Secara
etimologis, partisipasi berasal dari bahasa latin pars yang artinya
bagian dan capere, yang artinya mengambil, sehingga diartikan “mengambil
bagian”. Dalam bahasa Inggris, participate atau participation berarti
mengambil bagian atau mengambil peranan.
Sehingga partisipasi berarti mengambil bagian atau mengambil peranan dalam aktivitas atau kegiatan politik suatu negara.
Sehingga partisipasi berarti mengambil bagian atau mengambil peranan dalam aktivitas atau kegiatan politik suatu negara.
Dan
secara etimologis, kata politik berasal dari kata Yunani polis yang
berarti kota atau negara kota. Kemudian arti itu berkembang menjadi
polites yang berarti warganegara, politeia yang berarti semua yang
berhubungan dengan negara, politika yang berarti pemerintahan negara dan
politikos yang berarti kewarganegaraan. Dengan demikian kata politik
menunjukkan suatu aspek kehidupan, yaitu kehidupan politik yang lazim
dimaknai sebagai kehidupan yang menyangkut segi-segi kekuasaan dengan
unsur-unsur: negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan
(decision making), kebijakan (policy, beleid), dan pembagian
(distribution) atau alokasi (allocation). Jadi, Partisipasi politik
adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari
sejak pembuatan keputusan sampai dengan penilaian keputusan, termasuk
juga peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan keputusan.
Untuk
memperjelas konsep arti dari partisipasi politik para ahli merumuskan
beberapa rumusan tentang pengertian partisipasi politik sebagai berikut:
1) Herbert
McClosky, dalam International Encyclopedia of The Social Science;
Partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga
masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan
penguasa dan secara langsung terlibat dalam proses pembentukan
kebijaksanaan umum.
2) Kevin
R. Hardwick, Partisipasi politik memberi perhatian pada cara-cara warga
negara berinteraksi dengan pemerintah, warga negara berupaya
menyampaikan kepentingan-kepentingan mereka terhadap pejabat-pejabat
publik agar mampu mewujudkan kepentingan-kepentingan tersebut.
Indikatornya adalah terdapat interaksi antara warga negara dengan
pemerintah dan terdapat usaha warga negara untuk mempengaruhi pejabat
publik.
3) Norman
H. Nie dan Sidney Verba dalam Handbook of Political Science;
Partisipasi politik adalah kegiatan pribadi warga Negara yang legal yang
sedikit banyak langsung bertujuan untuk mempengaruhi seleksi
pejabat-pejabat Negara dan/atau tindakan-tindakan yang mereka ambil.
4) Michael
Rush dan Philip Althoft, Partisipasi politik adalah keterlibatan
individu sampai pada bermacam-macam tingkatan di dalam sistem politik.
Indikatornya adalah berwujud keterlibatan individu dalam sistem politik
dan memiliki tingkatan-tingkatan partisipasi.
5) Huntington
dan Nelson, Partisipasi politik ialah kegiatan warga negara preman
(private citizen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan kebijakan oleh
pemerintah. Indikatornya adalah:
- Partisipasi politik menyangkut kegiatan-kegiatan dan bukan sikap-sikap.
- Subyek partisipasi politik adalah warga negara preman (private citizen)atau orang per orang dalam peranannya sebagai warga negara biasa, bukan orang-orang profesional di bidang politik.
- Kegiatan dalam partisipasi politik adalah kegiatan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah dan ditujukan kepada pejabat-pejabat pemerintah yang mempunyai wewenang politik.
- Partisipasi politik mencakup semua kegiatan mempengaruhi pemerintah, terlepas apakah tindakan itu memunyai efek atau tidak.
- Partisipasi politik menyangkut partisipasi otonom dan partisipasi dimobilisasikan
6) Ramlan
Surbakti, Partisipasi politik ialah keikutsertaan warga negara biasa
dalam menentukan segala keputusan menyangkut atau mempengaruhi hidupnya.
Partisipasi politik berarti keikutsertaan warga negara biasa (yang
tidak mempunyai kewenangan) dalam mempengaruhi proses pembuatan dan
pelaksanaan keputusan politik. Indikatornya adalah keikutsertaan warga
negara dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik dan dilakukan
oleh warga negara biasa
7) Prof.
Miriam Budiharjo dalam Dasar-Dasar Ilmu Politik; Partisipasi politik
merupakan kegiatan seseorang dalam partai politik. Partisipasi politik
mencakup semua kegiatan sukarela melalui mana seseorang turut serta
dalam proses pemilihan pemimpin-pemimpin politik dan turut serta secara
langsung atau tak langsung dalam pembentukan kebijaksanaan umum.
Indikatornya adalah berupa kegiatan individu atau kelompok dan bertujuan
ikut aktif dalam ke-hidupan politik, memilih pim-pinan publik atau
mempenga-ruhi kebijakan publik.
Berdasarkan
beberapa defenisi konseptual partisipasi politik yang dikemukakan
beberapa sarjana ilmu politik tersebut, secara substansial menyatakan
bahwa setiap partisipasi politik yang dilakukan termanifestasikan dalam
kegiatan-kegiatan sukarela yang nyata dilakukan, atau tidak menekankan
pada sikap-sikap. Kegiatan partisipasi politik dilakukan oleh warga
negara preman atau masyarakat biasa, sehingga seolah-olah menutup
kemungkinan bagi tindakan-tindakan serupa yang dilakukan oleh non-warga
negara biasa. Keikutsertaan warga negara dalam proses politik tidaklah
hanya berarti warga mendukung keputusan atau kebijakan yang telah
digariskan oleh para pemimpinnya, karena kalau ini yang terjadi maka
istilah yang tepat adalah mobilisasi politik.
B. Pentingnya Partisipasi Politik
Partispasi
warga negara (private citizen) bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan
keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau
kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai
atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif
(Samuel P. Huntington dan Joan Nelson, 1977:3). Partispasi warga negara
yang legal bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat negara
dan/atau tindakan-tindakan yang diambil mereka (Norman H. Nie dan Sidney
Verba, 1975:1).
Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam demokrasi karena:
§ Keputusan
politik yang diambil oleh pemerintah akan menyangkut dan mempengaruhi
kehidupan warga masyarakat. Karena itu masyarakat berhak ikut serta
menentukan isi keputusan politik.
§ Untuk tidak dilanggarnya hak-hak sebagai warga negara dalam setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah.
C. Manfaat Partisipasi Politik
Manfaat partisipasi politik menurut beberapa ahli:
1) Menurut Robert Lane;
- sebagai sarana untuk mengejar kebutuhan ekonomi
- sebagai sarana untuk memuaskan suatu kebutuhn bagi penyesuaian social
- sebagai sarana mengejar niai-nilai khusus.
- sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan alam bawah sadar dan kebutuhan psikologis tertentu.
2) Menurut Arbi Sanit;
- Memberikan dukungan kepada penguasa dan pemerintah yang dibentuknya beserta sistem politik yang dibentuknya.
- Sebagai usaha untuk menunjukkan kelemahan dan kekurangan pemerintah
- Sebagai tantangan terhadap penguasa dengan maksud menjatuhkannya sehingga diharapkan terjadi perubahan struktural dalam pemerintahan dan dalam sistem politik
Manfaat Partisipasi Politik bagi Pemerintah:
a) Mendorong program-program pemerintah
b) Sebagai
institusi yang menyuarakan kepentingan masyarakat untuk masukan bagi
pemerintah dalam mengarahkan dan meninngkatkan pembangunan.
c) Sebagai
sarana untuk memberikan masukan, saran dan kritik terhadap pemerintah
dalam perencanaan dan pelaksanaan program-proram pembangunan
C. Permasalahan dalam Partisipasi Politik
Ada
empat persoalan yang ada dalam partisipasi politik, yaitu bentuk-bentuk
partisipasi politik, berapa luas partisipasi politik tersebut, siapa
yang berpartisipasi, dan mengapa mereka berpartisipasi.
1. Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik.
Menurut
Dusseldorp (1994:10), salah satu cara untuk mengetahui kualitas
partisipasi politik masyarakat dapat dilihat dari bentuk-bentuk
keterlibatan seseorang dalam berbagai tahap proses pembangunan yang
terencana mulai dari perumusan tujuan sampai dengan penilaian.
Bentuk-bentuk partisipasi politik sebagai usaha terorganisir oleh warga
masyarakat untuk mempengaruhi bentuk dan jalannya public policy.
Sehingga kualitas dari hierarki partisipasi politik masyarakat dilihat
dalam keaktifan atau kepasifan (apatis) dari bentuk partisipasi politik
masyarakat
1. Bentuk partisipasi politik secara hierarkis oleh Rush dan Althoff (1990:124) :
a) Menduduki jabatan politik atau administrasi
b) Mencari jabatan politik atau administrasi
c) Keanggotaan aktif suatu organisasi politik
d) Keanggotaan pasif suatu organisasi politik
e) Keanggotaan aktif suatu organisasi semu politik
f) Keanggotaan pasif suatu organisasi semu politik
g) Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi, dsb
h) Partisipasi dalam diskusi politik informasi, minat umum dalam politik
i) Voting (pemberian suara)
j) Apathi total.
2. Bentuk partisipasi politik menurut Almond.
Bentuk-bentuk
partisipasi politik yang terjadi di berbagai negara dapat dibedakan
dalam kegiatan politik yang berbentuk konvensional dan non-konvensional,
termasuk yang mungkin legal (seperti petisi) maupun ilegal (cara
kekerasan atau revolusi). Bentuk-bentuk dan frekuensi partisipasi
politik dapat dipakai sebagai ukuran untuk menilai stabilitas sistem
politik, integritas kehidupan politik, kepuasan/ketidakpuasan warga
negara. Berikut ini adalah bentuk-bentuk partisipasi politik menurut
Almond.
Konvensional
|
Non-konvensional
|
• Pemberian suara (voting)
• Diskusi politik
• Kegiatan berkampanye
• Membentuk dan bergabung dalam
kelompok kepentingan
• Komunikasi individual dengan pejabat
politik/administratif
|
• Pengajuan petisi
• Berdemonstrasi
• Konfrontasi
• Mogok
• Kekerasan politik terhadap harta
benda:perusakkan, pemboman, dan
pembakaran
• Kekerasan politik terhadap manusia:
penculikkan, pembunuhan, perang
gerilya/revolusi
|
Berdasarkan sifatnya partisipasi politik dibedakan menjadi dua ( Sastroatmodjo; 1995 ) yaitu:
- Partisipasi aktif ; WN mengajukan usul kebijakan, mengajukan alternatif kebijakan, mengajukan saran dan kritik untuk mengoreksi kebijakan pemerinta, mengajukan tuntutan.
- Partisipasi pasif ; berupa kegiatan mentaati peraturan/pemerintah, menerima dan melaksanakan setiap keputusan pemerintah.
3. Milbrarth
dan Goel (1997) membedakan kegiatan partisipasi politik menjadi empat
kategori, yaitu (a) apatis, artinya orang yang tidak berpartisipasi dan
menarik diri dari proses politik, (b) spektator, artinya orang yang
setidak-tidaknya pernah ikut memilih dalam pemilihan umum, (c)
gladiator, yakni mereka yang secara aktif terlibat dalam proses politik,
seperti aktivis partai, pekerja kampanye, dan aktivis masyarakat, dan
(d) pengritik, yaitu partisipasi dalam bentuk non-konvensional.
4. Bila
dihubungkan dengan hak dan kewajiban sebagai warga Negara, partisipasi
politik merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai wujud
tanggung jawab Negara yang berkesadaran politik tinggi dan baik. Secara
teknis operasional, partispasi politik anggota masyarakat dapat
dilaksanakan dengan cara-cara seperti nampak pada matrik di bawah ini.
Bidang Contoh Konkret Perwujudan Partisipasi Politik
Politik
Setiap warga Negara dapat ikut serta secara langsung ataupun tidak langsung dalam kegiatan-kegiatan antara lain :
a. Ikut memilih dalam pemilihan umum
b. Menjadi anggota aktif dalam partai politik, kelompok penekan (pressure group), maupun kelompok kepentingan tertentu.
c. Duduk dalam lembaga politik, seperti MPR, Presiden , DPR, Menteri, dan sebagainya.
d. Mengadakan komunikasi (dialog) dengan wakil-wakil rakyat.
e. Berkampanye, menghadiri kelompok diskusi, dan lain-lain.
f. Mempengaruhi
para pembuat keputusan sehingga produk-produk yang
dihasilkan/dikelurkan sesuai dengan aspirasi atau kepentingan
masyarakat.
Ekonomi
Setiap warga Negara dapat ikut serta secar aktif dalam kegiatan-kegiatan antara lain:
a. Menciptakan sector-sektor ekonomi produktif baik dalam bentuk jasa, barang, transportasi, kominikasi, dan sebagainya.
b. Melalu keahlian masing-masing menciptakan produk-produk unggulan yang inovatif, kreatif dan kompetitif.
c. Kesadaran untuk membayar pajak secara teratur demi kesejahteraan dan kemajuan bersama.
Sosial-Budaya
Setiap warga Negara dapat mengikuti kegiatan-kegiatan antara lain :
a. Sebagai pelajar atau mahasiswa, menunjukkan prestasi belajar yang tinggi
b. Menjauhkan
diri dari perbuatan-perbuatan yang melanggar hokum, seperti melakukan
tawuran, memakai narkoba, merampok, berjudi, dan sebagainya.
c. Profesional dalam bidang pekerjaannya, displin, dan berproduktivitas tinggi untuk menunjang keberhasilan pembangunan nasional.
Hankam
Setiap warga Negara dapat ikut serta secara aktif dalam kegiatan antara lain :
a. Bela Negara dalam arti luas, sesuai dengan kemampuan dan profesinya masing-masing.
b. Senantiasa memelihara ketertiban dan keamanan wilayah atau lingkungan tempat tinggalnya
c. Memelihara persatuan dan kesatuan bangsa demi tegak Negara Republik Indonesia.
d. Menjaga Stabilitas dan keamanan nasional agar pelaksanaan pembangunan dapat berjalan sesuai dengan rencana.
Dalam
hal partisipasi politik, Russeau menyatakan bahwa hanya melalui
partisipasi seluruh warga negara dalam kehidupan politik secara langsung
dan berkelanjutan, maka negara dapat terikat ke dalam tujuan kebaikan
sebagai kehendak bersama.
2. Luasnya partisipasi politik
Hal
ini dipengaruhi oleh tingkat kemajuan bangsa, sistem politik yang
dianut, masalah komunikasi, tingkat melek huruf ( literasi ). Menurut
Myron Weiner, paling tidak terdapat lima (5) hal yang dapat menyebabkan
timbulnya gerakan ke arah partisipasi yang lebih luas dalam proses
politik, yaitu:
a) Modernisasi.
Sejalan
dengan berkembangnya industrialisasi, perbaikan pendidikan dan media
komunikasi massa, maka pada sebagian penduduk yang merasakan terjadinya
perubahan nasib akan menuntut berperan dalam politik.
b) Perubahan-Perubahan Struktur Kelas Sosial.
Salah
satu dampak modernisasi adalah munculnya kelas pekerja baru dan kelas
menegah yang semakin meluas, sehingga mereka merasa berkepentingan untuk
berpartisipasi dalam pembuatan keputusan politik.
c) Pengaruh Kaum Intelektual dan Komunikasi Massa Modern.
Kaum
intelektual (sarjana, pengarang, wartawan, dsb) melalui ide-idenya
kepada masyarakat umum dapat membangkitkan tuntutan akan partisipasi
masa dalam pembuatan keputusan politik. Demikian juga berkembangnya
sarana transportasi dan komunikasi modern mampu mempercepat penyebaran
ide-ide baru.
d) Konflik di antara Kelompok-Kelompok Pemimpin Politik.
Para
pemimpin politik bersaing memperebutkan kekuasaan. Sesungguhnya apa
yang mereka lakukan adalah dalam rangka mencari dukungan rakyat.
Berbagai upaya yang mereka lakukan untuk memperjuangkan ide-ide
partisipasi massa dapat menimbulkan gerakan-gerakan yang menuntut agar
hak-hak rakyat yang berpartisipasi itu terpenuhi.
e) Keterlibatan Pemerintah yang Meluas dalam Urusan Sosial Ekonomi dan Kebudayaan.
Perluasan
kegiatan pemerintah dalam berbagai bidang menimbulkan akibat adanya
tindakan-tindakan yang semakin menyusup ke segala segi kehidupan rakyat.
Ruang lingkup tindakan atau kegiatan atau tindakan pemerintah yang
semakin luas mendorong timbulnya tuntutan-tuntutan yang terorganisir
untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan politik.
3. Siapa Yang Berpartisipasi
Setiap
warga negara atau anggota masyarakat dengan intensitas yang berbeda.
Tidak semua orang mau berpartisipasi dalam kehidupan politik. Didalam
kenyataannya hanya sedikit orang yang mau berpartisipasi aktif bila
dibandingkan dengan jumlah orang yang tidak berpartisipasi dalam
kehidupan politik.
Semakin
tinggi hierarki partisipasi politik, makin sedikit orang yang terlibat
dan sebaliknya, makin rendah hierarki partisipasi politik makin banyak
orang yang berperan serta. Misalnya, ketika ada pemilihan gubernur maka
didalam intensitas pencalonan gubernur rendah karena orang tersebut
memberi kontribusi pada partainya. Sedangkan ketika ada pencalonan
kepala desa intensitas pencalonannya tinggi, karena tidak memberi
kontribusi pada suatu partai.
4. Mengapa Mereka Berpartisipasi
Menurut
Frank Lindenfield, alasan mereka ikut berpartisipasi dalam kehidupan
politik adalah adanya kepuasan finansial. Lindenfield pun menyatakan
bahwa status ekonomi yang rendah menyebabkan seseorang merasa
teralienasi dari kehidupan politik. Dan orang yang bersangkutan pun akan
menjadi apatis. Hal ini tidak terjadi pada orang yang memiliki
kemapanan ekonomi.
Menurut Milbrath ada 4 faktor yang menyebabkan orang berpartisipasi dalam kehidupan politik.
1. Karena
adanya perangsang ,maka orang mau berpartisipasi dalam kehidupan
politik. Misalnya : seringnya orang tersebut mengikuti diskusi-diskusi
politik melalui mass media atau melalui diskusi informal , mengikuti
kampanye partai politik.
2. Karena
faktor karakteristik pribadi seseorang. Orang yang mempunyai jiwa,
watak/ kepedulian sosial yang besar terhadap problem sosial, politik,
ekonomi, dan lainnya, biasanya mau terlibat dalam aktifitas politik.
3. Faktor
karakter sosial seseorang, yaitu menyangkut status sosial ekonomi,
kelompok ras, etnis, dan agama seseorang. Bagaimanapun lingkungan sosial
itu ikut mempengaruhi persepsi, sikap, dan perilaku seseorang dalam
bidang politik. Misalnya orang yang berasal dari lingkungan sosial yang
lebih rasional dan lebih menghargai nilai-nilai seperti keterbukaan,
kejujuran, dan keadilan tentu akan mau juga memperjuangkan tegaknya
nilai-nilai tersebut dalam bidang politik. Dan untuk itulah mereka mau
berpartisipasi dalam kehidupan politik.
4. Faktor
situasi atau lingkungan politik itu sendiri. Lingkungan yang kondusif
membuat orang senang hati berpartisipasi dalam kehidupan politik. Dalam
lingkungan politik yang demokratis, orang merasa lebih bebas dan nyaman
untuk terlibat dalam aktifitas-aktifitas politik ketimbang dalam
lingkungan politik yang totaliter. Lingkungan politik yang sering diisi
dengan aktifitas-aktifitas brutal, anarkis, dan kekerasan dengan
sendirinya menjauhkan masyarakat untuk berpartisipasi.
Dimensi Subyektif Individu
Dimensi
subyektif adalah serangkaian faktor psikologis yang berpengaruh
terhadap keputusan seseorang untuk terlibat dalam partisipasi politik.
Faktor-faktor ini cukup banyak, yang untuk kepentingan tulisan ini hanya
akan diajukan 2 jenis saja yaitu Political Dissafection dan Political
Efficacy.
Political Disaffection.
Political Disaffection adalah istilah yang mengacu pada perilaku dan
perasaan negatif individu atau kelompok terhadap suatu sistem politik.
Penyebab utama dari political disaffection ini dihipotesiskan adalah
media massa, terutama televisi. Hipotesis tersebut diangkat dari kajian
Michael J. Robinson selama 1970-an yang mempopulerkan istilah
“videomalaise”.
Dengan
banyaknya individu menyaksikan acara televisi, utamanya berita-berita
politik, mereka mengalami keterasingan politik (political alienation).
Keterasingan ini akibat melemahnya dukungan terhadap struktur-struktur
politik yang ada di sistem politik seperti parlemen, kepresidenan,
kehakiman, partai politik, dan lainnya. Individu merasa bahwa
struktur-struktur tersebut dianggap tidak lagi memperhatikan kepentingan
mereka. Wujud keterasingan ini muncul dalam bentuk sinisme politik
berupa protes-protes, demonstrasi-demonstrasi, dan huru-hara. Jika
tingkat political disaffection tinggi, maka para individu atau kelompok
cenderung memilih bentuk partisipasi yang sinis ini.
Political Efficacy. Political Efficacy adalah istilah yang mengacu kepada perasaan bahwa tindakan politik (partisipasi politik) seseorang dapat memiliki dampak terhadap proses-proses politik. Keterlibatan individu atau kelompok dalam partisipasi politik tidak bersifat pasti atau permanen melainkan berubah-ubah. Dapat saja seseorang yang menggunakan hak-nya untuk memiliki di suatu periode, tidak menggunakan hak tersebut pada periode lainnya. Secara teroretis, ikut atau tidaknya individu atau kelompok ke dalam bentuk partisipasi politik bergantung pada Political Political Efficacy ini.
Pernyataan-pernyataan sehubungan dengan masalah Political Efficacy ini adalah :
1. “Saya berpikir bahwa para pejabat itu tidak cukup peduli dengan apa yang saya pikirkan.”
2. "Ikut
mencoblos dalam Pemilu adalah satu-satunya cara bagaimana orang seperti
saya ini bisa berkata sesuatu tentang bagaimana pemerintah itu
bertindak.”
3. “Orang seperti saya tidak bisa bicara apa-apa tentang bagaimana pemerintah itu sebaiknya.”
4. “Kadang masalah politik dan pemerintahan terlalu rumit agar bisa dimengerti oleh orang seperti saya.”
Political efficacy terbagi 2 yaitu external political efficacy dan internal political efficacy. External political efficacy ditujukan kepada sistem politik, pemerintah, atau negara dan diwakili oleh pernyataan nomor 1 dan 3. Sementara internal political efficacy merupakan kemampuan politik yang dirasakan di dalam diri individu, yang diwakili peryataan nomor 2 dan 4. Dari sisi stabilitas politik, sebagian peneliti ilmu politik menganggap bahwa stabilitas politik akan lahir jika tingkat internal political efficacy rendah dan tingkat external political efficacy tinggi.
D. Upaya Mengembangkan Partisipasi Politik
Untuk
mengantisipasi dan memberi solusi terjadinya penurunan angka
partisipasi warganegara, maka perlu ditingkatkan efektivitas pendidikan
politik bagi warganegara di Indonesia. Para ahli ilmu sosial menggunakan
istilah pendidikan politik untuk menunjukkan cara bagaimana anak-anak
sebagai generasi muda diperkenalkan pada nilai-nilai yang dianut oleh
masyarakat, serta bagaimana mereka mempelajari peranan-peranan yang akan
dilakukan di masa mendatang jika kelak sudah dewasa (Sukemi, 2004).
Pendidikan
politik di Indonesia adalah pendidikan yang diarahkan untuk mewujudkan
kesadaran politik yang tinggi bagi warganegara, sehingga mereka sadar
akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
termasuk kesadaran untuk menggunakan hak pilihnya dalam pemilu
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk itu mata
pelajaran Pendidikan Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan, dan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan kelompok mata pelajaran
yang memiliki misi seperti itu.
Dengan
mengacu pada pendapat Apter (1985), Almond (1991)Rush dan Althof
(1998), Surbakti (1999), dan Sukemi (2004), pendidikan politik yang
dapat membentuk sikap dan perilaku politik warganegara dapat
dilaksanakan melalui lembaga-lembaga berikut : (1) keluarga, (2) lembaga
pendidikan, (3) teman sebaya/sepergaulan/sepermainan/seprofesi
(peergroup), (4) media massa, dan (5) organisasi politik.
(1) Pendidikan Politik melalui Keluarga.
Keluarga
merupakan institusi pertama dan utama dalam kehidupan seseorang,
sehingga menjadi lembaga yang pertama kali membentuk watak dan
kepribadian serta perilaku anak. Di lingkungan keluarga, orang tua
berperan mengajarkan anaknya untuk mengenal masyarakat, bangsa, dan
negaranya selaras dengan nilai-nilai budaya yang ada.
(2) Pendidikan Politik melalui Lembaga Pendidikan.
Lembaga
pendidikan mempunyai misi untuk meningkatkan dan mengembangkan
kemampuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai bagi anak. Di lembaga
pendidikan yang merupakan bentuk masyarakat kecil terdapat jaringan
kerja dari sejumlah komponen yang saling terkait, seperti guru, siswa,
kepala sekolah, administrator sekolah, dan supervisor (Sukemi, 2004).
Secara
teoritik, jenjang pendidikan warganegara berpengaruh positif terhadap
partisipasi politik termasuk partisipasi dalam pemilihan umum,
sebagaimana dikatakan oleh Warren (1991) “….well educated citizens are
more likely to vote than poorly educated sitizens”. Namun demikian pada
dataran praksis terjadi sebaliknya, artinya justru dalam kenyataannya
warganegara yang berpendidikan lebih tinggi cenderung tidak menggunakan
haknya atau golput dalam pemilihan umum.
(3) Pendidikan Politik melalui Teman Sebaya/Sepergaulan/Sepermainan/ Seprofesi (peergroup).
Aristoteles
mengemukakan bahwa manusia adalah insan politik (zoon politicon)
sehingga senantiasa merasa saling ketergantungan, keterkaitan, dan
saling mempengaruhi satu sama lain untuk mencapai tujuan yang
dicita-citakan. Salah satu kelompok sosial yang menjadi ajang seseorang
untuk hidup dengan orang lain adalah teman sebaya/sepergaulan/sepermainan/
seprofesi (peergroup). Unit sosial ini mempunyai peranan sebagai media
pendidikan politik yang selanjutnya dapat membentuk sikap dan
partisipasi politik warganegara.
(4) Pendidikan Politik melalui Media Massa.
Di
dalam kehidupan modern seperti sekarang ini, manusia senantiasa
melakukan komunikasi, baik secara langsung maupun melalui media. Dengan
komunikasi, manusia saling mempengaruhi sehingga dapat terbentuk wawasan
dan pengalaman yang serupa. Surat kabar, majalah, radio, film, telepon,
dan televisi merupakan media yang memungkinkan sumber informasi
termasuk bidang politik dapat menjangkau audien dalam jumlah besar dan
tersebar luas.
(5) Pendidikan Politik melalui Organisasi Politik atau Partai Politik.
Yang
dimaksud dengan organisasi politik atau partai politik adalah suatu
organisasi yang dibentuk oleh sekelompok warganegara secara suka rela
atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan
kepentingan anggota, masyarakat, bangsa, dan negara melalui pemilihan
umum. Salah satu fungsi organisasi politik adalah sebagai sarana
pendidikan politik bagi anggotanya dan warganegara pada umumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar