hendak melangsungkan
perkawinan, maka ketentuan-ketentuan pasal 38 dan pasal 151 berlaku
terhadapnya. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Ketentuan undang-undang
tentang perwalian atas anak belum dewasa, yang tercantum dalam pasal 331 sampai
dengan 344, pasal-pasal 362, 367, 369 sampai dengan 388, 391 dan berikutnya
dalam Bagian 11, 12, dan 13 Bab XV, berlaku juga terhadap pengampuan. (Ov. 23; KUHPerd. 63, 330, 458, 539,
1006, 1046, 1149-7?, 1330 dst., 1446, 1454, 1813; Rv. 336; KUHP. 35, 37, 524.)
453. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Bila seseorang yang ditempatkan di bawah pengampuan mempunyai
anak-anak belum dewasa serta menjalankan kekuasaan orang tua, sedangkan istri
atau suaminya telah dibebaskan atau diberhentikan dari kekuasaan orang tua,
atau berdasarkan pasal 246 tidak diperintahkan menjalankan kekuasaan orang tua
atau tidak memungkinkan untuk menjalankan kekuasaan orang tua, seperti juga
jika orang yang di bawah pengampuan itu menjadi wali atas anak-anaknya yang
sah, maka demi hukum pengampu adalah wali atas anak-anak belum dewasa itu
sampai pengampuannya dihentikan, atau sampai istri atau suaminya memperoleh
perwalian itu karena penetapan yang dimaksudkan dalam pasal 206 dan pasal 230,
atau mendapatkan kekuasaan orang tua berdasarkan pasal 246a, atau dipulihkan
dalam kekuasaan orang tua atau perwalian.
(KUHPerd. 300, 345, 353, 458.)
454. Penghasilan orang yang
ditempatkan di bawah pengampuan karena keadaan dungu, gila atau mata gelap,
harus digunakan khusus untuk memperbaiki nasibnya dan memperlancar penyembuhan. (KUHPerd. 388, 391, 451.)
455. Dicabut dg. S. 1897-53.
456. (s.d.u. dg. S. 1897-53.)
Terhadap orang-orang yang tidak dapat dibiarkan mengurus diri sendiri atau
membahayakan keamanan orang lain karena kelakuannya terlanjur buruk dan
terus-menerus buruk, harus dilakukan tindakan seperti diatur dalam Reglemen
Susunan Kehakiman dan Kebijaksanaan Mengadili di Indonesia. (RO. 134; KUHPerd. 455, 457; IR. 234.)
457. Dalam hal adanya kepentingan
yang mendesak, para kepala daerah setempat, menjelang pengesahan pengadilan
negeri, berkuasa memerintahkan penahanan sementara orang-orang yang dimaksud
dalam pasal-pasal yang lalu. Mereka wajib untuk bertindak dengan cermat; dan
selambat-lambatnya dalam empat hari atau, dalam hal tempat kedudukan pengadilan
negeri yang bersangkutan ada di pulau lain, dengan kapal yang pertama, mereka
harus mengirimkan surat-surat tentang penahanan kepada kejaksaan yang
berwenang, yang harus menyampaikan lagi surat-surat itu dengan tuntutannya
kepada pengadilan negeri segera setelah menerima surat-surat itu. Bila
pengadilan negeri tidak menemukan alasan-alasan guna menguatkan penahanan, maka
dengan putusan harus diperintahkan supaya orang yang ditahan itu segera
dikeluarkan dari tahanan. Putusan ini harus segera dilaksanakan oleh kepala
daerah yang bersangkutan segera setelah diterimanya, dan hal itu harus
diberitahukan kepada kejaksaan dengan cara seperti yang ditentukan dalam alinea
kedua pasal ini. (KUHPerd. 462.)
458. Seorang anak belum dewasa yang
ada di bawah pengampuan tidak dapat melakukan perkawinan, pula tidak dapat
mengadakan perjanjian-perjanjian, selain dengan memperhatikan
ketentuan-ketentuan pada pasal 38 dan pasal 151. (KUHPerd. 453.)
459. Tidak seorang pun, kecuali
suami-istri dan keluarga sedarah dalam garis ke atas atau ke bawah, wajib
menjalankan suatu pengampuan lebih dari delapan tahun lamanya; setelah waktu
itu lewat, pengampu boleh minta dibebaskan dan permintaan ini harus dikabulkan. (KUHPerd. 290 dst., 376 dst.)
460. Pengampuan berakhir bila
sebab-sebab yang mengakibatkannya telah hilang; tetapi pembebasan dari
pengampuan ini tidak akan diberikan, selain dengan memperhatikan tata cara yang
ditentukan oleh undang-undang guna memperoleh pengampuan, dan karena itu orang
yang ditempatkan di bawah pengampuan tidak boleh menikmati kembali hak-haknya
sebelum keputusan tentang pembebasan pengampuan itu memperoleh kekuatan hukum
yang pasti. (KUHPerd. 88, 433 dst., IR.
232.)
461. Pembebasan diri pengampuan
harus diumumkan dengan cara yang diatur dalam pasal 444.
Ketentuan penutup
462. Seorang anak belum dewasa yang
berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, tidak boleh ditempatkan di
bawah pengampuan, tetapi tetap berada di bawah pengawasan ayahnya, ibunya atau
walinya. (KUHPerd. 299, 330, 383, 433.)
Alinea kedua dan ketiga dicabut berdasarkan S. 1897-53.
Bab XVIII
Ketidakhadiran
Bagian 1
Ketentuan-ketentuan sementara
463. Bila seseorang meninggalkan
tempat tinggalnya tanpa memberi kuasa untuk mewakilinya dalam urusan-urusan dan
kepentingan-kepentingannya, atau untuk mengatur pengelolaannya mengenai hal
itu, ataupun bila kuasa yang diberikannya tidak berlaku lagi, sedangkan keadaan
sangat memerlukan mengatur pengelolaan itu seluruhnya atau sebagian, atau untuk
mengusahakan wakil baginya, maka atas permohonan pihak-pihak yang
berkepentingan, atau atas tuntutan kejaksaan, pengadilan negeri di tempat
tinggal orang yang dalam keadaan tidak hadir itu harus memerintahkan balai
harta peninggalan untuk mengelola barang-barang dan kepentingan-kepentingan
orang itu seluruhnya atau sebagian, membela hak-haknya, dan bertindak sebagai
wakilnya. (IR. 235; RBg. 271.) Semuanya itu tidak mengurangi
ketentuan-ketentuan khusus menurut undang-undang dalam hal kepailitan atau
ketidakmampuan yang nyata. (KUPerd. 17,
374, 470, 1079, 1813; F. 1 dst.) (s.d.u. dg. S. 1925-113 jo. 181.) Sekiranya
harta kekayaan dan kepentingan orang yang tak hadir itu sedikit, maka atas
permintaan atau tuntutan seperti di atas, ataupun dengan menyimpang dari
permintaan atau tuntutan itu karena jabatan, pengadilan negeri, baik dengan
penetapan termaksud dalam alinea pertama, maupun dengan penetapan lebih lanjut
yang masih akan diambilnya, juga berkuasa untuk memerintahkan pengelolaan harta
kekayaan dan pengurusan kepentingan itu kepada seorang atau lebih yang ditunjuk
oleh pengadilan negeri dari keluarga sedarah atau semenda orang yang tidak
hadir itu, atau kepada istri atau suaminya; dalam hal ini, satu-satunya
kewajiban ialah bila orang yang tak hadir itu kembali, maka keluarga, istri
atau suaminya itu, wajib mengembalikan harta kekayaan itu atau harganya,
setelah dikurangi segala utang yang sementara itu telah dilunasinya, tanpa
hasil dan pendapatannya. Ketentuan-ketentuan pasal berikut dari bagian ini
tidak berlaku terhadap pengelola tersebut diatas.
464. Balai harta peninggalan
berkewajiban, jika perlu setelah penyegelan, untuk membuat daftar lengkap harta
kekayaan yang pengelolaannya dipercayakan kepadanya. Untuk selanjutnya balai
harta peninggalan harus mengindahkan peraturan-peraturan mengenai pengelolaan
harta kekayaan anak-anak yang masih di bawah umur, sejauh peraturan-peraturan
itu dapat diterapkan pada pengelolaannya, kecuali bila pengadilan negeri
menentukan lain mengenai hal-hal tertentu. (Ov. 100 dst.; KUHPerd. 385 dst., 391, 465 dst.; Rv. 672.)
465. Balai harta peninggalan
berkewajiban untuk memberikan perhitungan dan pertanggungjawaban secara singkat
dan memperlihatkan efek-efek dan surat-surat yang berhubungan dengan
pengelolaan itu kepada jawatan kejaksaan pada pengadilan negeri yang telah
mengangkatnya. Perhitungan ini boleh dibuat di atas kertas yang tidak
bermeterai dan disampaikan tanpa tata cara peradilan. Terhadap perhitungan dan
pertanggungjawaban ini jawatan kejaksaan boleh mengajukan usul-usul kepada
pengadilan negeri, sejauh hal itu dianggapnya perlu untuk kepentingan orang
yang dalam keadaan tidak hadir itu. Pengesahan perhitungan dan pertanggungjawaban
ini tidak mengurangi hak orang yang tidak hadir itu atau pihak-pihak lain yang
berkepentingan untuk mengajukan keberatan-keberatan terhadap perhitungan itu. (KUHPerd. 464, 472, 483, 791, 803; Rv. 764
dst.)
466. Dihapus dg. S. 1928-210;
memberi wewenang untuk pengelolaan dalam memperhitungkan upah yang ditetapkan
dalam KUHPerdata. 463 dst.
Bagian 2
Pernyataan mengenai orang yang diperkirakan telah meninggal
dunia
467. Bila seseorang meninggalkan
tempat tinggalnya tanpa memberi kuasa untuk mewakili urusan-urusan dan
kepentingan-kepentingannya, atau mengatur pengelolaannya atas hal itu, dan bila
telah lampau lima tahun sejak kepergiannya, atau lima tahun setelah diperoleh
berita terakhir yang membuktikan bahwa dia masih hidup pada waktu itu, sedangkan
dalam lima tahun itu tak pernah ada tanda-tanda tentang hidupnya atau matinya,
maka tak peduli apakah pengaturan-pengaturan sementara telah diperintahkan atau
belum, orang yang dalam keadaan tak hadir itu, atas permohonan pihak-pihak yang
berkepentingan dan dengan izin pengadilan negeri di tempat tinggal yang
ditinggalkannya, boleh dipanggil untuk menghadap pengadilan itu dengan
panggilan umum yang berlaku selama jangka waktu tiga bulan, atau lebih lama
lagi sebagaimana diperintahkan oleh pengadilan. Bila atas panggilan itu tidak
menghadap, baik orang yang dalam keadaan tidak hadir itu maupun orang lain
untuknya, untuk memberi petunjuk bahwa dia masih hidup, maka harus diberikan
izin untuk panggilan demikian yang kedua, dan setelah pemanggilan kedua ini, dalam
hal seperti di atas, izin untuk pemanggilan demikian yang ketiga harus
diberikan. Panggilan ini tiap-tiap kali harus dipasang dalam surat-surat kabar
yang dengan tegas akan ditunjuk oleh pengadilan negeri pada waktu memberikan
izin yang pertama, dan tiap-tiap kali juga harus ditempelkan pada pintu utama
ruang sidang pengadilan negeri dan pada pintu masuk kantor keresidenan tempat
tinggal terakhir orang tidak hadir itu. (KUHPerd.
463, 469 dst., 472, 475 dst., 493, 1792; Rv. 6-7?)
468. Bila atas panggilan ketiga
tidak datang menghadap, baik orang yang dalam keadaan tak hadir, maupun orang
lain yang cukup menjadi petunjuk tentang adanya orang itu, maka pengadilan
negeri, atas tuntutan jawatan kejaksaan dan setelah mendengar jawatan itu,
boleh menyatakan adanya dugaan hukum bahwa orang itu telah meninggal, terhitung
sejak hari ia meninggalkan tempat tinggalnya, atau sejak hari berita terakhir
mengenai hidupnya, yang harinya secara pasti harus dinyatakan dalam putusan
itu. (KUHPerd. 463, 467, 469, 471, 482,
1916.)
469. Sebelum mengambil putusan atas
tuntutan itu, jika perlu setelah mengadakan pemeriksaan saksi-saksi yang
diperintahkan untuk itu, dengan kehadiran jawatan kejaksaan, pengadilan negeri
harus memperhatikan sebab-sebab terjadinya ketidakhadiran itu, sebab-sebab yang
mungkin telah menghalangi penerimaan kabar dari orang yang dalam keadaan tidak
hadir itu, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan dugaan tentang kematian.
Pengadilan negeri, berkenaan dengan ini semua, boleh menunda pengambilan
putusan sampai lima tahun lebih lama daripada jangka waktu tersebut dalam pasal
467, dan boleh memerintahkan pemanggilan-pemanggilan lebih lanjut dan
penempatannya dalam surat kabar, sekiranya hal itu dianggap perlu oleh
pengadilan untuk kepentingan orang yang dalam keadaan tidak hadir itu. (KUHPerd. 494; Rv. 171 dst.)
470. Bila seseorang pada waktu
meninggalkan tempat tinggalnya telah memberikan kuasa untuk mewakilinya dalam
urusan-urusannya, atau telah mengatur pengelolaannya, dan bila telah lampau
sepuluh tahun setelah keberangkatannya, atau setelah berita terakhir bahwa ia
masih hidup, sedangkan dalam sepuluh tahun itu tidak ada tanda-tanda apakah ia
masih hidup atau telah mati, maka atas permohonan orang-orang yang
berkepentingan, orang yang dalam keadaan tak hadir itu boleh dipanggil, dan
boleh dinyatakan bahwa ada dugaan hukum tentang kematiannya, dengan cara dan
menurut peraturan-peraturan yang tercantum dalam tiga pasal yang lalu.
Berlalunya waktu sepuluh tahun ini diharuskan, pun sekiranya kuasa yang diberikan
atau pengaturan yang diadakan oleh orang yang dalam keadaan tak hadir itu telah
berakhir lebih dahulu. Akan tetapi dalam hal yang terakhir ini, pengelolaan
harus diselenggarakan dengan cara seperti yang tercantum dalam Bagian 1 bab
ini. (KUHPerd. 463, 467, 1795; 1813.)
471. Pernyataan mengenai dugaan
tentang kematian harus diumumkan dengan menggunakan surat kabar yang telah
digunakan dalam pemanggilan-pemanggilan. (KUHPerd.
468.)
Bagian
3
Hak-hak
dan kewajiban-kewajiban orang yang diduga sebagai ahli bagian wais dan
orang-orang lain yang berkepentingan, setelah pernyataan mengenai dugaan
tentang kematian.
472. Orang-orang yang diduga menjadi
ahli waris dari orang yang dalam keadaan tak hadir, yakni mereka yang pada hari
yang dinyatakan dalam putusan hakim itu berhak atas harta peninggalan orang
yang dalam keadaan tak hadir itu, baik menurut hak waris karena kematian,
maupun menurut surat wasiat, berwenang untuk menuntut perhitungan,
pertanggungjawaban dan penyerahan barang-barang itu dari balai harta peninggalan,
bila balai ini diserahi tugas pengelolaan barang-barang orang yang dalam
keadaan tak hadir itu, dan untuk menguasai barang-barang dari orang yang dalam
keadaan tak hadir itu; segala sesuatunya itu dilaksanakan dengan mengadakan
jaminan pribadi atau kebendaan, yang disahkan oleh pengadilan guna menjamin,
bahwa barang-barang itu akan digunakan tanpa menjadi berantakan atau terlantar,
dan bahwa barang-barang itu atau, bila sifat barang-barang itu mengharuskan,
harganya akan dikembalikan, semuanya untuk kepentingan orang yang dalam keadaan
tak hadir itu sekiranya dia ulang kembali, atau untuk kepentingan para ahli
waris lainnya sekiranya hak mereka kemudian ternyata lebih kuat. Dengan
demikian, mereka yang diduga menjadi ahli waris beserta orang-orang yang
berkepentingan, berwenang untuk menuntut supaya dibuka surat-surat wasiatnya,
sekiranya ada. (KUHPerd. 463, 465, 468,
473 dst., 483, 784, 832 dst., 943, 1051, 1162, 1820; Rv. 611 dst., 764.)
473. Bila tidak diberikan jaminan
tersebut dalam pasal yang lalu, barang-barang itu harus ditaruh di bawah
pengelolaan pihak ketiga, dan mengenai barang-barang bergerak harus
diperintahkan penjualannya, dengan mengindahkan peraturan-peraturan yang
terdapat dalam pasal 786 dan pasal 787 kitab undang-undang ini. (KUHPerd. 789, 792, 803, 1730.)
474. Para ahli waris dugaan,
berkenaan dengan hal menikmati harta peninggalan orang yang dalam keadaan tak
hadir, mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sama, seperti yang diatur
untuk para pemegang hak pakai hasil, sejauh ketentuan-ketentuan yang ditetapkan
untuk hal itu berlaku, dan tentang hal itu tidak ada peraturan lain. (KUHPerd. 482, 761, 782.)
475. Atas dasar yang sama seperti
yang ditentukan dalam tiga pasal yang lalu tentang para ahli waris dugaan dari
orang yang dalam keadaan tak hadir, orang-orang yang mendapat hibah wasiat, dan
orang-orang lain yang sedianya mempunyai suatu hak atas harta peninggalan orang
yang dalam keadaan tak hadir itu bila dia ini meninggal, boleh segera melakukan
hak mereka. (KUHPerd. 472, 807-1?, 880
dst., 959.)
476. Mereka yang menguasai atau
mengelola barang-barang dari orang yang dalam keadaan tak hadir, masing-masing
sejauh mengenai dirinya, berkewajiban untuk memberi perhitungan dan
pertanggungjawaban dan untuk menyerahkan barang-barang itu kepada orang yang dalam
keadaan tak hadir bila dia pulang, atau kepada para ahli waris atau para
pemegang hak lainnya, sekiranya mereka datang, dan menunjukkan hak mereka yang
lebih kuat. (KUHPerd. 472 dst., 475.)
477. Semua ahli waris dugaan itu,
segera setelah mengambil barang-barang ke dalam penguasaannya, berkewajiban
untuk membuat daftar lengkap barang-barang yang ditinggalkan orang yang dalam
keadaan tak hadir itu. Kepada mereka diberikan hak istimewa akan pendaftaran
harta peninggalan. Bila tidak diadakan pendaftaran harta peninggalan demikian
itu, seperti juga dalam hal-hal yang diatur pada pasal 1031, mereka kehilangan
hak istimewa tersebut di atas, tanpa mengurangi kewajiban-kewajiban tersebut
dalam pasal yang lalu. (KUHPerd. 783,
1023 dst.)
478. Tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan
yang lalu, dan sejauh karena itu tidak ada ketentuan lain, para ahli waris
dugaan boleh membagi di antara mereka segala harta peninggalan orang yang dalam
keadaan tidak hadir yang telah mereka kuasai, dengan mengindahkan
peraturan-peraturan tentang pemisahan harta peninggalan. Namun barang-barang
tetapnya tidak boleh dijual untuk dapat mengadakan pemisahan itu, melainkan
harus ditaruh dalam suatu penitipan, bila tidak dapat dibagi atau dimasukkan
dalam suatu kaveling, dan hasilnya dapat dibagi menurut kesepakatan mereka.
Tentang semuanya itu harus dibuatkan dan ditandatangani sebuah akta, yang juga
menunjukkan, barang-barang apakah yang diberikan kepada penerima hibah wasiat
dan orang-orang lain yang berhak. (KUHPerd.
479 dst., 484, 1066 dst., 1169, 1730.)
479. Daftar dan akta tersebut dalam
pasal yang lalu, demikian pula akta tentang jaminan, harus dibawa ke
kepaniteraan pengadilan negeri yang telah mengeluarkan keputusan tentang
kematian dugaan, dan disimpan di sana.
(KUHPerd. 467, 472, 480; Rv. 612 dst.)
480. Mereka yang karena
ketentuan-ketentuan yang lalu telah mendapat bagian dari barang-barang tetap,
atau ditugaskan untuk mengelolanya, demi kepastian mereka boleh menuntut agar
barang-barang itu diperiksa oleh ahli-ahli, yang diangkat untuk itu oleh
pengadilan negeri yang di daerah hukumnya barang-barang itu terletak, dan agar
dibuatkan uraian tentang keadaannya. Setelah ahli-ahli itu memberikan perslah
kepada pengadilan, dan pengadilan mengesahkannya, kemudian mendengar jawatan
kejaksaan, maka uraian dan perslah itu harus disimpan di kepaniteraan. (KUHPerd. 487, 783.)
481. Barang-barang tetap kepunyaan
orang yang dalam keadaan tak hadir, yang dibagikan kepada ahli waris dugaan,
atau diserahkan kepadanya untuk dikelola, selanjutnya tidak boleh
dipindahtangankan atau dibebani, sebelum lewat waktu yang ditentukan dalam
pasal 484, kecuali kalau ada alasan penting, dan dengan izin pengadilan negeri.
(KUHPerd. 1168, 1170.)
482. Bila orang yang dalam keadaan
tidak hadir itu pulang kembali setelah ada keterangan kematian dugaan, atau
diperoleh tanda-tanda bahwa dia masih dalam keadaan hidup, maka mereka yang
telah menikmati hasil-hasil dan pendapatan-pendapatan dari barang-barangnya,
wajib untuk mengembalikan hasil-hasil dan pendapatan-pendapatan itu sebagai
berikut: setengahnya bila dia pulang kembali, atau bila tanda-tanda bahwa dia
masih hidup diperoleh dalam waktu lima belas tahun setelah hari kematian dugaan
yang dinyatakan dalam putusan hakim; atau seperempatnya, bila tanda-tanda itu
diperoleh kemudian, tetapi sebelum lampau waktu tiga puluh tahun setelah
pernyataan itu. Akan tetapi semua itu dengan ketentuan, bahwa pengadilan negeri
yang telah memberi keputusan tentang kematian dugaan itu, mengingat sedikitnya
barang-barang yang ditinggalkan, boleh memerintahkan yang berlainan tentang
pengembalian hasil-hasil dan pendapatan itu, atau dapat juga memberi pembebasan
sama sekali. (KUHPerd. 468, 474, 486,
492.)
483. Bila orang yang dalam keadaan
tidak hadir itu kawin dengan gabungan harta bersama, atau gabungan keuntungan
dan kerugian saja, atau gabungan hasil-hasil dan pendapatan, sedangkan istri
atau suaminya memilih membiarkan gabungan itu berjalan terus, maka dia boleh
mencegah pengambilan barang-barang dalam penguasaan sementara oleh orang-orang yang
diduga sebagai ahli waris, dan mencegah pelaksanaan hak-hak yang mestinya baru
akan timbul setelah kematian orang yang dalam keadaan tidak hadir itu, dan
mengambil atau mempertahankan barang-barang itu dalam pengelolaanya, dengan
mendahului yang lain-lain, dengan menunaikan kewajiban akan pendaftaran
tersebut dalam pasal 477. Akan tetapi penghentian pengambilan barang-barang
dalam penguasaan dengan segala akibat-akibatnya, tidak boleh berlangsung lebih
lama daripada sepuluh tahun penuh, terhitung dari hari tersebut dalam putusan
hakim yang menyatakan kematian dugaan itu. Namun bila si istri atau si suami
tidak menentang pengambilan barang-barang dalam penguasaan itu oleh para ahli
waris, maka ia boleh mengambil bagiannya dalam harta bersama itu, atau barang-barang
miliknya sendiri, dan segala sesuatu yang merupakan haknya, asal saja ia
memberikan jaminan untuk barang-barang yang mungkin harus dikembalikan. Si
istri yang memilih dilanjutkan gabungan harta bersama, tetap mempunyai hak
untuk melepaskan diri dari gabungan harta bersama itu di kemudian hari. (KUHPerd. 114, 119, 124 dst., 132, 136,
155, 164, 465, 468, 472, 484, 493.)
484. Bila telah lampau tiga puluh
tahun setelah hari kematian dugaan seperti yang dinyatakan dalam keputusan
hakim, atau bila sebelumnya telah berlalu seratus tahun penuh setelah kelahiran
orang yang dalam keadaan tak hadir, maka penjamin-penjamin dibebaskan dan
pembagian barang-barang yang ditinggalkan tetap berlaku, sejauh pembagian itu
telah terjadi, atau bila belum terjadi, para ahli waris dugaan boleh mengadakan
pembagian tetap, dan boleh menikmati semua hak atas harta peninggalan itu
secara pasti. Maka berhentilah hak istimewa akan pendaftaran harta, dan
dapatlah para ahli waris dugaan diwajibkan untuk menerima atau menolak warisan,
menurut peraturan-peraturan yang ada tentang hal itu. (KUHPerd. 472, 478, 486 dst., 1029, 1066 dst.; BS. 40.)
485. Bila sebelum waktu tersebut
dalam pasal yang lalu, diterima berita tentang kematian orang yang ada dalam
keadaan tak hadir, maka mereka yang atas dasar undang-undang atau atas dasar
penetapan-penetapan orang yang dalam keadaan tak hadir itu telah mendapat
hak-hak atas harta peninggalannya, atau para pengganti mereka itu, boleh
menuntut perhitungan, pertanggungjawaban dan penyerahan atas dasar pasal 476
dan pasal 482. (KUHPerd. 126.)
486. Sekiranya orang yang dalam
keadaan tak hadir itu pulang kembali, atau menunjukkan bahwa dia masih hidup,
setelah lampau tiga puluh tahun sejak hari kematian dugaan seperti yang
dinyatakan dalam keputusan hakim, maka dia hanya berhak untuk menuntut kembali
barang-barangnya dalam keadaan seperti adanya pada waktu itu, beserta harga
barang-barang yang telah dipindahtangankan, atau barang-barang yang telah
dibeli dengan hasil pemindahtanganan barang-barang kepunyaannya, namun semuanya
tanpa suatu hasil atau pendapatan.
(KUHPerd. 468, 482, 484, 830.)
487. Demikian pula anak-anak dan
keturunan-keturunan lebih lanjut orang yang dalam keadaan tak hadir, boleh
menerima kembali barang-barangnya, sejauh hak mereka timbul dalam waktu tiga
puluh tahun sejak lampaunya waktu yang ditetapkan dalam pasal 484.
488. Bila dengan putusan hakim
dinyatakan dugaan hukum tentang kematian, semua tuntutan hukum terhadap orang
yang dalam keadaan tak hadir itu, harus diajukan terhadap para ahli waris
dugaan yang telah mengambil barang-barangnya dalam penguasaan mereka, tanpa
mengurangi hak mereka untuk memberlakukan hak istimewa mereka akan pendaftaran
harta peninggalan. (KUHPerd. 463, 468,
483, 781, 1032.)
Bagian 4
Hak-hak yang jatuh ke tangan orang tak hadir bagian yang tak
pasti hidup atau mati.
489. Orang yang menuntut suatu hak,
yang katanya telah beralih dari orang yang tak hadir kepadanya, tetapi hak itu
baru jatuh pada orang yang tak hadir setelah keadaan hidup atau matinya menjadi
tidak pasti, wajib untuk membuktikan, bahwa orang yang tak hadir itu masih
hidup pada saat hak itu jatuh padanya; selama dia tidak membuktikan hal itu,
maka tuntutannya harus dinyatakan tidak dapat diterima. (KUHPerd. 468, 836, 847, 899, 1865.)
490. Bila pada orang tak hadir, yang
keadaan hidup atau matinya tidak pasti, jatuh suatu warisan atau hibah wasiat,
yang sedianya menjadi hak orang-orang lain andaikata orang yang tak hadir itu
hidup, atau yang sedianya harus dibagi dengan orang-orang lain, maka warisan
atau hibah wasiat itu, seluruhnya atau sebagian, boleh diambil dalam penguasaan
oleh orang-orang lain itu, seakan-akan orang itu telah meninggal, tanpa
kewajiban untuk membuktikan kematian orang itu; namun untuk itu mereka harus
mendapat izin lebih dahulu dari pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya
terletak rumah kematian orang itu, dan pengadilan itu harus memerintahkan
pemanggilan-pemanggilan umum dan mengeluarkan peraturan pengamanan yang perlu
untuk pihak-pihak yang berkepentingan. (KUHPerd.
467, 472 dst., 477, 836, 847, 852 dst., 880, 899,)
491. Ketentuan-ketentuan dari kedua
pasal yang lalu tidak mengesampingkan hak untuk menuntut warisan-warisan dan
hak-hak lain yang ternyata kemudian telah jatuh pada orang yang dalam keadaan
tak hadir itu atau orang-orang yang telah mendapat hak-hak itu daripadanya.
Hak-hak itu hanya hapus oleh lampaunya waktu yang disyaratkan untuk kedaluwarsa. (KUHPerd. 1055, 1987 dst.) 492. Bila
kemudian orang yang dalam keadaan tak hadir itu pulang kembali, atau haknya
dituntut atas namanya, pengembalian penghasilan dan pendapatannya boleh
dituntut, terhitung dari hari ketika hak itu jatuh pada orang yang tak hadir
itu, atas dasar dan menurut ketentuan-ketentuan pasal 482.
Bagian 5
Akibat-akibat keadaan tidak hadir berkenaan dengan
perkawinan
493. Bila salah seorang dari
suami-istri, selain meninggalkan tempat tinggal dengan kemauan buruk, selama
sepuluh tahun penuh tak hadir di tempat tinggalnya tanpa berita tentang
hidup-matinya orang itu, maka suami atau istri yang ditinggalkan berwenang
untuk memanggil orang yang tak hadir itu tiga kali berturut-turut dengan
panggilan pengadilan, menurut cara yang ditentukan dalam pasal 467 dan pasal
468, dengan izin dari pengadilan negeri di tempat tinggal mereka bersama. (Ov. 65; KUHPerd. 27, 86, 114, 126-2?,
199-2?, 209-2?, 211.)
494. Bila atas panggilan ketiga dari
pengadilan, baik orang yang tak hadir maupun orang lain untuknya, tidak ada
yang muncul memberi cukup petunjuk tentang hidupnya orang itu, maka pengadilan
negeri boleh memberi izin kepada suami atau istri yang ditinggalkan untuk kawin
dengan orang lain. Ketentuan-ketentuan pasal 469 berlaku dalam hal ini. (Ov.
65.)
495. Bila setelah pemberian izin,
tetapi sebelum perkawinan dengan yang itu dilakukan, orang yang tak hadir itu
muncul, atau seseorang membawa bukti cukup tentang masih hidupnya orang itu,
maka izin yang telah diberikan tidak berlaku lagi demi hukum. Bila orang yang
ditinggalkan itu telah melakukan perkawinan lain, orang yang tak hadir juga
mempunyai hak untuk melakukan perkawinan lain. (Ov. 65; KUHPerd. 99-2?.)
496. 497, 498. (Dihapus dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar